DALAM pandangan Islam, Ramadhan diambil dari kata Ramadha yang berarti `panas terik di musim panas yang menyebabkan panasnya kerongkongan karena kehausan’. Arti tersebut memberikan kejelasan tentang musim yang terjadi pada bulan itu. Bangsa Arab kuno terbiasa memisahkan antara tahun qamariyah dan tahun syamsiah dengan mengambil patokan pada bulan yang telah terlewatkan.
Inilah arti puasa menurut aspek bahasa dan sastra Arab yang berhubungan erat maknanya dengan aspek hukum Islam. Puasa secara syar’i berarti ‘menahan diri dari hal yang membatalkan’, yaitu makan, minum, dan lainnya, yang dibarengi dengan niat sejak terbitnya fajar, hingga matahari terbenam. Kesempurnaan dan kelengkapan ibadah puasa itu adalah dengan menghindari segala larangan dan tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang haram.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang keji dan perbuatannya, maka Allah tidak memiliki keperluan untuk meninggalkan makan dan minumnya.”
Sebelum bangsa Arab kuno mengenal puasa, ada bangsa sebelumnya yang telah mengenal puasa. Hal itu telah dilakukan oleh masyarakat Mesir kuno yang diikuti oleh bangsa Yunani dan Romawi. Tradisi puasa pun telah dikenal oleh agama lain selain agama samawi, seperti ajaran minyawi, Hindu, dan Budha.
Puasa juga diakui oleh Yahudi dan Kristen. Dalam kitab perjanjian lama dijelaskan banyak peristiwa puasa yang dilakukan oleh para nabi, seperti Nabi Yehezkiel, Daniel, dan Daud.
Dalam kitab Taurat bagian kedua, berbunyi, “Aku memanggil, di sana untuk berpuasa di sungai Ahwa, agar kami dapat merendah di hadapan Tuhan kami, untuk meminta jalan yang lurus kepadanya untuk kita, anak-anak, dan setiap harta kita.”
Dalam Al-Kitab dikatakan, `Adakanlah puasa yang kudus.. ..” (Perjanjian Lama, Yoel:1:14)
Pada bagian kedua dikatakan, “Tetapi sekarang juga,’Demikianlah firman Tuhan, ‘Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Dan Ia menyesal karena hukuman-Nya. Adakanlah puasa yang kudus maklumkanlah perkumpulan raya, kumpulkan bangsa ini, kuduskanlah jemaah…: ” (Perjanjian Lama: Yoel: 2: 12-16)
Dalam Al-Kitab surat keluaran dikatakan, “Ditetapkan bahwa Musa berada pada Tuhannya selama empat puluh hari empat puluh malam, tanpa memakan roti dan tidak meminum seteguk air.”
Di dalam Al-Kitab surat raja-raja dikatakan, “Bahwa Nabi Elia berjalan dengan tergopoh, tanpa makan selama empat puluh hari empat puluh malam ke sebuah gunung, yang disebut Horeb.”
Di dalam Al-Kitab surat Zakaria dikatakan, “Beginilah firman Tuhan semesta alam kepadaku, ‘Waktu puasa dalam bulan keempat, dalam bulan yang kelima, dalam bulan yang ketujuh, dan dalam bulan yang kesepuluh akan menjadi kegirangan dan suka cita dan menjadi waktu-waktu perayaan yang menggembirakan bagi kaum Yehuda. Maka cintailah kebenaran dan damai!” (Perjanjian lama: Surat Zakharia: 8:19)
Dalam surat Matius dikatakan, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu, dan cucilah mukamu. Supaya jangan dilihat oleh orang, bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.'” (Perjanjian baru: Mathius: 6:16-18)
Dalam bagian ketujuh belas surat Matius dikatakan, “Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka, ‘Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?’ Ia berkata kepada mereka, ‘Karena kamu kurang percaya. Sebab aku berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya sekiranya kamu mernpunyai iman sebesar biji sawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung itu akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. Jenis itu tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.”‘
Dalam Injil Matius dikatakan bahwa Nabi Isa berpuasa selama empat puluh hari di daratan. Dan para hawariyyun (murid-murid Isa) berpuasa dari daging, ikan, telur, dan susu.
Dalam surat Paulus kedua kepada jemaat di Kornitus, dia berkata, “Sebaliknya, dalam segala hal kamu menunjukkan bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan, dan kesukaran. Dalam menanggung dera, dalam penjara, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa….” (Perjanjian Baru, surat Paulus kepada jemaat di Kornitus: 6:4-5)
Inilah gambaran berbagai bentuk puasa yang telah diwajibkan kepada umat terdahulu. Di antara mereka ada yang hanya berpuasa dari makanan tertentu, ada yang berpuasa dari makan dan minum selama beberapa jam, ada yang berpuasa dari terbitnya bintang hingga terbit kembali di hari berikutnya, ada juga yang berpuasa dari berbicara selain bertasbih dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.*
Dari tulisan Samih Kariyyam dalam buku Indahnya Ramadhan Rasulullah.