Ia memulai belajar di usia hampir kepala empat, itupun setelah dicaci sebagai “orang bodoh”. Karena kegigihannya, ia menjadi ulama, dan telah menulis 17 karya tulis
Hidayatullah.com | KHALID bin Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Ahmad al-Jarjawi atau masyhur dikenal dengan nama Syeikh Khalid al-Azhari memiliki kisah yang menakjubkan dalam hidupnya.
Perjalanan hidupnya sangat menginspirasi. Beragam kesulitan dan tantangan berhasil dilewati.
Khalid lahir di Jarjah, sebuah kota kecil di kawasan Mesir Hulu. Ia Khalid lahir dari keluarga yang kurang mampu.
Saat masih usia kanak-anak, ia bersama kedua orang tuanya pindah ke Kairo untuk mencari penghidupan. Meskipun lahir dari keluarga yang kurang mampu, Khalid tak patah semangat untuk belajar.
Kepindahannya ke Kairo membawa hikmah tersendiri. Di sana, ia menghafal al-Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama dari ulama-ulama terkemuka. Di antara kitab-kitab yang ia pelajari ialah al-Umdah dan Mukhtasar Abi Syuja’.
Saat remaja ia pindah ke al-Azhar untuk bekerja. Sebenarnya Khalid tak mau bekerja dan ingin sekali belajar al-Qur’an, bahasa Arab, dan ilmu agama di sana, namun karena kondisi ekonomi keluarga yang tak memungkinkan, ia pun terpaksa harus bekerja menghidupi keluarganya.
Di al-Azhar Khalid bekerja sebagai waqqad. Waqqad bertugas menyalakan lentera (lampu gantung yang menghiasi langit-langit masjid al-Azhar saat petang tiba). Namun siapa sangka, pekerjaannya tersebut menjadi wasilah Allah mengangkat derajatnya dan memuliakannya.
Suatu ketika saat Khalid sedang bekerja, menyalakan lentera yang tergantung di langit-langit masjid. Tanpa sengaja, saat menyalakan lentera, sebagian kecil sumbu terjatuh dan mengenai sebuah buku milik salah seorang pelajar al-Azhar.
Melihat bukunya ternodai, pelajar tersebut naik pitam dan mencacinya. “Kau bodoh, seaindainya kau mau belajar (alih-alih bekerja) kau tidak akan sebodoh ini.”
Khalid merasa sedih dan menyesal. Ia meminta maaf kepada pemuda tersebut dan memberikan uang delapan dinar sebagai ganti, tetapi pemuda itu hanya mengambil setengahnya.
Akhirnya, setelah kejadian tersebut ia memutuskan untuk berhenti bekerja dan memulai kehidupan baru sebagai pelajar di Masjid al-Azhar. Ia menggunakan sisa 4 dinar miliknya untuk mendaftarkan diri sebagai pelajar.
Ia benar-benar yakin dan istiqamah di usianya yang tak lagi muda untuk mulai belajar. Saat itu, usianya sudah 36 tahun, lebih tua dari pelajar pelajar lainnya.
Namun keterbatasan usia tak menghalangi kegigihan Khalid menuntut ilmu. Dalam perjalanan, ia dikenal sebagai murid yang sangat cerdas dan rajin.
Padahal di usianya yang sudah hampir menginjak kepala empat, biasanya orang-orang mengalami kesulitan menghafal dan belajar. Namun Khalid membuktikan bahwa selama berusaha tidak akan ada yang mustahil.
Bahkan perkembangan belajarnya begitu cepat dibandingkan murid-murid lainnya. Hingga akhirnya ia lulus Al-Azhar dan menjadi seorang ulama.
Tak hanya itu, ia juga ditunjuk untuk mengajar di berbagai madrasah dan khanqah/khaniqah (pondok para sufi). Bahkan masyhur tersemat di belakang namanya al-Azhari.
Hal ini tak lain dikarenakan tingginya keilmuan yang dimilikinya serta ditunjuknya ia sebagai salah satu ulama al-Azhar, dimana tak sembarang orang disematkan julukan al-Azhari dibelakang namanya.
Syiekh Khalid merupakan sesosok ulama yang berbakat dan multitalenta. Beliau menguasai beragam disiplin keilmuan, utamanya Bahasa dan Sastra Arab, hingga mendapatkan julukan an-Nahwi (Ahli Nahwu atau Gramatikal Arab).
Beliau juga merupakan pakar dalam ilmu mantiq (logika), ilmu usul fikih, dan ilmu qira’at. Beliau juga merupakan seorang ulama yang wara’ dan rendah hati.
Bahkan hal ini telah ditunjukkannya sedari ia masih kecil, berkat didikan orang tuanya. Hingga masa wafatnya, Syeikh Khalid telah mengarang beberapa karya tulis yang saat ini masih dikaji dan dipelajari oleh para murid yang sedang meniti ilmu di negeri para nabi.
Di antaranya yang paling terkenal ialah Syarh al-Ajurumiyyah, Muqaddimah al-Azhariyyah, dan Syarh Burdah. Ketiganya bahkan hingga saat ini masih terus dicetak ulang. Tidak kurang 17 karya tulis telah beliau buat.
Sebelum wafat, Syeikh Khalid pergi ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Hingga akhirnya selepas kembali ke tanah airnya, Mesir, beliau wafat tanggal 19 Muharram 905 H / 20 Agustus 1499 M dan dimakamkan di sana.*/ppmimesir, diambil dari mukaddimah kitab “Syarh al-Ajurumiyyah” karangan Syeikh Khalid al-Azhari dan disertasi berjudul “asy-Syaikh Khalid al-Azhari wa Juhuduhu an-Nahwiyyah” oleh Amani Abdul Rahim Abdullah Halwani.