BERGIDIK rasanya saat mendengar pemberitaan tentang rencana pelaksanaan ajang Miss World di Indonesia yang bahkan puncaknya akan diadakan di kota hujan, Bogor.
Sejurus kemudian, tak ada yang terpikir lagi kecuali bahwa, semakin lengkaplah hal-hal yang akan membuat Allah Subhanahu Wata’ala pantas marah atas negeri ini.
Lihat saja, dimulai dari hukum yang tak pernah ditegakkan secacara adil, ratusan kali kita saksikan hakim nakal (padahal Nabi jelas mengatakan, dua hakim masuk neraka, satu masuk surga), sudah begitu, hukum-hukum diambil tak bersumber pada al Quran dan sunnah RasulNya, kita saksikan penguasa yang tak adil, urusan masyarakat yang diabaikan. Nah, sudah begitu, hal-hal yang membuat kekurang berkahan bagi kehidupan kita, justru kita undang, bukan kita jauhkan.
Tanah yang ditinggali mayoritas Muslim (dan itu terbesar di dunia) jutru dengan sengaja hendak dibasahi dengan maksiat dengan mengundang acara-acara yang tidak perlu. Astaghfirullah!
Bahkan, sempat-sempatnya ada yang berwacara untuk mengurangi kontroversi ‘bikini’ dengan penggunaan kebaya (yang dianggap lebih mengindonesia).
Mengapa hanya fokus pada bikini dan kebayanya?
Mengapa tidak fokus pada persoalan utama, bahwa menampilkan wanita (hanya karena tubuh dan wajahnya) justu menghina dan merendahkan martabatnya? Apalagi mereka diminta berlanggak-lenggok di hadapan pria lain, bukan saudara bukan suami. Jadi di mana manfaatnya untuk kemajuan bangsa?
Apakah jika terpilih wanita cantik semampai, Inggris nya lancar dan pemikirannya cerdas bangsa ini tiba-tiba langsung maju dan terangkat martabatnya? Atau mungkin semua bangsa hormat dengan kita karena kita menang? Di mana letak hubungannya?
Bahkan andai bangsa ini ikut 200 % gaya hidup Barat, belum tentu semua bangsa hormat atau masyarakat dan bangsa Indonesia terangkat derajatnya gara-gara itu.
Alih-alih mengejar Miss World (ratu kecantikan dunia), eh.. yang didapat justru Mis-Akidah alias kehilangan akidah kita sebagai bangsa besar. Sudah tak dapat kehormatan dunia, tak pula dapat kehormatan dan derajat kita di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala.
Inilah fakta dan inilah wajah demokrasi, di mana uang dan materi memegang hukum. Tapi, lihatlah Islam. Islam telah menempatkan perempuan pada posisi mulia, bahkan sangat mulia. Menjadi kunci kehormatan sebuah keluarga bahkan sebuah bangsa. Karenanyalah perempuan dihormati, bukan dieksploitasi. Perempuan tidak diletakkan sebagai penambah daya tarik sebuah produk. Perempuan pun bukan pemuas nafsu laki-laki tak beriman dengan mempertontonkan lenggak lenggok tubuh apalagi mempertontonkan auratnya.
Nilai seorang perempuan ditentukan oleh ketakwaannya pada Allah subhahahu Wata’ala. Ia bersumbangsih bagi kebaikan dan perbaikan masyarakat. Karenanya perempuan yang mulia bukanlah yang paling proporsional ukuran fisiknya, tapi yang alim lagi berilmu, juga yang berdedikasi menyumbangkan waktu, ilmu dan hartanya untuk kemaslahatan masyarakat. Ia adalah ibu-ibu generasi yang melahirkan pemimpin terbaik dengan iman dan ilmunya. Maka, betapa tinggi perempuan dalam Islam. Lantas, apakah kita masih kurang lagi setelah dimuliakan Islam dengan cara menggelar acara aneh-aneh, seolah Allah Subhanahu Wata’ala kalah cerdas dari kita?
Arini, Mahasiswi Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor