Hidayatullah.com–Peristiwa yang tak diinginkan tetapi terkadang tidak bisa dielakkan itu ternyata sangatlah menyiksa, demikian hasil penelitian yang baru-baru ini diluncurkan kepada publik. Umumnya orang beranggapan bahwa perceraian merupakan petaka paling berat dirasakaan sang mantan isteri. Tetapi hasil penelitian itu menunjukkan yang terjadi justru sebaliknya. Ternyata menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Biro Statistik Kanada tersebut, dampak perceraian justru lebih berat dirasakan oleh kaum laki-laki.
Pria usia 20-64 tahun yang pernah mengalami perceraian atau perpisahan sampai enam kali, mengatakan bahwa mereka lebih banyak yang menyatakan diri mereka dirasuki perasaan sangat tertekan, bila dibandingkan mereka yang tetap dalam hubungan pernikahan. Sementara itu perempuan yang sampai mengalami depresi pasca-perceraian jumlahnya 3,5 kali lebih banyak dibandingkan perempuan yang mampu mempertahankan ikatan tali perkawinan mereka.
Pria tampaknya lebih sulit menerima perpisahan, menurut penelitian itu, tanpa memberikan rincian persentase lebih lanjut. Penelitian yang dilaksanakan selama 10 tahun terakhir tersebut mendapati bahwa baik perempuan maupun laki-laki mengalami depresi selama dua tahun pertama perceraian. Akhir dari pernikahan atau hubungan kerap membawa berbagai perubahan drastis dalam hidup. Seperti kesulitan finansial, terutama bagi perempuan dan penurunan dukungan sosial.
Bagi laki-laki, hilangnya peran pengasuhan atau peran sebagai orang tua adalah salah satu dampak perceraian yang paling berat mereka rasakan. Tapi faktor ini tidak dapat menjelaskan mengapa penelitian mendapati angka depresi pasca-cerai laki-laki lebih berat dan lebih banyak dibanding dengan perempuan.
Dan ternyata, masih menurut penelitian tersebut, kesedihan serta stres pasca-cerai berlangsung lumayan lama. Kebanyakan orang yang tertekan akibat perceraian atau perpisahan tidak lagi merasakannya baru setelah melewati fase itu berlalu yaitu empat tahun kemudian. [afp/ans/hidayatullah.com]