SENIN (17/09/2012) aksi demonstrasi Forum Umat Islam (FUI) memprotes film “Innocent Of Muslim” (IOM) di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat menuai bentrokan dengan pihak kepolisian. Bentrok yang dimulai dari tembakan gas airmata tidak beralasan dari kepolisian itu menuai perlawanan keras kalangan Muslim. Batu-batu beterbangan, gemuruh takbir mengharu biru hiasi hati-hati yang terluka atas sebuah film yang melecehkan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Di antara massa FUI, sekelompok anak bersweater hitam ikut bergabung. Berbeda dengan massa yang identik dengan pakaian putih dan bersih, anak-anak ini tampil apa adanya. Celana jeans, kaos omblong di balik sweater, rambut tidak disisir dan sendal jepit. Anggi salah seorang anak berteriak.
“Anjing! Nabi gue dihina dan polisi itu justru menembaki kita,” teriaknya.
Kata-kata itu seperti itu memang tidaklah cukup berakhlak. Namun, harap tahu, mereka memang bukanlah anak-anak Rohani Islam (Rohis) yang ada di sekolah atau kampus. Mereka juga bukan aktivis Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Mereka justru sekelompok anak yang putus sekolah bahkan tidak sempat menikmati sekolah. Tepatnya, lebih banyak berada di jalanan. Mereka itulah kelompok anak Punk Muslim. Dari namanya, meski banyak di jalalan, ia sekumpulan anak-anak yang tak ingin berputus asa dengan rahmat Allah dan jauh dari agamanya.
Meski tempatnya di jalanan, bagi mereka, kasus film IOM merupakan sebuah penghinaan luar biasa yang tidak akan bisa mereka maafkan. Punk Muslim bahkan menuduh, gerakan Zionis international ada dibalik pembuatan film tersebut.
Jalanan dan Dunia Islam
Komunitas ini memang memiliki keistimewaan sendiri. Selain semangat Islam yang dibangun dalam sebuah komunitas Punk. Mereka juga dikenal dengan kepeduliannya pada masalah-masalah keumatan. Bukan hanya di kasus Film IOM, sebelumnya Punk Muslim juga sering ikut melakukan aksi kemanusiaan. Mulai dari masalah Palestina, pembantaian Bashar Al Assad di terhadap umat Islam di Suriah hingga pengusiran Muslim Rohingya di Myanmar.
“Walau mereka jauh, tapi mereka tetap saudara gue. Sama – sama Islam. Walau kami lemah, minimal pembelaan itu tidak boleh hilang walau hanya dalam doa,” tambah Anggi.
Saat ditanya hidayatullah.com mengapa kata-katanya yang keluar bernada kasar, Anggi menjawab pendek.
“Gue nggak punya kosa kata yang lain bang, gue selalu dididik menjaga akhlak di Punk Muslim. Tapi ini Rasulullah diginiin (di hina, red), gue nggak punya bahasa lain untuk Yahudi yang membuat film ini. Selain Anjing dan Iblis!,” jelasnya di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta, Senin lalu.
Di sela rasa amarahnya, mendadak sahabatnya menepuk dada Anggi.
“Sabar bro, jaga lisan. Ingat nasehat ustad Ismeidas di pengajian,” ujar Asep sahabat kecilnya mencoba menenangkan temannya.
Meskipun hidup dari mengamen. Punk Muslim tidak lantas merasa lemah dan kehilangan kepedulian terhadap masalah Umat. Sebelumnya, mereka ikut mengumpulkan dana hasil urunan mengamen untuk dikirim ke rakyat Gaza di Palestina. Kini, ketika lahir film Innocence of Muslim, mereka ikut turun jalan tidak terima Nabi nya dihina.
Saat ditanya lebih jauh, apa yang membuatnya harus ikut-ikutan bersama kelompok Muslim lain turun jalan, para anggota Punk Muslim mengatakan, pembelaan mereka terhadap Palestina, Suriah, Afghanistan, Iraq, Patani hingga Rohingya sampai kasus film IOM adalah karena ikatan akidah.
“Akidah Islam membuat kami sadar tubuh umat Islam itu satu, ibarat jempol aja diinjak, rasa ngilunya itu sama ke semua tubuh. Itulah salah satu alasan kami peduli dengan semua masalah penindasan umat,” jelas Asep menambahkan.
Beberapa gelas es doger sore itu menemani suasana santai melepas lelah. Mengakhiri hiruk-pikuk yang menguras tenaga sehabi aksi demontrasi. Massa FUI mulai terlihat pulang ke rumah masing-masing. Pihak aparat juga telah membuka barikade jalan, sebagian duduk rebahan di pinggir trotoar. Baju mereka setengah basah.
Asep, Anggi dan beberapa anggota Punk Muslim masih belum beranjak pulang.
“Gue tahu diri kita masih kayak gini. Tapi perbuatan Zionis-Israel dan Amerika yang membantai umat Islam di negara-negara Islam memang perlu dilawan,” jelas Asep lagi.
“Ya demo mungkin tidak berpengaruh apa-apa, tapi minimal ini bisa bikin sadar para pemimpin Islam di negeri ini, masa kalah sama pengamen kayak kita hahahaha,” celetuk Otoy salah satu anggota Punk Muslim lainnya.
“Zionis tuh Iblis yang nggak tahu diri,” ujar Danang tidak mau kalah menambahkan Asep.
“Ketika agama kita ditindas, maka seorang Muslim wajib untuk membela sesama saudara seimannya itu. Jika tidak, di mana bukti ikatan keimanan kita?” tambah Danang sambil menuntaskan tahu gejrot digenggamannya.
Waktu semakin sore. Sebuah sudah dinyalakan. Asep pulang mengendarai Vespa bercat bendera Palestina, diiringi konvoi rombongan Punk Muslim lainnya menuju ke markas mereka di Pulo Gadung.*