TOLERANSI Islam pada tempat-tempat ibadah agama lain tak perlu diragukan. Bagi yang menelaah dengan baik nilai-nilai Islam berikut sejarah gemilangnya maka akan menemukan betapa indahnya tasamuh Islam pada tempat ibadah umat lain. Keindahan ini tidak lain adalah bagian dari nilai yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Toleransi kepada tempat ibadah tak hanya berhenti saat damai, bahkan ketika dalam perang pun beliau selalu mewanti untuk tidak merusak tempat ibadah. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِذَا بَعَثَ جُيُوْشَهُ قَالَ: اُخْرُجُوْا بِاسْمِ اللهِ تُقَاتِلُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، لاَ تَغْدِرُوْا، وَ لاَ تَغُلُّوْا وَ لاَ تَمَثِّلُوْا وَ لاَ تَقْتُلُوا اْلوِلْدَانَ. وَ لاَ اَصْحَابَ الصَّوَامِعِ. احمد
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus tentaranya, beliau bersabda: ‘Berangkatlah dengan nama Allah, berperanglah di jalan Allah terhadap orang-orang yang kufur kepada Allah, jangan melampaui batas, jangan berkhianat, jangan mencincang dan jangan membunuh anak-anak serta penghuni-penghuni gereja (orang-orang yang sedang beribadah)’.” (HR. Ahmad)
Nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya berhenti sampai pada masa beliau. Para sahabat setelahnya juga meneladaninya dengan sangat baik. Sebagai contoh; saat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengirim pasukan Usamah bin Zaid, salah satu nasihatnya adalah jangan membunuh anak, wanita, orang lanjut usia dan tidak boleh mengganggu orang yang sedang mengabdikan diri di biara [tempat ibadah] (Abdul Wahhab An-Najjar, al-Khulafâ al-Râsyidûn, 39)
Demikian juga pada masa Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Di antara kandungan perjanjian Aelia yang dicanangkan beliau adalah menjamin keamanan pemeluk, peribadatan dan gereja mereka. Mereka sama sekali tidak dipaksa masuk Islam. (Abbas Mahmud Aqqad, ‘Abqariyah ‘Umar, 121, 122)
Masih dalam masa Umar bin Khattab radhiyallah ‘anhu ada tulisan mengesankan terkait toleransi Islam. Dikisahkan bahwa Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu saat memasuki Mesir begitu toleran. Beliau memiliki kebijakan yang baik terhadap orang Mesir non-Muslim. Salah satu contohnya, beliau pernah memberi perlindungan kepada Patriark Benjamin dan mengembalikannya pada kedudukan semula setelah 13 tahun lamanya dipecat oleh Bizantium Romawi. Bahkan, beliau mengizinkannya mengelola urusan agama dan administrasi gereja. (Idris El Hareir, The Spread of Islam Throughout the World, 233)
Tidak berlebihan jika Syeikh Yusuf al-Qardhawi memberikan catatan menarik dalam buku berjudul “al-Aqalliyaat al-Dîniyyah wa al-Hall al-Islaami” (13) bahwa sejak masa khulafaur rasyidun, orang Yahudi dan Nashrani bisa menunaikan ibadah dan syiar mereka dengan penuh kebebasan dan aman. Itu tercatat dalam perjanjian-perjanjian yang ditulis di masa Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Salah satu kisah menarik lain yang bisa diangkat di sini adalah kisah Walid bin Abdul Malik yang mengambil gereja Nasrani untuk perluasan masjid. Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, orang-orang Nashrani mengadu kepada beliau apa yang dilakukan oleh Walid terhadap gereja mereka. Lantas ia menulis mandat kepada petugasnya untuk mengembalikan apa yang pernah diambil Walid.
Bahkan “Tembok Ratapan” (yang merupakan bagian penting yang dijadikan tempat ritual Yahudi di Yerusalem saat ini) yang dulunya tertimbun bangunan, saat Khalifah Utsmani Sulaiman Al-Qanuni tahu hal itu, beliau mengutus Gubernur Al-Quds untuk membersihkannya dan mengizinkan orang Yahudi untuk menziarahinya. (Shâlih bin Husain al-‘Aabid, Huqûq Ghair al-Muslimîn fii Bilâdi al-Islâm, 22-31)
Dari berbagai bukti sejarah tersebut, nyatalah bahwa Islam sangat toleran dengan tempat ibadah agama lain. Jika ada orang yang mengaku Islam tapi melakukan teror di tempat-tempat ibadah agama lain, maka perlu dipersoalkan keislamannya. Karena, Islam sesungguhnya agama yang penuh rahmat dan tasamuh.
Pengeboman di gereja baru-baru ini yang merenggut nyawa banyak orang jelaslah bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Maka, untuk menyikapi peristiwa yang sungguh menyayat hati ini, para penganut agama seyogianya bersatu, tidak mencari kambing hitam agama, dan mendukung aparat agar segera diselesaikan.
Kita memang sedih dengan kejadian memilukan ini, namun di saat yang sama, jangan sampai mau diadu domba atau termakan fitnah oleh pihak yang “berkepintangan” terhadap pengeboman ini, agar persatuan dan kesatuan bangsa tidak terkoyak.*/Mahmud Budi Setiawan