JIKA seseorang mati, kemudian Allah Ta’ala membiarkan lisan orang-orang Mukmin menyebutnya baik, memujinya dengan sebutan-sebutan yang benar, serta ucapan-ucapan baik lainnya, kuat diduga bahwa dia memang orang baik. Tidak bisa dipungkiri, jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menjadikan lisan-lisan kaum Mukmin memujinya dengan baik, dan dalam hati mereka ada cinta kepadanya.
Allah Ta`ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanankan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Maryam: 96).
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memanggil Jibril dan berfirman, ‘Sungguh Allah mencintai si anu, maka cintailah ia olehmu.’ Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian diserukan di seantero langit, `Sungguh Allah mencintai si fulan, maka cintailah ia.’ Dan seluruh penghuni langit pun mencintainya, kemudian ia pun diterima bumi.” Dan hal yang serupa juga disebutkan berkenaan dengan kebencian. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kita mendengar tentang para ulama, ahli hadist, pedagang, bahkan orang-orang biasa di zaman dulu yang mendapat pujian serta simpati dari banyak orang. Terlihat iring-iringan dalam jumlah besar mengikuti prosesi pamakaman jenazah mereka, bahkan ribuan orang hadir melayatnya. Barangkali Allah memperbanyak jumlah pelayatnya itu dengan menghadirkan malaikat dan jin. Bahkan mungkin saat ribuan orang hadir mengantarkan jenazahnya, dari arah langit akan terdengar kegaduhan.
Syaikh al-`Allamah Syamsuddin Abu al-Faraj Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib al-Maqdisi pernah bercerita: “Aku sering mendengar kegaduhan datang dari arah langit mengiringi kematian sejumlah orang, seperti kegaduhan manusia.” Ia juga bercerita, “Sejumlah sahabatku telah menceritakan kepadaku bahwa mereka mendengar suara gaduh yang datang dari arah langit mengiringi jenazah orang-orang yang diyakini kesalehannya.” Wallah Ta’ala a`lam.
Muhammad bin Yazid ar-Rifai berkata, “Umar bin Qais al-Mala’i wafat di salah satu daerah Persia, maka saat itu pun orang-orang berkumpul menghadiri jenazahnya, tak terhitung jumlahnya. Tapi saat selesai dikebumikan, tak seorang pun tampak di sana” (Diceritakan oleh Qasim bin Ashbagh dari Ahmad bin Juhair).
Anas bin Malik r.a. bercerita, “Suatu hari, satu rombongan pembawa jenazah melintas, kemudian orang-orang memuji kebaikan jenazah itu. Mendengar itu Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, ‘Pasti.’ Lalu satu rombongan lain yang mengusung jenazah juga melintas, dan orang-orang menyebut-nyebutnya keburukannya. Maka Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, `Pasti.’ Karena penasaran, Umar r.a. lalu bertanya, `Demi Bapak Ibuku wahai Rasulullah, saat melintas satu rombongan yang membawa jenazah lalu orang-orang memujinya dengan kebaikan, engkau berkata, pasti. Kemudian melintas pula rombongan lain yang juga mengusung jenazah, dan orang-orang menyebut-nyebut dengan keburukan, dan engkau pun berkata, pasti.’ Rasulullah pun berkata, `Orang yang kalian puji dengan kebaikan, pasti baginya surga. Dan orang yang kalian sebut-sebut dengan keburukan, pasti baginya neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi ini, kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi ini…’ Beliau mengatakan itu sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam redaksi lain yang diriwayatkan Bukhari disebutkan, “…kemudian dikatakan kepada beliau, ‘Ya Rasulullah, bagi yang ini engkau berkata pasti, dan bagi yang itu engkau juga berkata pasti?’ Maka Rasulullah berkata, `Orang-orang Mukmin itu adalah para saksi-saksi Allah di bumi.”*
Dikutip dari buku Pelipur Lara Mereka yang Tertimpa Musibah karya Imam Ibn Muhammad al-Manbaji.