Sambungan artikel PERTAMA
Hidayatullah.com–Di bawah pimpinan Muhandis, Kataib Hizbullah (Brigade Hizbullah, atau KH) adalah salah satu pasukan asal Iran pertama yang bergabung dalam perang Suriah.
Pada Maret 013 setelah sejumlah pemakaman digelar untuk para anggota Hizbullah Libanon yang gugur di Suriah, KH menjadi grup kedua yang menyatakan bahwa mereka juga kehilangan anggota di negara yang sama. Mereka mengklaim telah kehilangan total 40 petempur, mereka bahkan membuat kompleks khusus “syuhada” di Pemakaman Wadi al-Salam di Najaf, Iraq.
Mereka juga membantu membentuk kelompok-kelompok Syiah militan berbasis di Suriah seperti Liwa Abu Fadl al-Abbas (LAFA) dan kelompok berbasis di Iraq seperti Harakat Hizbullah al-Nujaba
Kelompok Afghanistan-Iran
Pada 22 Mei 2014, Wall Street Journal melaporkan bahwa Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC), (IRGC) sedang merekrut pengungsi Syiah Afghanistan untuk ikut bertempur di Suriah, menjanjikan gaji $500 perbulan serta izin tinggal di Iran. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa pemakaman untuk para pejuang seperti mereka sudah ada sejak November 2013,dan mereka sebenarnya direkrut untuk mengakomodasi kekurangan IRGC dalam operasinya di Suriah. Namun sebenarnya, fenomena milisi Syiah Afghanistan bertempur di sisi Bashar al-Assad bukan barang baru.
Pada Oktober 2012, elemen-elemen yang terkait dengan kelompok oposisi dan pembebasan Free Syrian Army (FSA) mengklaim telah menangkap seorang milisi Syiah Afghanistan bernama Mortada Hussein, yang kemudian diwawancarai oleh mereka, dan video-nya di-upload ke YouTube.
Keberadaan orang seperti Mortada semakin sering pada awal musim semi 2013, dimana di waktu yang berdekatan, kelompok milisi Syiah Hizbullah dari Libanon mengumumkan akan memberangkatkan tentaranya ke Suriah.
Ada tiga sumber utama para pejuang Afghanistan ini. Pertama, mereka yang sudah tinggal di Suriah sejak sebelum perang. Mereka kebanyakan tinggal dekat Sayyidah Zainab yang berada di selatan Damaskus.
Menurut peneliti Ahmad Shuja, sekitar 2000 orang Syiah Afghanistan, kebanyakan dari mereka adalah etnis Hazara yang menggunakan Persia sebagai bahasa sehari-hari, telah tinggal di Suriah sebelum perang pecah.
Seperti kebanyakan pengungsi Hazara di negara lainnya, mereka kabur dari Afghanistan setelah merasa tertekan di tangan Taliban. Begitu perang pecah, mereka malah menjadi target karena identitas mereka. Beberapa dari mereka ikut berperang, contohnya Ali Salehi, seorang etnis Hazara yang dikabarkan tinggal di Suriah, tewas dalam sebuah pertempuran di wilayah Damaskus.
Kedua, mereka yang berasal dari Iran. Menurut harian yang disokong pemerintah dan sumber-sumber dari Syiah Afghanistan, ini adalah yang paling besar jumlahnya. Kebanyakan dari mereka adalah pengungsi di Iran, yang menjadi rumah bagi sekitar satu juta etnis Hazara.
Upacara pemakaman umum yang digelar di Iran sepanjang November – Desember 2013 menunjukkan bahwa pejuang Syiah Afghanistan berasal dari berbagai kota di negara ini, termasuk Isfahan, Mashhad, Teheran, dan Qom. Seorang prajurit muda bernama Reza Ismail, adalah mahasiswa University of Mashhad di Iran, dan sebuah foto yang dilaporkan diambil di Suriah menunjukkan dirinya memegang karaben tipe M4. Namun pada akhirnya, dia dipenggal oleh milisi pejuang.
Sumber ketiga dan paling tidak meyakinkan adalah mereka yang menjadi pengungsi Afghanistan di negara selain Iran dan Suriah.
Pada April 2013, para petugas di Afghanistan mengumumkan bahwa mereka akan menyelidik laporan mengenai warga negara Afghanistan yang membela Assa. Dan pada Mei 2014, Kabul meminta Teheran untuk tidak merekrut warga mereka untuk berperang di Suriah. Jika rekrutmen langsung yang dilakukan Iran benar dan ada bukti-buktinya, Kabul mengancam untuk melapor kepada Komisioner Tinggi untuk Pengungsi di PBB. Tapi sampai laporan ini ditulis, belum ada bukti tersebut.*/Tika Af’idah, dari berbagai sumber