KEJADIAN ini terjadi saat saya sedang menaiki kereta arah Depok Jakarta Kota beberapa minggu lalu. Kala itu, sepasang suami istri, entah siapa namanya, terlihat begitu berantakan dan sedikit kumal. Mohon maaf, bahkan badan keduanya mengeluarkan bau kurang sedap. Aroma ini bahkan membuat seorang Ibu yang awalnya duduk di dekatnya terpaksa harus keluar dari kereta dan muntah sejadi-jadinya. Mungkin karena tidak tahan dengan baunya.
Awalnya saya berfikir bahwa kedua pasangan sepuh (tua) ini adalah seorang pengemis atau gelandangan. Namun rupanya Allah menghentakkan hati saya dengan cara pembelajaran sangat luar biasa hari itu.
Saya tidak akan bercerita mengenai bagaimana kisah cinta pasangan ini, ikatan cinta keduanya, bagaimana mereka bersama mengarungi masa-masa tua atau dengan kisah-kisah romantis mereka menikmati hidup bersama.
Bukan itu yang akan saya ceritakan. Lebih itu dan jauh lebih indah dari itu.
Selama perjalanan, yang kala itu saya ditemani sebungkus kentang goreng, tak henti-hentinyanya memandangi sepasang suami istri ini.
Sebenarnya saya merasa terganggu karena bau yang dibawa kedua orangtua itu sungguh sangat menyengat. Tak dapat saya gambarkan baunya seperti apa, saya hanya dapat memastikan bahwa saat itu kepala saya sangat pusing akibat baunya. Tidak hanya saya, bahkan orang lain yang berada di dekatnyapun tidak tahan.
Tiba-tiba datang seorang pemuda dengan gaya sangat stylish sambil menggunakan headset duduk tepat di samping sang pria yang memakai baju putih.
Sesaat ketika melihat pemuda itu perawakannya sangat mirip dengan teman saya di kampus Unhas, Ujung Pandang. Entah apa motivasi pemuda itu duduk tepat disamping bapak tersebut sedangkan setiap orang yang berada dalam gerbong kereta berusaha menjauhi pasangan suami istri itu karena tak tahan baunya.
Hingga mulailah terdengar pemuda itu menanyakan beberapa hal kepada bapak tersebut. Nama bapak siapa?
Tinggal di mana? Mau kemana? Punya anak berapa?
Sungguh saya dibuat terkagum dengan perawakan pemuda itu. Walaupun terlihat selengean (cuek) namun sungguh ia satu dari beberapa orang hebat yang pernah kemui selama ini.
Banyak hal yang membuat saya yakin bahwa pemuda itu adalah orang hebat. Kala itu, kereta sudah hampir tiba di stasiun Gondangdia, stasiun tujuan pasangan suami istri ini.
Kulihat pemuda itu memasukkan tangannya ke dalam tas dan mengambil beberapa uang berwarna merah (Rp 100.000) dalam jumlah yang sangat banyak, sangat banyak namun saya tak tahu pastinya.
“Pak, saya punya sedikit rejeki buat bapak dan ibu mungkin bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bapak dan ibu beberapa hari ke depan,” ujarnya dengan nada sangat sopan.
Tahukah pembaca, apa jawaban bapak itu? Inilah jawabannya;
“Sungguh agamaku melarangku menjadi seorang pengemis yang menengadahkan tangan menunggu bantuan uang dari situan kaya raya, kuyakin tuhanku maha kaya, sangat kaya. Saya tahu niat Ananda adalah untuk membantu kami, dan sungguh saya yakin bahwa Allah-lah yang telah mengirimmu kepada kami, namun mohon maaf nak, saya tak bisa menerima itu. Saya tak ingin sebuah kisah dari perjalanan perjuangan hidup kami mencari rezeki, terdapat sebuah kisah bahwa kami menerima uang dari orang lain dikarenakan kasihan dengan kondisi kami. Saya yakin nak, sebentar lagi Allah akan memberikan rezeki bagi kami dengan cara yang lebih baik dari ini. Ya, saya yakin sebentar lagi nak, sebentar lagi.”
Kemudian bapak ini melangkahkan kakinya turun ke stasiun Gondangdia bersama istrinya.
Semoga Allah memaafkan prasangka saya yang menganggap bapak dan Ibu itu adalah seorang pengemis. Sungguh mereka sebenar-benarnya hamba Allah yang bertebaran di muka bumi dan mencari rezeki Allah layaknya seorang pahlawan.
Pengalaman ini sontak menambah keyakinan saya bahwa rezeki Allah sungguh sangat dekat. InsyaAllah.*/ cerita ini dikisahkan Wahyu Hidayat Ar Rasyid dan diedit redaksi