Hidayatullah.com | “Assalamualaikum Nabilah. Eh, kamu kurusan ya sekarang. Kamu nggak bahagia yaa? Hehehe, nggak, bercanda. Habis kata orang, kalau kita kurus berarti nggak bahagia.”
“Hi, ini anakmu ya? Loh kok nggak mirip sih. Ayahnya kan putih, kok anakmu hitam?”
“Eh, kamu kapan nikah? Yang lain udah pada sebar undangan loh, undanganmu kapan?”
“Alhamdulillah, akhirnya kamu hamil juga. Loh, belum? Habis, kamu gendutan sih sekarang, kirain udah hamil.”
***
Kalimat-kalimat di atas, merupakan beberapa contoh dari tindakan body shaming yang sangat sering kita jumpai atau mungkin kita alami dalam kehidupan sehari-sehari. Body shaming adalah tindakan mengomentari kekurangan bentuk fisik seseorang. Ia dilontarkan dengan maksud basa-basi atau sekedar simpati, tapi tanpa kita sadari, ternyata menyakiti.
Meski bukan kontak fisik yang merugikan, namun body shaming sudah termasuk jenis pembullyan secara verbal atau lewat kata-kata. Bahkan dalam komunikasi sehari-hari tidak jarang terselip kalimat candaan yang berujung pada body shaming.
Survei terhadap 2.000 orang berusia 13-64 tahun menemukan bahwa 94 persen remaja perempuan pernah mengalami body shaming, sementara remaja laki-laki hanya 64 persen. Ironisnya, perlakuan body shaming kerap kali datang dari sesama wanita.
Lebih menyedihkannya lagi, body shaming justru lebih sering dilakukan oleh orang-orang terdekat. Entah itu keluarga, kerabat, rekan sekantor ataupun teman.
Dampak Buruk Body Shaming
1. Menutup Diri
Periaku body shaming dapat menjadikan seseorang semakin merasa tidak aman dan tidak nyaman terhadap penampilan fisiknya dan mulai menutup diri baik terhadap lingkungan maupun orang-orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan body shaming dapat bedampak pada pola pikir yang negatif pada seseorang.
Hasil penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa kehilangan kepercayaan diri dan merasa tidak aman adalah dua hal yang tak terpisahkan sebagai dampak dari body shaming. Kecuali bagi mereka yang sejak awal telah memiliki citra positif terhadap tubuhnya, dimana body shaming tidak berdampak buruk bagi kondisi psikologisnya.
2. Gangguan Pola Makan
Akibat paling parah dari body shaming terhadap para wanita adalah timbulnya gangguan pola makan yang berbahaya seperti anoreksia dan bulimia. Body shaming juga bisa memicu orang menjalani diet dan olahraga ekstrem di luar batas kemampuan mereka.
3. Depresi
Lebih parahnya lagi, body shaming berpotensi mengganggu kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan akut. Dalam sebuah survei, 2 dari 5 wanita mengaku ingin operasi plastik demi mengubah penampilan fisiknya secara permanen akibat terus diolok-olok.
Begitu bahayanya dampak body shaming, pelaku yang berbuat pun bisa dijerat Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Seperti dikutip dari CNN Indonesia, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan mengatakan korban body shaming bisa melaporkan perbuatan body shaming ke kepolisian.
Disebutkan bahwa pelaku penghinaan (termasuk body shaming) di media sosial dapat dijerat dengan pasal 27 ayat 3 (jo), pasal 45 ayat 3 (jo) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kini menjadi UU No 19 Tahun 2016. Ancaman hukumannya tidak main-main, bisa penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat kita perlu untuk menjaga kenyamanan dengan saling menghargai kekurangan satu sama lain dan menghindari ucapan dan/atau tindakan yang mengusik kenyamanan orang-orang disekitar kita dengan tidak melakukan body shaming atau menganggap body shaming hanya sebagai candaan semata.
Bukankah Rasulullah ﷺ sang suri tauladan kita, telah berspesan dalam kitab hadits ‘Arba’in Nawawi untuk pentingnya menjaga lisa dalam kehidupan setiap hari. Beliau bersabda: “qul khoiron au liyasmut.” yang artinya “berkatalah yang baik atau jika tidak bisa berkata yang baik-baik diamlah”. Hadits tersebut mengingatkan kita untuk selalu menjaga lisan kita.
Selain itu, kita juga perlu untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri masing-masing agar tidak dicemaskan (insecure) ketika mengalami body shaming dari lingkungan sekitar, karena dengan demikian seseorang tidak membiarkan dirinya dikontrol oleh orang lain./*Mustabsyirah, pengajar di SMH Putri Balikpapan