Hidayatullah.comâKasus leptospirosis meningkat beberapa minggu ini turut menjadi perhatian di dunia kesehatan. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira Sp yang pada umumnya ditularkan melalui kencing tikus.
Bakteri leptospira paling umum memasuki tubuh melalui hidung, mulut, atau mata, atau melalui abrasi kulit saat orang terpapar air yang terkontaminasi urine dari hewan yang terinfeksi
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Lucia Tri Suwanti, drh MP mengatakan bahwa kasus leptospirosis sejatinya tidak hanya ditularkan oleh tikus, melainkan semua hewan yang terkontaminasi oleh bakteri Leptospira Sp bisa menjadi agen penularan.
âTikus itu memang agen penyakit. Salah satunya leptospirosis. Tapi, saya pernah menemukan kasus unik yang mana anak bimbingan saya itu meneliti adanya leptospirosis dari seorang peternak yang ternaknya tidak pernah dimandikan,â ujar Prof Dr Lucia pada Senin (13/3/2023) dikutip laman UNAIR.
Mekanisme Penularan Bakteri Leptospira
Prof Dr Lucia juga mengatakan, hal itu (kasus peternak, red) bisa terjadi karena kondisi kandang yang tidak dibersihkan dengan baik. Kondisi tersebut, sambungnya, membuat ternak menjadi kotor dan ketika peternak itu berkontak langsung dengan hewan ternaknya maka menyebabkan infeksi leptospirosis.
âKalau dari udara tidak menular, tapi kalau dari luka yang terbuka kemudian makanan dan minuman itu pasti,â tambah Prof Dr Lucia.
Prof Dr Lucia juga menuturkan bahwa leptospirosis tidak menular dari manusia ke manusia lainnya. Hal itu, sambungnya, terjadi karena manusia adalah inang terakhir.
âNamun perlu diwaspadai juga mengingat pada dasarnya penularan antar hewan masih dapat terjadi,â pungkasnya.
Pencegahan Leptospirosis
Perihal pencegahan, Prof Dr Lucia menjelaskan bahwa hal yang perlu diwaspadai adalah kebersihan lingkungan. Terlebih saat musibah banjir. âBudayakan untuk selalu menggunakan sepatu anti-boots, sarung tangan, dan rajin mencuci tangan,â ujarnya.
Pada akhir, Prof Dr Lucia juga berpesan agar mengelola bangkai tikus dengan baik. Hal tersebut, sambungnya, bisa dilakukan dengan membakar atau mengubur.
âDengan demikian diharapkan bangkai tersebut tidak dimakan oleh binatang lain sehingga meminimalisir potensi penyakit yang bisa ditularkan,â pungkasnya.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, kasus leptospirosis pada 2022 tercatat 606 kasus. Tahun ini, terhitung hingga 5 Maret 2023, jumlah kasus leptospirosis tercatat 249 kasus dengan 9 kasus kematian.
Dari total 249 kasus itu, terbanyak ada di Pacitan, yakni 204 kasus dengan 6 kasus kematian, Kabupaten Probolinggo 3 kasus dengan 2 kasus kematian, Gresik 3 kasus, Lumajang 8 kasus, Kota Probolinggo 5 kasus dengan 1 kasus kematian, Sampang 22 kasus, dan Tulungagung 4 kasus.*