Hidayatullah.com- Prof Din Syamsuddin berencana menggugat Undang-Undang (UU) Covid-19 ke Mahkamah Konstitusi. UU ini dianggap bertentangan dengan negara yang berdasar hukum. Din menyatakan hal tersebut melalui youtube channel Rafly Harun yang tayang 12 Mei lalu.
UU Covid-19 sebenarnya baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa lalu (12/05/2020). UU ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Sejak dalam bentuk Perpu, Din bersama tokoh-tokoh nasional lainnya sudah menggugat ke MK. Ketika Perpu ini disahkan menjadi UU, otomatis gugatan itu gugur. Tetapi mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini bakal meneruskan langkahnya. “Perjuangan menegakkan kebenaran jalan terus, apapun resikonya,” katanya menegaskan.
Din mengakui langkahnya itu tak mudah karena yang dihadapi ibaratnya tembok yang tebal dan tinggi.
Ada dua hal yang menyebabkan Din melakukan perlawanan. Pertama, katanya, ada penegasian peran lembaga negara seperti DPR dan BPK kepada satu tangan yaitu presiden.
Kedua, ada pasal yang memberi kekebalan hukum pada pelaksana UU ini. Artinya, jika terjadi penyelewengan tidak bisa dituntut secara hukum baik perdata maupun pidana. Imunitas hukum ini tercantum dalam pasal 27 ayat 2. “Ini yang menyentak kita semua,” kata Din.
Pasal 27 Ayat (2) menyebutkan bahwa anggota, sekretaris, anggota sekretariat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Secara pribadi, Din berkesimpulan, UU ini mengarah kepada diktator konstitusi. “Ini bahaya,” tegas Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat ini.*