SYARIAT shalat pada dasarnya dilakukan dalam posisi berdiri, karena itulah Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menunaikan shalat fardhu maupun shalat sunnah sebagai ketaatannya kepada firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238).
Sedangkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk berdiri maka bisa dilakukan dalam keadaan duduk. Bahkan jika memang tidak memungkinkan untuk duduk maka dapat dilakukan dengan berbaring. Karena aktivitas manusia dilakukan hanya dengan tiga kondisi: berdiri, duduk atau berbaring. Demikianlah yang diisyaratkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.” (QS. Ali-Imran: 191).
Rasulullah saat dalam perjalanan melaksanakan shalat sunnah di atas kendaraan dan dilaksanakan dalam keadaan duduk. Begitulah yang disabdakan beliau bagi yang tidak memungkinkan mendirikan shalat dengan berdiri, sebagaimana dalam hadits:
“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak sanggup maka shalatlah dengan duduk dan jika tidak sanggup, maka shalatlah dengan berbaring (berbaring dengan miring).” (HR. Al-Bukhari).
Bahkan di dalam keadaan benar-benar mendesak, maka Rasulullah memerintahkan melaksanakan shalat sambil berjalan kaki atau berkendaraan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah nama Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 239).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Diriwayatkan bahwa saat beliau dalam keadaan sakit menjelang wafatnya, maka beliau mendirikan shalat sambil duduk dan itulah shalat beliau yang terakhir.*/Sudirman STAIL
Sumber buku: Sebagai Muslim Bagaimana Seharusnya Shalatku? Penulis: Ahmad Saifuddin Nawawi.