Oleh: Mohammad Ramli
KURIKULUM merupakan elemen yang penting dalam institusi pendidikan, ia merupakan interpretasi dari visi, misi, dan tujuan sebuah pendidikan. Mau dibawa kemana pendidikan di Indonesia yang mayoritas Islam, maka indikatornya bisa terlihat sejauh mana kurikulum yang diterapkan.
Tulisan ini tak bermaksud untuk mengembalikan keadaan sama persis seperti zamannya Rasulullah dalam mendidik para Sahabat. Sebab zaman yang terus bergulir adalah sunnatullah kehidupan. Namun kita dapat mengambil hikmah, uswah, dan spirit dari pendidikan Rasulullah.
Fase Makkah
Pertama, materi pendidikan tauhid, difokuskan untuk memurnikan ajaran agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, yang telah diselewengkan oleh masyarakat jahiliah. Secara teoritis, intisari ajaran tauhid terdapat terdapat dalam surat al-Fatihah ayat 1-7, dan surat al-Ikhlas ayat 1-5.
Secara praktis, pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang bijaksana, menuntun akal pikiran dengan mengajak umatnya untuk membaca, memerhatikan dan memikirkan kekuasaan Allah dan hakikat manusia.
Mahmud Yunus, tokoh pendidikan Indonesia, menjelaskan bahwa pendidikan tauhid dan keimanan dikenal dengan beriman kepada Allah, Rasul-rasul Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, beriman kepada hari akhir (hari pembalasan), amal baik dibalas dengan kebakan, amal buruk dibalas dengan siksa. Dan beriman kepada qadha’ dan qadar-Nya.
Materi pendidikan tauhid merupakan posisi yang paling mendasar. Lamanya dakwah Rasulullah menunjukkan bahwa pendidikan aqidah, tauhid atau keimanan merupakan materi pertama yang harus diajarkan kepada anak didik.
Kedua, materi pengajaran al-Qur’an. Pada awal turunnya al-Qur’an, para sahabat mempelajari al-Qur’an di rumah-rumah, seperti di rumah Arqam bin Arqam. Mereka berkumpul membaca al-Quran, memahami setiap kandungannya dengan cara mentadarrusinya secara sembunyi-sembunyi.
Ketiga, pendidikan ibadah. Amal ibadah yang diperintahkan di Makkah ialah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah, ungkapan syukur, membersihkan jiwa, dan menghubungkan hati kepada Allah.
Adapun pelaksanaan zakat pada periode Makkah masih berupa sedekah kepada fakir miskin. Barulah setelah di Madinah perintah itu lebih terperinci dengan baik.
Keempat, pendidikan akhlak. Nabi menganjurkan penduduk Makkah yang telah masuk Islam agar melaksanakan akhlak yang baik, seperti adil, menepati janji, pemaaf, tawakkal, bersyukur atas nikmat Allah, tolong menolong, berbuat baik kepada ibu-bapak, dan meninggalkan akhlak yang buruk.
Fase Madinah
Pada fase ini, materi yang diajarkan lebih kompleks dan terperinci dibandingkan pada fase Makkah. Intisari pendidikan yang diterapkan Nabi di Madinah dapat diklasifikasi sebagai berikut.
Pertama, pendidikan keimanan lebih terperinci daripada periode Madinah dengan penjelasan al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasulullah dan hadits Nabi.
Kedua, pendidikan ibadah. Pada periode ini materinya ditambah selain shalat lima waktu yang diperintahkan dan diajarkan di Makkah. Kemudian ditambah dengan shalat Jum’at, shalat-shalat sunnah seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Shalat dianjurkan tepat waktu, sehingga ia menjadi tiang agama. Ibadah puasa diperintahkan di Madinah pada tahun 2 Hijrah (632 M) yaitu puasa di bulan ramadhan. Ibadah haji diperintahkan pada tahun 6 H. Sementara ibadah zakat lebih terperinci lagi, semisal orang-orang yang berhak menerima zakat, syarat dan ketentuannya.
Ketiga, pendidikan akhlak. Berlaku jujur, adil, tidak sombong. Pendidikan yang diberikan di Madinah lebih terperinci lagi pada periode Madinah, seperti adab masuk rumah, adab berbicara, bertetangga, bergaul dengan masyarakat dan lain-lain.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Keempat, pendidikan kesehatan (jasmani), baik melalui hikmah dan implikasi ibadah maupun melalui gerak fisik. Secara khusus seperti yang dijelaskan oleh Bukhari Umar, M,Ag. Dalam bukunya Hadits Tarbawi, bahwa pendidikan jasmani yang diajarkan Rasulullah adalah memanah, berkuda, berenang, menjaga pola makan, dan menjaga kebersihan.
Kelima, pendidikan kemasyarakatan/sosial. Seperti: ukhuwah, saling mencintai, saling membantu dan menolong.
Jika dianalisa, maka struktur kurikulum atau materi pendidikan yang utama dan yang paling utama adalah:
Pertama, pendidikan tauhid, pendidikan al-Qur’an (membaca, menulis, mentadabburi), pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial, pendidikan jasmani, dan pendidikan bahasa, sebagaimana yang diperintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Yahudi.
Adapun perkembangannya pada masa Khulafa ar-Rasyidin, Bani Umayyah dan Abbasiyah, insya Allah akan ditulis selanjutnya.*
Penulis adalah Guru Madrasah di Batam, Kepri