RASULULLAH Shalallaahu ‘Alahi Wasallam mengajarkan sikap lembut dan ramah. Karena hanya dengan kelembutan dan bersikap ramahlah sesuatu akan menjadi indah. Sebaliknya, kalau sifat itu dicabut, hal itu hanya akan menjatuhkannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus Musa dan Harun kepada Fir’aun. Pada saat keduanya masih dalam perjalanan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah kepadanya –Fir’aun–dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia akan ingat atau merasa takut.” (Thaha: 44)
Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah.” (HR at-Tirmidzi). Dalam hadis lain beliau juga bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari kiamat nanti? Yaitu orang yang paling baik akhlaknya.” (HR at-Tirmidzi).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Sungguh kamu benar-benar berbudi pekerti luhur.” (al-Qalam: 4)
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman,
“Karena rahmat Allah-lah kamu bisa berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar dan berhati bengis, pasti mereka akan menjauhkan diri darimu.” (Ali Imran: 159)
“Sungguh seorang rasul telah datang kepadamu dari golongan kamu sendiri. Dia juga merasakan beratnya penderitaan yang kamu alami. Bahkan dia berkeinginan keras untuk menyelamatkanmu. Dia itu penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. ” (at-Taubah: 128).
Ketika Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam datang ke masjid untuk melaksanakan shalat, tiba-tiba ada seorang Badui datang untuk shalat bersamanya. Pada saat duduk tahiyyat, orang Badui itu berdoa dengan suara keras, “Ya Allah, sayangilah aku dan Muhammad. Jangan Engkau sayangi seorang pun yang bersama kami.”
Setelah salam, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bertanya kepada para jamaah, “Siapa di antara kalian yang berkata begini, begitu.” Sebenarnya Rasullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam tahu bahwa orang Badui itulah yang berkata demikian, tetapi dia ingin pengakuan tersebut datang dari Badui itu sendiri.
Para jamaah pun terdiam. Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang mengatakan begini, begitu? ” Akhirnya, orang Badui tersebut mengangkat tangannya untuk mengakuinya. Lalu dia berkata, “Rasulullah, akulah yang mengatakan hal itu.”
Mendengar pengakuannya, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam pun tersenyum lalu bersabda, “Sungguh engkau telah membuat kamar yang luas di surga. Sungguh Rahmat Allah meliput segala sesuatu.” (HR al-Bukhari).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. ” (al-A’raf: 156).
Belum selesai Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam berdiskusi, tiba-tiba orang Badui itu pergi ke pojok masjid, lalu kencing! Melihat hal itu, para sahabat langsung berdiri untuk memberinya pelajaran yang tidak akan pernah dia lupakan. Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam lalu bersabda, “Biarkan dan tinggalkanlah dia.”
Kemudian beliau menyuruh mereka duduk. Lalu beliau panggil orang Badui tersebut, karena memang masalah itu sebenarnya mudah. Selanjutnya, beliau berkata, “Ambikanlah aku seember air.” Mereka pun mengambilkan seember air dan menyiram bekas kencing orang Badui tersebut. Akhirnya, masalah itu pun selesai.
Setelah itu, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda kepada orang Badui itu, “Masjid ini tidak boleh dikotori, karena ia adalah tempat untuk bertasbih bertahmid, bertakbir, dan bertahlil.” (HR. Al-Bukhari)
Orang Badui itu lalu berdiri. Dia berwudhu dan akhirnya menjadi seorang muslim. Setelah itu, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa seandainya mereka memukulnya, pasti dia masuk neraka. Karena sebab mereka orang Badui tersebut tidak akan masuk Islam karena diperlakukan dengan kasar.
Ada lagi seorang Badui lainnya datang, kemudian menarik sorban Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam dengan kasar, sehingga tarikan itu membekas di leher dan bahunya. Lalu Rasulullah menoleh dan orang Badui itu berkata, “Muhammad, berilah aku sebagian dari harta Allah yang kamu miliki, bukan dari harta ayahmu, bukan pula dari ibumu.”
Lalu timbul pertanyaan, “Apa yang melatar belakangi ucapan kasar itu? Mengapa kata-kata kasar ini keluar begitu lantang dari mulutnya? Mengapa kekasaran tersebut bisa terjadi?”
Mendengar hal itu, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam lalu memandangnya dan tersenyum. Melihat perlakuan kasar yang dilakukan terhadap Nabi Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, para sahabat langsung berdiri hendak memukulnya. Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam lalu berkata, “Biarkan dia.”
Kemudian beliau memegang tangannya dan memberinya kismis, gandum dan pakaian. Lalu beliau bertanya kepadanya, “Apakah aku telah berbuat baik padamu?” Dia menjawab, “Ya, semoga Allah membalasmu dan keluargamu dengan balasan yang paling baik.”
Kemudian Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam berkata, “Jika kamu keluar, sampaikanlah hal itu kepada sahabat-sahabatku. Karena mereka juga telah diperlakukan sebagaimana kamu diperlakukan.”
Lalu orang Badui itu pun keluar bersama Rasulullah. Beliau kemudian bertanya kepadanya di hadapan para sahabat, “Apakah aku telah berbuat kepadamu?” Orang Badui tersebut menjawab, “Ya, semoga Allah membalasmu dan keluargamu dengan balasan yang paling baik.”
Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam tersenyum lalu berkata, “Tahukah kalian, apa perumpamaanku, perumpamaan kalian, dan perumpamaan orang Badui ini?”
Para sahabat menjawab, “Tidak, Rasul! Kemudian Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Perumpamaan kita adalah laksana seseorang yang mempunyai binatang ternak, yang lepas dan lari darinya. Lalu dia berusaha menangkapnya. Ketika orang-orang melihatnya, mereka pun ikut menangkapnya. Binatang itu malah semakin bertambah kencang larinya. Melihat hal itu, pemilik binatang tersebut berkata, Hai semuanya! Tinggalkanlah aku dengan binatang ternakku karena aku lebih mengenal tabiatnya.’ Lalu dia mengambil rumput hijau yang segar, kemudian dia lambaikan ke binatang ternaknya itu.
Melihat rumput hijau yang ada di tangannya, binatang itu pun mendekat dan memakannya. Akhirnya, dia bisa menangkap dan mengikatnya kembali. Oleh karena itu, seandainya aku membiarkan kalian dan orang badui ini, pasti kalian akan akan memukulnya, kemudian dia akan murtad. Jika itu yang terjadi, dia akan masuk neraka.” (HR Abu Dawud dan an-Nasai).
Lalu orang Badui tersebut kembali kepada kaumnya untuk mengajak mereka masuk Islam. Akhirnya, mereka pun masuk Islam semuanya tanpa terkecuali.*/DR. ‘Aidh bin ‘Abdullah al-Qarni, dalam bukunya Membangun Rumah dengan Takwa. [Tulisan selanjutnya]