Hidayatullah.com– Salah seorang dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) memperoleh hak paten atas karya inovasinya.
Adalah Dr Elpawati. Dosen Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menerima Sertifikat Paten tertanggal 24 April 2018 dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sertifikat diberikan atas temuannya yang berjudul “Komposisi Penghancur Sampah Organik dan Proses Pembuatannya”.
Menurut Elpawati, penelitian ini dilakukannya sejak 2011. Saat itu, dia menerima dana Rp 75 juta dari LP2M UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini dilanjutkan pada 2012 dengan dana dari LIPI sebesar Rp 150 juta.
Belum selesai juga dan terus dihinggapi rasa penasaran, penelitian ini dilanjutkan pada 2013 dan 2014 dengan dana sendiri.
“Pada bulan Desember 2014, riset selesai dan diusulkan ke PATEN. 3 tahun 4 bulan, akhirnya keluar sertifikat paten,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (26/04/2018) lansir Kementerian Agama.
Menurut Elpawati, latar belakang penelitian ini sederhana. Dia ingin menciptakan penghancur sampah organik sendiri, dari mikroorganisme yang berasal dari lingkungan sendiri, bukan dari negara lain.
“Penghancur sampah organik ini terdiri dari bakteri dan jamur, yang berperan untuk mempercepat dekomposisi (penghancur) sampah organik. Selain menghancurkan sampah organik juga berfungsi sebagai pupuk cair, karena bila disiramkan ke dalam media tanam dapat meningkatkan penyerapan unsur hara di dalam tanah. Itu yang berbeda dengan negara lain,” paparnya.
“Temuan ini akan diikutkan pada pameran menyambut Hari Kekayaan Intelektual Internasional di Monas (Jakarta), hari ini,” lanjutnya.
Prestasi dosen PTKIN ini diapresiasi Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Arskal Salim GP.
“Selamat dan apresiasi yang setinggi-tingginya atas pencapaian ini. Saya tahu prosesnya cukup panjang dan berliku,” ujar Arskal yang pernah menjadi Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah saat Elpawati melaksanakan risetnya.
“Semoga capaian ini dapat menjadi contoh yang baik bagi dosen PTKIN lainnya untuk mendapatkan hak paten dan merasa percaya diri bahwa dosen PTKIN juga dapat meraih hak paten.
Sertifikat paten ini dapat pula memberi motivasi sehingga bermunculan lebih banyak lagi riset-riset yang mempunyai implikasi paten di masa depan, bukan sekadar publikasi,” harapnya.
Hal sama disampaikan Sesditjen Pendidikan Islam M Ishom. Dia berharap capaian prestisius diikuti temuan lainnya. Dia mendorong Diktis ke depan daat menyusun direktori HAKI PTKIN.
Baca: Mengenal EM-10, Bahan Penghancur Sampah Karya Dosen Muslimah
“Dengan adanya direktori Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di PTKIN, maka kita mempunyai data yang lebih lengkap, termasuk di dalamnya hak paten. Keilmuan apa saja yang tercatat dalam HAKI akan diketahui dan dapat dikembangkan lebih lanjut melalui kebijakan,” ujarnya.
Kasubdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Suwendi, mengatakan, Elpawati adalah penerima Sertifikat Paten pertama di lingkungan PTKI.
Sementara Kasi Penelitian dan Pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual, Diktis Mahrus, mengatakan, saat ini sudah lebih 1.000 dosen PTKI yang memiliki hak kekayaan intelektual. Namun, untuk pemilik hak paten, Elpawati adalah yang pertama.*