SAYA amat yakin seyakin-yakinnya dengan pendapat yang mengatakan bahwa anak usia BALITA (Bawah Lima Tahun) apabila dibiasakan untuk mendengar, membaca, menghafal serta mempelajari al Quran, maka pada fase berikutnya yakni pada masa di sekolah dasar dan awal sekolah menengah pertama/atas (SMP/SMA) hingga pendidikan tinggi (7 tahun tahun kedua dan ketiga atau sekitar usia 21 tahun) fungsi-fungsi penalaran, kognisi, emosi dan sosial berikut dengan segala potensinya akan turut berkembang dan terejawantahkan kearah yang lebih baik.
Sayangnya, literatur penelitian ilmu pendidikan kita tidak banyak yang membahas terkait manfaat Al-Quran bagi perkembangan anak didik dari sisi psikologis dan non psikologis tersebut.
Pengalaman empiris di UIN Maliki Malang telah menunjukkan bukti bahwa mahasiswa yang hafal Al-Quran biasanya memiliki nilai akademis cukup tinggi serta disisi lain memiliki kepribadian dan akhlak yang baik. Semakin mantap pemahaman mahasiswa terhadap Al-Quran semakin mantap pula sosok pribadi mahasiswa tersebut dalam kesehariannya.
Demikian pula seperti yang kita ketahui bahwa sejarah ilmu pada masa kejayaannya dulu Ilmuwan Muslim senantiasa tidak terlepas dari penguasaannya terhadap Al-Quran dan Hadist.
Ayat-ayat qawliyyah berjalan seiring sejalan dengan ayat-ayat kauniyyah, sehingga terbentuklah sinergitas kedalaman intelektual dan keagungan akhlak yang luar biasa hingga kemudian menghasilkan berbagai karya spektakuler.Karya-karya luar biasa itu menjadi sumber inspirasi ilmuwan Barat dalam mengembangkan ilmu dan teknologi kedepannya hingga dirasakan oleh kita manfaatnya sekarang ini. Alhasil, menurut hemat saya kedekatan anak didik dengan Al-Quran sudah harus dilakukan semenjak dini yakni pada usia-usia emas atau dikenal dengan usia BALITA.
Namun sayangnya lagi, upaya memasyarakatkan Al-Quran sejak awal di jenjang pendidikan terkendala oleh kurangnya kepedulian pemangku kebijakan pendidikan (Pemerintah) untuk menempatkan Al-Quransebagai sumber untuk pengembangan kepribadian, intelektual dan sosial anak didik terutama anak-anak yang beragama Islam. Padahal jika kinerja mayoritas muslim di negeri ini meningkat maka persoalan bangsa Indonesia pun teratasi dengan sendirinya. Bukankah hal ini merupakan pengejawantahan dari sila pertama Pancasila?
Jika saja kita mulai serius membenahi pendidikan Al-Quran di sekolah-sekolah formal maka di kemudian hari Republik ini yang mayoritas Muslim akan melahirkan Presiden dan elit bangsa yang ber akhlak mulia.
Profesionalitas kerja mereka dalam koridor dan naungan nilai-nilai al-Quran. Presiden dan elite tersebut insya Allah mampu mengatasi masalah bukan menjadi bagian dari masalah.*
Penulis
Aries Munandar | Alamat ada pada redaksi