Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Jika ingin melihat generasi terbaik agama ini, simaklah perkataan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
“خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم”
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya (tabi’in) dan setelahnya (tabi’ut-tabi’in).” (HR. Bukhari & Muslim).
Membaca kembali tafsir Al-Qur’an surat Ad-Dukhaan ayat 49 seraya mengkhawatiri diri sendiri. Semoga tak terjatuh pada kebiasaan serupa. Kaum musyrikin Jahiliyah memiliki kebiasaan memberi gelar yang hebat kepada diri sendiri. Gelar yang menakjubkan dirinya dan orang lain. Gelar disematkan kepada diri sendiri dengan sesuatu yang wah untuk menunjukkan “kualitas dirinya”. Atau ia ingin menjadi orang seperti itu, padahal belum ada kepatutan pada dirinya, lalu menggelari diri sesuai yang diinginkannya.
Gelar paling tragis dan abadi hingga Yaumil Akhir adalah yang disematkan oleh ‘Amr bin Hisyam alias Abul Hakam kepada dirinya sendiri. Ia gelari dirinya dengan الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ (Perkasa Mulia). Allah Ta’ala tidak menghapus gelar ini, tapi mengabadikannya sebagai ejekan. Ia gelari dirinya dengan الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ (Perkasa Mulia). Tapi kita mengenalnya sebagai Abu Jahal (Bapak Kedunguan).
Marilah kita renungi sejenak firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“ذق إنك أنت العزيز الكريم إن هذا ما كنتم به تمترون”
“Rasakan! Sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. Sesungguhnya ini adalah azab yang dahulu kamu selalu meragukannya” (QS. Ad-Dukhaan, 44: 49-50).
Ungkapan satire di ayat tersebut senada dengan QS. Al-Insyiqaaq, 84: 24, “فبشرهم بعذاب أليم Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih.”
Jika orang-orang Jahiliyah memiliki kebiasaan menggelari diri dengan sebutan menakjubkan, justru sebaliknya para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in dan salafush-shalih. Mereka akrab dengan gelar Al-Faqir yang sekarang sebagian trainer menyebutnya sebagai energi negatif karena memberi sebutan diri sendiri dengan sesuatu yang dianggap rendah. Tapi Allah Ta’ala muliakan dan tinggikan derajat mereka.
Tak sedikit yang digelari dengan sebutan sederhana. ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu digelari Abu Turab (أبو تراب / Bapaknya Debu). Ada pula yang lebih dikenal dengan julukannya, semisal Abu Hurairah (Bapaknya Kucing). Konon, nama aslinya ‘Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Ibnu Hisyam mengatakan bahwa nama aslinya adalah ‘Abdullah bin Amin.
Saya tidak berpanjang-panjang tentang ini. Perbincangan tentang gelar ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu maupun Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu hanya sekedar contoh. Saya hanya ingin mengajak merenungi kembali semoga kita tak mengulangi kebiasaan zaman Jahiliyah. Dan ini sangat mungkin terjadi jika kita lupa.
Catatan sederhana ini semoga dapat melengkapi perbincangan kita sebelumnya, antara lain dalam tulisan bertajuk Pembicara Kelas Dunia
Saya berharap juga dapat segera menulis catatan terkait gelar-menggelari diri ini dalam sebuah catatan sederhana berjudul “Mulia Tapi Disiksa”.
Wallahu a’lam bish-shawab.*
twitter: @kupinang