“Kiamat tidak akan terjadi,” kata Nabi dalam salah satu haditsnya, “sampai kalian memerangi sekolompok orang yang sendalnya terbuat dari rambut, dan memerangi bangsa Turk, yang mana mereka bermata sipit, berwajah kemerah-merahan, berhidung pesek, wajah mereka berbentuk perisai yang bundar.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain riwayat Ahmad dan Ibnu Majah disebutkan, “Kiamat tidak akan terjadi hingga kalian memerangi suatu bangsa bermata sipit, bermuka lebar, bermata hitam, muka mereka seperti perisai, memakai sepatu bulu, membawa perisai dan mereka menambatkan kuanya di pohon kurma.”
Siapakah yang dimaksud dengan sekelompok orang yang bermata sipit, berwajah kemerah-merahan, berhidung pesek dan wajahnya seperti perisai bundar?
Terkait hadits itu, Imam Nawawy (Syarh Shahih Muslim, XVIII/38) berpendapat, bahwa tanda-tanda itu ada pada zamannya. Umat Islam beberapa kali berperang dengan mereka. Pendapat ini menunjukkan bahwa yang dipahami dengan mata sipit di sini adalah bangsa Mongol yang menyerbu umat Islam hingga meruntuhkan Baghdad sampai akhirnya tumbang di pertempuran Ainun Jalut.
Penyebutan kata “al-Turk” dalam hadits tersebut tidak selalu merujuk kepada bangsa Turki, namun itu adalah terkait dengan ras yang memiliki tanda-tanda seperti yang disebutkan dalam hadits tadi. Karena, pada dasarnya ras al-Turk itu ada banyak jenisnya. (Badruddin Ayni, XIV/200).
Dalam hadits lain disebutkan:
فَإِذَا كَانَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ جَاءَ بَنُو قَنْطُورَاءَ عِرَاضُ الْوُجُوهِ صِغَارُ الْأَعْيُنِ حَتَّى يَنْزِلُوا عَلَى شَطِّ النَّهْرِ فَيَتَفَرَّقُ أَهْلُهَا ثَلَاثَ فِرَقٍ فِرْقَةٌ يَأْخُذُونَ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَالْبَرِّيَّةِ وَهَلَكُوا وَفِرْقَةٌ يَأْخُذُونَ لِأَنْفُسِهِمْ وَكَفَرُوا وَفِرْقَةٌ يَجْعَلُونَ ذَرَارِيَّهُمْ خَلْفَ ظُهُورِهِمْ وَيُقَاتِلُونَهُمْ وَهُمْ الشُّهَدَاءُ
“Di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang bernama Qanthura, wajah mereka lebar dan matanya sipit, hingga kaum itu sampai ke daerah tepian sungai lalu para penduduknya pecah menjadi tiga kelompok; satu kelompok pergi mengikuti ekor sapi dan binatang ternak (pergi ke tempat yang jauh dengan membawa binatang ternak mereka untuk bercocok tanam) hingga mereka hancur. Satu kelompok mengambil untuk keamanan mereka (mengajukan atau menerima jaminan keamanan dari bani Qanthura) hingga akhirnya menjadi kafir. Dan satu kelompok melindungi anak dan istri mereka dan berperang melawan musuh (Bani Qanthura) hingga mereka mati sebagai syuhada.” (HR. Abu Dawud)
Bani Qanthura dalam kitab “Mirqāt al-Mafātih” (VIII/3408) karya Tibrizi adalah hamba sahaya Ibrahim yang melahirkan melahirkan anak-anak keturunan seperti Bangsa Turk dan China.
Selain itu beliau juga memberi catatan, “Barangkali yang dimaksud dengan apa yang diprediksi dalam hadits adalah perang yang terjadi pada masa sekarang antara bangsa Turk dan muslimin. Lebih dekat lagi, itu adalah isyarat pada masalah Jengis Khan dengan segala kerusakan yang dibuatnya khususnya di Baghdad.”
Baca: Ketika Pasukan Tartar Mejadikan Buku Para Ulama Tempat Penyebrangan
Di hadits lain tanda-tanda itu juga merupakan ciri-ciri dari Ya’juj dan Ma’juj. Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan, “Sesunguhnya kalian senantiasa akan berperang dengan musuh hingga kedatangn Ya’juj dan Ma’juj, wajahnya bundar, bermata sipit, jambul rambutnya berwarna putih, mereka turun dari tempat yang tinggi, wajah mereka seperti perisai yang ditempa (tebal dank eras).”
Dalam buku “al-Mausū’ah fī al-Fitan wa al-Malāhim wa Asyrāthi al-Sā’ah” (2006: 801), Dr. Muhammad Ahmad al-Mubayyadh memberi komentar bahwa hadits itu menjelaskan beberapa ciri Ya’juj dan Ma’juj yang sesuai dengan ciri-ciri bangsa Mongolia, Tatar dan Turk yang terdapat dalam banyak hadits Nabi. Hadits hanya cocok pada penghuni pegunungan di Mansyuria, Mongolia, tepu Siberia dan Asia Tengah.
Apa semua ciri itu ada kaitannya dengan bangsa China? Wallahu a’lam. Tapi, ada penjelasan menarik dari Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidi dalam buku “Ma’a Qashashi al-Sābiqīn fī al-Qur`ān” (1989: 291-292). Kata beliau, Ya’juj dan Ma’juj adalah penduduk China, Korea, Mongolia, Tibet, Turkistan dan lainnya. “China saja,” katanya, “sudah terhitung sebagai bahaya yang langsung bagi masa depan Eropa, Amerika dan Arab dari segi jumlahnya.”
Dalam waktu yang sama beliau bertanya, “Apa yang akan terjadi di masa depan? Berapa jumlah mereka? Apa yang akan mereka lakukan di dunia ketika pergi ke berbagai negeri? Apa yang terjadi ketika terjadi ledakan penduduk yang sebegitu besar?”
Seperti yang maklum diketahui –bukan bermaksud mendiskreditkan bangsa tertentu—China merupakan kekuata besar di Asia yang berpotensi menghegemoni dunia dengan segenap kekuatan dan jumlah penduduk yang dimilikinya.
Meski demikian, beliau tetap memberi catatan bahwa meski ciri-ciri yang disebutkan mengenai Ya’juj dan Ma’juj mirip bangsa China, namun Ya’juj wa Ma’juj yang dijanjikan Rasulullah bukanlah sebagaimana sekarang karena mereka masih dalam kurungan.
Ada juga yang berpendapat –seperti Khair Ramdhan– bahwa yang dimaksud dengan Ya’juj dan Ma’juj tidak merujuk pada bangsa tertentu tapi adalah ciri umum yang sesuai bagi setiap bangsa yang perusak dan penghancur.
Dari beberapa keterangan hadits dan ulama, bangsa berkulit sipit yang disabdakan Nabi ada yang sudah terjadi –seperti serangan Jengisk Khan dan Bangsa Mongol dan serangan Bangsa Turk—ada juga yang terkait dengan Ya’juj dan Ma’juj di akhir zaman.
Terlepas dari kebenaran apakah itu merujuk pada bangsa khusus yang bermata sipit atau hanya sekadar simbol perusak, yang pasti umat harus waspada bahwa kita sudah di ambang akhir zaman. Segala kemungkinan itu patut dijadikan kewaspadaan, minimal untuk diri dan keluarga bahkan negara, agar terproteksi dari kerusakan yang ditimbulkan mereka.*/Mahmud Budi Setiawan