Oleh: Hilal Kaplan
PADA jam-jam akhir pada 23 Mei di Turki, di mana hampir kebanyakan orang telah tertidur, lira Turki kehilangan nilai tukarnya dengan dollar AS sebesar 30 sen selama 20 menit. Orang-orang menemukan di pagi hari dolar AS melonjak dari TL 4.60 ke TL 4.90 dalam semalam.
Saya bukanlah seorang ekonom, tetapi sebagai seorang sosiologis, Saya belajar banyak hari itu. Perkembangan tersebut memicu debat panas dalam masyarakat. Sebagian orang membeli atau menjual mata uang asing sementara beberapa orang panik. Namun, meskipun kehilangan nilai dramatis di lira Turki, tidak ada satupun tanda kecemasan terlihat di publik. Tidak ada demonstrasi ataupun reaksi dari organisasi manapun.
Salah satu wakil ketua partai oposisi utama Partai Rakyat Republik (CHP) men-Tweet bahwa Pemilu harus diselesaikan dalam putaran pertama untuk mencegah dolar mencapai TL 8. Seruan ini dianggap sebagai eksploitasi opoturnistik dolar untuk membuat panik publik dan memicu reaksi, bukan ingin disetujui.
Meminta suara rakyat dengan mengeluarkan ancaman moneter mendapat reaksi keras.
Baca: Akademisi Israel sebut Lobi Yahudi Penyebab Turunnya Nilai Tukar Lira
Sementara itu, Temel Karamollaoğlu, Ketua Partai Felicity (SP) yang beraliansi dengan CHP untuk Pemilu yang akan datang, menyatakan bahwa krisis ini tidak dapat diselesaikan kecuali negara meminjam uang dari luar.
Dia sebelumnya mengatakan bahwa ekonomi kita akan lebih baik jika kita terus meminjam uang dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Mempertimbangkan dua pernyataan ini, pembelaan ketua SP terhadap ekonomi utang dan saran menghentikan investasi juga menarik reaksi negatif.
Lira Turki dengan cepat pulih terhadap dolar pasca pernyataan perdana menteri dan presiden Turki, yang mengulang loyalitas mereka terhadap nilai ekonomi pasar besar atas keputusan suku bunga Bank Sentral (BI).
Saat ini, selisih nilai tukar berada di bawah tingkat yang terlihat pada 21 Mei 2018.
Baca: Warga Suriah di Azaz Kuncurkan Kampanye Dukung Nilai Tukar Lira
Menariknya, bahkan massa yang mendukung sikap Presiden Recep Tayyip Erdoğan terhadap suku bunga tidak menganggap aneh kalau ekonomi pasar bebas sedang didukung, yang mungkin menunjukkan penerimaan umum ekonomi liberal dan nilai politik diantara masyarakat Turki.
Yang membuatku benar-benar terpesona selama proses itu ialah mengamati bahwa orang-orang bersikap tabah, daripada panik menghadapi kenaikan dramatis dolar. Bahkan pada malam upaya kudeta 15 Juli 2016, di mana parlemen kita dibombardir dan 250 penduduk sipil terbunuh, lira Turki kehilangan nilai terhadap dolar AS hanya 5 sen.
Pada 23 Mei, di sisi lain, mata uang lira kehilangan nilai sebesar 30 sen. Tetapi mengingat kehidupan berjalan seperti biasa bahkan di pagi setelah upaya kudeta, saya sangat penasaran apakah rakyat Turki benar-benar memiliki budaya ketangguhan yang istimewa?*
Tulisan dimuat di Daily Sabah. Diterjemahkan oleh Nashirul Haq AR