Salah satu kemuliaan Islam adalah mengajarkan menjaga lisan, karena darinya lahir penyakit ghibah, namimah, dusta, dll. Inilah petikan khutbah Jumat tentang menjaga lisan dan tangan
Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Hidayatullah.com | LISAN dan tangan memiliki makna yang luas. Dia bisa berfungsi sebagai musibah namun juga bisa jadi kebaikan. Inilah naskah lengkah khutbah Jumat kali ini;
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah
Lisan dan tangan adalah salah dua perangkat yang Allah SWT berikan kepada kita untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Dengan keduanya, kita bisa bicara dan bekerja.
Lewat keduanya, kita bisa menuai pahala atau menuai dosa. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ia berkata, bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah : “Muslim yang manakah yang terbaik?” Maka beliau menjawab :
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” Hadis ini menarik untuk kita bahas dan amalkan dalam perilaku sehari-hari. Siapakah muslim yang terbaik? Berdasarkan hadis ini betapa sangat jelas dan gamblangnya jawaban Rasulullah ﷺ. Beliau menjawab dengan mengaitkan antara sosok muslim terbaik dengan tidak menyakiti saudaranya sesama muslim, baik dengan perkataan mau pun perbuatan.
Penggunaan kata ‘lisan’ dan ‘tangan’ memiliki makna yang luas. ‘Lisan’ tidak hanya mencakup perkataan, tetapi juga tindakan non-verbal seperti mengejek dan merendahkan.
‘Tangan’ tidak hanya mencakup perbuatan fisik, tetapi juga tulisan yang dapat membahayakan orang lain bahkan setelah penulisnya meninggal.
Sejumlah pelajaran bisa kita petik dari hadis nabi ini, di antaranya :
Pertama, pentingnya menjaga lisan dan tangan. Hadis ini menunjukkan pentingnya menjaga lisan dari penyakit-penyakitnya, meliputi : ghibah, namimah (adu domba), dusta, umpatan, dan makian.
Selain itu, juga pentingnya menjaga tangan dari tindakan yang menyakiti, seperti memukul, merampas hak orang lain, dan mencuri.
Media sosial menjadi arena ujian yang berat bagi kita dalam mengamalkan hadis ini. Betapa mudahnya kita terpeleset dalam berkata atau menulis sesuatu yang menyakitkan hati orang lain, baik secara sengaja maupun tidak.
Ghibah, fitnah, ujaran kebencian, perundungan (bullying), dan kata-kata kasar lainnya sangat mudah ditemukan di media sosial. Bahkan, tanpa sadar mungkin kita menjadi pelaku utamanya.
Jempol kita bisa dengan mudahnya menulis atau menekan tombol yang dapat menyakiti orang lain. Komentar negatif, status yang merendahkan, atau bahkan sekadar emoji yang tidak pantas dapat berakibat buruk bagi orang lain.
Kaum Muslimin Hafidzakumullah
Kedua, hadis ini menjadi tolak ukur kesempurnaan Islam seseorang. Kebaikan seorang muslim diukur dari sejauh mana dia menyelamatkan saudaranya sesama muslim, dari ulah lisan dan tangannya.
Ini menunjukkan betapa mulianya perkara menjaga lisan dan tangan dalam Islam.
Memelihara keselamatan muslim lainnya dari lisan dan tangan kita adalah suatu kewajiban. Menyimpang dari hal ini menghilangkan kesempurnaan keislaman kita. Hal Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menekankan pada ritual ibadah, tetapi juga pada interaksi sosial yang baik dengan menjaga hak-hak orang lain.
Ketiga, hakikat muslim yang sejati. Muslim sejati adalah muslim yang dalam tutur kata dan tindak-tanduknya selalu berusaha memberikan manfaat kepada saudara-saudaranya sesama muslim.
Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berusaha mencegah tangan dan lisan dari hal-hal yang menimbulkan gangguan kepada sesama muslim. Jangan sampai kita malah menjadi penyebab penderitaan bagi mereka.
Seorang muslim sejati tidak hanya fokus pada ibadah pribadi, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain.
Orang yang tidak peduli dengan perkataan dan perbuatannya terhadap orang lain, serta hanya mementingkan diri sendiri, bukanlah seorang muslim yang sempurna.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah
Keempat, inilah salah satu bukti konkret ukhuwah islamiyah. Hadis ini memperkuat konsep ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), di mana seorang muslim sangat menjaga keselamatan dan hak-hak saudaranya.
Hadis “Muslim yang Mana yang Terbaik?” mendorong seorang muslim untuk senantiasa berkhidmat kepada saudara-saudaranya sesama muslim, berusaha memberikan manfaat kepada mereka, mencegah gangguan dari mereka, serta menjadikan lisan dan tangannya untuk berkhidmat dalam kebenaran dan kebaikan.
Hadis “Muslim yang manakah yang terbaik?” adalah hadis yang sangat penting untuk kita pahami dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menjaga lisan dan tangan kita dari menyakiti orang lain, kita dapat menjadi Muslim yang lebih baik, dan ikut andil dalam menciptakan masyarakat yang aman, damai, dan harmonis.
Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT
Mari kita renungkan sejenak, berapa banyak kata yang telah kita ucapkan dan tulisan yang telah kita goreskan? Apakah semuanya membawa kedamaian atau justru menyakiti hati orang lain?
Berapa banyak perbuatan yang telah kita lakukan dengan tangan kita? Apakah semuanya mendatangkan manfaat atau malah menjadi sumber kesusahan bagi saudara kita?
Sungguh, menjaga lisan dan tangan bukan hanya tentang menghindari dosa, tetapi tentang menghadirkan kasih sayang di dunia ini. Jangan sampai kita meninggalkan jejak luka di hati sesama, sementara kita sendiri berharap mendapatkan rahmat-Nya.
Sebab, kelak di hadapan Allah, setiap kata akan dimintai pertanggungjawaban, setiap tindakan akan ditimbang, dan setiap luka yang kita sebabkan akan bersaksi.
Maka, jadilah kita muslim yang terbaik yang kehadirannya membawa cahaya, bukan kegelapan; yang ucapannya menenangkan, bukan menyakitkan; yang tangannya menolong, bukan merampas.
Sebab pada akhirnya, hidup ini bukan tentang seberapa tinggi kita berdiri, tetapi seberapa banyak kebaikan yang kita tinggalkan.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْن
Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.Hidayatullah.com—. Khutbah Jumat ini kerjasama dengan Rabithah Alawiyah Kota Malang