Oleh Lindsey German
BAGAIMANA Anda mendefinisikan terorisme? Sepertinya ini bukan lagi pertanyaan filosofis. Saat ini ada standar ganda. Jika teror dilakukan oleh kelompok Islamis, disambut dengan histeria. Tetapi jika teror dari kelompok lain, antara lain kelompok sayap kanan, disambut dengan ketidakpedulian.
Dua bersaudara dari Stratford di London timur sekarang berada di penjara karena ikut dalam pelatihan yang dilakukan oleh kelompok Islam, Junud al-Shaam (Pasukan Damaskus), yang melawan pemerintah Suriah. Kedua orang bersaudara itu, Mohommod Nawaz dan Hamza, masing-masing dihukum empat setengah tahun dan tiga tahun. Padahal keduanya dinyatakan tidak ikut dalam setiap pertempuran yang sebenarnya di Suriah, serta dinyatakan bukan ancaman di Inggris dan tidak berencana melakukan serangan apa pun di dalam negeri.
Perlakukan berbeda dialami Ryan McGee, yang memasang bom di kamar tidurnya di Salford. Bersama dirinya, polisi menemukan pistol, kapak, dan pisau. Dia diketahui mendownload satu video berisi eksekusi terhadap dua orang –seorang di antaranya dipenggal– di bawah bendera swastika (simbol Nazi).
McGee yang membenci imigran merupakan pendukung English Defence League (EDL –yang menjalankan aksi kebencian terhadap Muslim) dan mengagumi Hitler. Dia berasal dari keluarga pendukung sayap kanan. Ibunya membelikan dia kaos bertuliskan EDL, baju penghangat, dan bendera bertuliskan “No Surrender” (Jangan Menyerah) saat ulang tahunnya ke-18. Hebatnya, ia tidak dituntut berdasarkan hukum teror dan hanya diberikan hukuman dua tahun.
Standar Berbeda
Tidak diragukan lagi terdapat dua perlakukan berbeda atas dua kasus tersebut, dengan pendekatan berbeda ditujukan pada orang-orang Muslim berupa pengawasan lebih tinggi. Dalam kasus McGee, ia disebut remaja belum matang. Sementara tindakan terhadap dua bersaudara tidak dimasukkan ke dalam ketidakdewasaan atau keawaman. Mereka dituduh melakukan tindakan ideologis ekstrim Islam, yang sebenarnya kurang lebih sama dengan ideologis sayap kanan.
Mengekspresikan dukungan untuk jihad dan pergi ke Suriah untuk berjuang bersama kelompok-kelompok Islamis mungkin berlawanan dari sejumlah besar kebijakan kita. Tetapi mengapa mereka dihukum hanya atas dasar ide-ide belaka, tanpa melakukan bentuk tindakan sesungguhnya? Jika kita membenarkan memenjarakan orang atas dasar ide-idenya, mengapa ini tidak diterapkan kepada semua kelompok, khususnya terhadap kelompok ekstrim sayap kanan?
Standar standar ganda juga berlaku untuk tindakan terhadap terorisme. Apakah aparat keamanan telah mengecam tindakan terorisme sayap kanan dan membasminya? Apakah mereka telah diminta untuk menolak ekstremisme? Sementara tuntutan semacam ini ditujukan pada komunitas Muslim saja, bukan kepada lainnya, untuk mematuhi.
Kita juga menempatkan standar ganda ini dalam konteks Islamophobia. Saat ini secara sosial mereka berpendapat umat Islam = ekstrimis = teroris, dan merupakan orang yang fanatik terhadap agama. Namun sebenarnya sebagian besar umat Islam menolak tindakan teror individu, sebagaimana sikap kebanyakan orang Kristen yang tinggal di Manchester.
Bencana ‘Perang Melawan Teror’
Mayoritas Muslim di Inggris tentu juga menolak, bagaimanapun, kebijakan buruk luar negeri pemerintah yang telah memimpin serangkaian perang dan pendudukan di negara-negara mayoritas Muslim. Perang ini telah menciptakan lingkaran setan –dari seharusnya mengakhiri terorisme, telah menciptakan berkembang biaknya terorisme. ISIS telah berkembang di Irak dan Suriah sebagai akibat dari oposisi terhadap kebijakan Barat, dan terhadap para politisi yang mendukung Barat.
Taliban akan menguat lagi di Afghanistan, pada saat mayoritas pasukan NATO meninggalkan negara itu. Hal ini didorong oleh sikap oposisi terhadap pendudukan Barat dan korupsi para politisi pro-Barat. Di Libya negara ini dalam keadaan perang saudara selama tiga tahun, setelah serangan udara Barat.
Jika kegiatan kelompok teroris telah menyebar ke seluruh Asia, Timur Tengah, dan sebagian Afrika, maka pemerintah Barat harus mengambil bagian yang sangat besar dari tanggung jawab ini.
Di Inggris jutaan orang telah berkampanye melawan perang dan mendukung Palestina, dari semua ras dan masyarakat. Kampanye ini mulai dipandang oleh para politisi, yang sebelum ini telah mengabaikan tuntutan opini publik dan telah gagal menuntut seorang politisi untuk kebijakannya yang mengerikan.
Komunitas Muslim juga menderita pada tingkat yang sangat tinggi akibat dari serangan terhadap kebebasan sipil dan pengawasan oleh aparat keamanan. Kebijakan pemerintah terbaru berupa tindakan terhadap orang-orang yang akan berjuang di Suriah, dengan mengkriminalkan para pemuda Muslim, dan tidak memecahkan problem-problem politik yang dihadapi mereka di negerinya sendiri.
Nawaz, pengacara Imran Khan berpendapat, “Anak-anak muda merasa, apa yang dilakukannya pada saat itu tidak melanggar hukum,” mengingat negara-negara Barat dan sekutunya juga mempersenjatai dan memberi dukungan pada banyak kelompok Islam.
Mereka seharusnya bisa dimaafkan bila merasa apa yang dilakukannya bukan sesuatu yang salah. Khan mengatakan, tindakan Barat itu membuat mereka jadi sulit untuk kembali dari Suriah.
Hasilnya malah bukan membasmi terorisme, tapi menyalahkan umat Islam, yang sudah menderita akibat diskriminasi di tempat tinggalnya, pekerjaan, dan pendidikan. Penelitian baru menunjukkan, umat Islam menghadapi diskriminasi lebih buruk di tempat pekerjaan daripada kelompok minoritas lainnya di Inggris, dan memiliki sedikit kesempatan untuk berada di tempat kerja atau berperan di manajerial.
Dr Nabil Khattab dari Bristol University mengatakan, kondisi ini mendorong tumbuhnya Islamophobia dan permusuhan terhadap mereka. “Mereka dianggap tidak setia dan sebagai ancaman. Mereka juga mendapat “hukuman” dalam bersaing untuk pekerjaan profesional dan manajerial.”
Ketika terorisme didefinisikan hanya dalam bentuk agama dan warna kulit, situasi ini akan cenderung memburuk. Untuk itu perjuangan menentang perang, Islamofobia, dan rasisme harus dilakukan secara bersama-sama.*
Penulis pendiri Koalisi Hentikan Perang. Ia penyelenggara utama demonstrasi terbesar, dan salah satu gerakan massa terbesar, dalam sejarah Inggris. Tulisannya ini dilansir di Counterfire. Buku-bukunya di antaranya: ‘Material Girls: Women, Men and Work’, ‘Sex, Class and Socialism’, ‘A People’s History of London’ (with John Rees) and ‘How a Century of War Changed the Lives of Women’.