Sambungan artikel PERTAMA
Menurut saya (yakni Imam Al-Aini): Semoga tidak terjadi seorang jahil (bodoh) menduduki jabatan meski tanpa suap karena mungkin saja ia adalah seorang yang taat beragama (dayyinan) yang memberikan fatwa dalam hal yang tidak diketahuinya, dan musibah terbesar adalah seorang jahil (bodoh) yang menduduki jabatan dengan suap (risywah) sementara Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam melaknat penyuap dan yang disuap, sebagaimana tertera dalam hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Amr bin Al-Ash. Dan tidak diragukan lagi bahwa seorang yang dilaknat Allah dilaknat pula oleh Rasulullah.
Dan musibah terbesar adalah bahwa negeri mesir yang merupakan tahta Islam tidaklah dikepalai oleh hakim, penguasa ataupun pemangku jabatan apapun kecuali dengan suap, padahal prilaku suap ini tidaklah ada di negeri Ruum ataupun di negeri ‘ajam (non-Arab). (Umdatul Qori, Juz 23 Hal 83-4).
Delivery Amanah Dakwah
Dari penjelasan yang dikutip dari kitab turats diatas teranglah bahwa amanah mencakup hampir segala hal dalam kehidupan seorang insan manusia. Dalam kesempatan ini yang hendak penulis sorot adalah seringnya penyia-nyiaan amanah dalam lingkup dakwah atau dalam istilah yang meminjam ungkapan dunia bisnis modern sekarang tidak terdelivery -nya amanah dakwah. Terkadang (atau mungkin cukup sering) amanah dakwah diambil oleh pemangku dakwah tanpa benar-benar ada niat untuk menunaikannya secara sebaik-baiknya.
Tentu kita sadari bahwa mustahil bagi seorang insan yang dhoif untuk dapat memenuhi amanah dakwah 100 persen (miyyah bil miyyah) hal ini dimaklumi bersama. Namun seringkali non-delivery amanahnya bukan disebabkan hal-hal yang syar’i diluar jangkauan kemampuan insan manusia melainkan dikarenakan hal-hal sepele yang seharusnya dapat dihindari seperti kurang koordinasi, kurang komunikasi, kurang manajemen waktu, atau kurang peduli (concern) dan kurang komitmen pada hasil syuro dan serangkaian sebab-sebab yang masih dapat dihindari. Tentu dakwah bukanlah proyek bisnis sehingga tidak mesti dievaluasi secara ‘keras’, namun ia bukan pula hiburan yang boleh dikerjakan asal jadi dan sambil lalu saja.
Baik diakui atau tidak, keterpurukan umat Islam masa kontemporer kini di lingkup global maupun lingkup berbangsa dan bernegara adalah utamanya disebabkan oleh non delivery (baca: tidak ada atau minimnya pemenuhan) amanah dalam segala bidang kehidupan (ekonomi, sosial, politik, dsb) tidak hanya dakwah. Ini meskipun telah berjuta untaian kata dilontarkan dalam ceramah-ceramah di berbagai penjuru negeri-negeri muslim di tingkat terendah sekalipun Rt/Rw maupun desa.
Tradisi khutbah atau ceramah yang mendarah daging ini agaknya ‘kalah’ jauh dengan tradisi action ala negeri-negeri maju di Barat atau Timur semacam Jerman, Jepang, dan lainnya.
Demikianlah adanya, meski pengetahuan tentang amanah ini bukan tidak diketahui namun seringkali sekedar lips service yang indah di lisan. Dalam sebuah percakapan dengan seorang dokter asal Teluk dengan tanpa malu-malu ia mengatakan bahwa orang Mesir, Palestina, Teluk dan bahkan digeneralisir olehnya semua Arab tidaklah amanah. Tentu sebagai insan yang kritis kita tidak bisa menerima generalisir semacam ini, namun faktanya di lapangan bahwa muslim secara umum (mungkin termasuk Indonesia) dan juga bangsa Arab khususnya mayoritas (50%+1 atau lebih) banyak seperti yang diungkap dalam hadits itu yakni ada yang suka menyia-nyiakan amanah.
Dalam kutipan dari Imam Badruddin al-Aini (762-855H) dalam kitab syarahnya diatas telah dengan terang menyebut praktek korupsi (baca: salah satu bentuk penyelewengan amanah) di negeri Mesir di masa beliau rahimahullah, maka bagaimana di masa modern saat ini yang kita ketahui dilanda perampasan amanah (baca: kudeta) dan bobroknya institusi-institusi eksekutif, legislatif dan yudikatifnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tidaklah heran mayoritas negeri-negeri muslim cenderung tergolong negara gagal (failed states) karena tingginya korupsi, nepotisme keluarga dan berbagai bentuk penyia-nyiaan amanah lainnya.
Kita sebagai para dai tentulah bukan malaikat, namun bisa mulai belajar menunaikan amanah lebih baik terutama dengan meminimalisir error karena masalah sepele seperti diatas. Tentulah khayal bila kita berharap negeri dan masyarakat yang amanah sementara penyeru-penyeru dakwahnya pun belum berusaha memenuhi amanah sebaik mungkin. Penutup kata uraian singkat nasehat ini (terutama bagi penulis sendiri) bolehlah kita men-challenge diri kita sendiri untuk belajar delivery amanah dari bisnis-bisnis modern saat ini. Action kita menentukan masa depan umat ini.*/Ady C. Effendy, penulis ‘To Be Successful Muslim Youth’