PADA era digital seperti saat ini, orang semakin susah menjaga rahasia. Berbagai gadget dan media yang ada begitu memanjakan seseorang untuk berbicara dan menulis apa yang dikehendaki. Seringkali, tanpa berpikir panjang, semua unek-unek ditumpahkan ke media sosial, sehingga rahasia pribadi dan orang yang mestinya tak disebar luas, tak lagi mampu dijaga.
Terkait pentingnya menjaga rahasia, Abu Sa’id al-Khudry pernah meriwayatkan sabda Nabi:
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk posisinya pada hari kiamat di sisi Allah adalah suami yang menggauli istrinya dan istri yang menggauli suaminya kemudian menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim)
Imam Ibnu Jauzi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan rahasia di sini adalah yang menyangkut aib misalnya ada cacat di badan yang tidak terlihat oleh pandangan umum. Menutupi aib ini adalah semacam amanah yang tak boleh disebarkan kepada sisapapun.
Kalau hadits tersebut dirasa hanya berkaitan dengan rahasia suami-istri, maka ada hadits lain yang membahas pentingnya menjaga rahasia yang sifatnya lebih umum. Jabir bin Abdullah meriwayatkan sabda Nabi:
إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ بِالْحَدِيثِ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
“Jika ada orang yang mengabarkan kepada orang lain suatu kabar, kemudian dia berpaling, maka itu adalah amanah.” (HR. Abu Dawud)
Imam al-Manawi menerangkan bahwa jika ada seseorang yang diberi tahu suatu informasi kemudian pemberi informasi pergi, atau menoleh kiri-kanan sebagai tanda tidak ingin diketahui orang, maka itu adalah amanah yang harus dijaga kerahasiaannya.
Menjaga rahasia ini pun juga wajib dilakukan hingga skala yang lebih besar misalnya negara. Pada masa Nabi, ada sahabat yang secara khusus ditugasi untuk menjaga rahasia Nabi, namanya: Hudzaifah al-Yamani. Menurut catatan Ibnu Atsir dalam kitabnya berjudul “Usud al-Ghaabah” (I/706) menerangkan bahwa Hudzaifa adalah sahabat yang menjaga rahasia Rasulullah terkait daftar nama-nama orang munafik.
Tidak mengherankan jika dalam tugas-tugas kenegaraan, Umar seringkali bertanya tentang daftar-daftar itu. Misalnya, ketika Umar hendak mengetahui apakah ada di antara petugasnya yang munafik. Hudzaifah menjawab ada, tanpa menyebut nama. Umar pun dengan kejeliannya lalu bisa mengendus keberadaan orang munafik dan segera memecatnya.
Lebih jauh dari itu, Umar bin Khattab ketika ada orang meninggal, beliau bertanya tentang Hudzaifah, jika ia hadir shalat, maka Umar menshalati jenazah. Sebaliknya, jika Hudzaifah tak hadir, maka Umar enggan menshalatinya karena kemungkinan besar si jenazah terindikasi sebagai orang munafik.
Sebegitu pentingnya menjaga rahasia, sampai kepada Umar bin Khattab yang waktu itu adalah pemimpin tertinggi, Hudzaifah tetap menjaga rahasia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di dalam negeri Indonesia, ada banyak contoh tokoh yang bisa diteladani dalam menjaga rahasia. Tanpa bermaksud membatasi, di sini akan disebutkan kisah Hatta yang sangat menjaga rahasia. Kisah ini ditulis langsung oleh Rahmi Hatta (1926-1999) yang merupakan istri almarhum Bung Hatta.
Dalam buku berjudul “Bung Hatta Pribadinya dalam Kenangan” (III/1981: 43), Rahmi Hatta menceritakan dengan sangat menarik bagaimana sang suami begitu menjaga rahasia. Pada tahun 50-an, saat Hatta masih menjabat sebagai wakil presiden, Oeang Republik Indonesia (ORI) mengalami pemotongan.
Rahmi sudah lama menabung untuk membeli mesin jahit. Bung Hatta tidak mengabari terlebih dahulu bahwa ada pemotongan uang, sehingga uang yang ditabung Rahmi tidak ada gunanya lagi. Mesin jahit yang diimpikan pun seketika buyar. “Aduh Ayah,” keluh Rahmi kepada Bung Hatta, “Mengapa tidak bilang terlebih dahulu, bahwa akan diadakan pemotongan uang? Yaa. Uang tabungan kita tidak ada gunanya lagi! Untuk membeli mesin jahit tidak bisa lagi, tidak ada harganya lagi.”
Dengan tenang dan tegas Hatta menjawab, “Yuke, seandainya Kak Hatta mengatakan terlebih dahulu kepadamu, nanti pasti hal itu akan disampaikan kepada ibumu. Lalu kalian berdua akan mempersiapkan diri, dan mungkin akan memberi tahu kawan-kawan dekat lainnya. Itu tidak baik! Kepentingan negara tidak ada sangkut pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga. Rahasia negara adalah tetap rahasia.”
Bung Hatta ingin mengajarkan kepada istrinya pentingnya menjaga rahasia. Tanpa mengurangi rasa percayanya kepada istri, tapi yang namanya rahasia wajib dijaga. Yang lebih mengharukan adalah kata-kata penutup beliau, “Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita mencoba menabung lagi, ya?”
Luar biasa. Pembelajaran yang mengesankan dari seorang pemimpin kawakan seperti Bung Hatta. Rahasia –apalagi skala negara—wajib dijaga walau kepada orang yang terdekat sekalipun. Di sini kita bisa melihat betapa amanahnya beliau dalam menjaga rahasia (baik dalam skala pribadi sampai negara). Akan sangat bagus jika semangat dan konsistensi beliau dalam menjaga rahasia bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, utamanya saat berinteraksi langsung dengan media sosial yang notabene orang-orang kehilangan kontrol dan melampaui batas.* Mahmud Budi Setiawan