Hidayatullah.com–Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Mesir memutuskan hubungan dengan Qatar memperburuk keretakan hubungan antara Doha dengan negara-negara Teluk.
Dikutip laporan Al-Arabiya, keempat negara itu turut menutup pintu perbatasan masing-masing dan mengarahkan warga Qatar untuk meninggalkan negara tersebut dalam waktu dua minggu (14 hari).
Langkah drastis itu diambil setelah perselisihan sehubungan dukungan Qatar ke atas Ikhwanul Muslimin kelompok gerakan Islam tertua di dunia dan menuduh Doha mendukung agenda musuh mereka, Iran.
Kantor berita resmi Arab Saudi melaporkan negara itu mengambil tindakan tersebut karena “ingin memastikan hak kedaulatannya dijamin oleh hukum internasional dan perlindungan keamanan negara dari bahaya terorisme dan ekstremisme”.
Kantor berita Mesir mengklaim Qatar terlibat dalam memberi dukungan kepada kelompok Ikhwanul Muslimin.
Satu pernyataan dari kantor berita Bahrain pula memetik sekutu dekat Arab Saudi itu turut mengambil tindakan yang sama, dengan rakyat Bahrain diberi waktu 14 hari untuk meninggalkan Qatar.
Turut mengambil tindakan sama adalah Uni Emirat Arab (UEA) yang memberikan tempoh 48 jam diplomat mereka untuk meninggalkan Qatar.
Aksi Arab Saudi dan tiga sekutunya memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dilihat pengamat politik sebagai sesuatu yang sudah bisa diperkirakan.
Baca: 100 Juta Dollar Kembali Digelontorkan Qatar Untuk Gaza
Ini karena krisis yang terjadi antara negara-negara teluk Arab ini sudah dimulai sejak tahun 2012, demikian pandangan analis politik Prof. Dr Kamaruzzaman Yusoff dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM).
Isu dimulai ketika terjadinya Kebangkitan Arab atau Arab Spring di mana Qatar mengambil sikap berbeda dengan Negara Teluk lain.
Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, mengambil sikap tetap berhubungan dengan Iran,dan melindungi kelompok yang ‘tidak dikehendaki’ Arab Saudi dan Negara Arab lain seperti gerakan Ikhwanul Muslimin, Hamas, dan Hizbullah.
Qatar bahkan dituduh membantu pemerintah Mesir yang ketika itu dipimpin Muhamad Mursi, selain memberikan kebebasan sepenuhnya kepada lembaga media seperti Aljazeera, yang menyebabkan penyebaran informasi sehingga jatuhnya beberapa pemerintah di Asia Barat. Termasuk bagaimana negara ini melindungi Syeikh Dr Yusuf al Qaradhawi.
Namun perseteruan antara keempat negara ini dengan Qatar mencapai puncaknya setelah Qatar News Agency (QNA) dikatakan telah dibajak oleh pihak tertentu, yang menyebabkan keluarnya beberapa pernyataan yang berbaur kontroversi dan hoax.
“Hacker membobol Qatar News Agency (QNA) dan QNA dikatakan melaporkan pemimpin utama Qatar membuat pernyataan yang menyebabkan pergeseran lebih besar terutama dengan Arab Saudi.
Sebelumnya, pada 24 Mei 2017, dalam sebuah tulisan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, dilaporkan berpidato dalam sebuah upacara militer, menyebutkan bahwa Iran adalah “kekuatan besar” dan mengatakan hubungan Qatar dengan Israel “baik”.
Namun pernyataan yang juga dikutip dalam news-ticker siaran stasiun televisi Qatar ini dinilai tidak jelas sumbernya.
“Diantaranya pernyataan terkait kepemimpinan Trump di Amerika Serikat selain mempermasalahkan kampanye Arab Saudi untuk menyingkirkan Iran dari kekuatan lain di Asia Barat,” kata Pro. Kamaruzzaman dikutip sebuah media Malaysia.
Selain itu menurut Kamaruzzaman, Qatar selama dianggap sebagai duri dalam daging bagi wilayah Teluk karena frekuensinya mengambil langkah kurang populer, dan menimbulkan rasa kurang senang Arab Saudi.
Akibat pemutusan hubungan diplomatik Qatar oleh Arab Saudi, Bahrain, Mesir dan Uni Emirat Arab berdampak luas. Qatar akhirnya didepak dari koalisi Arab pimpinan Arab Saudi yang terlibat perang di Yaman.
Sejauh ini, Qatar belum mengeluarkan pernyataan kritik sehubungan tindakan empat negara itu.*/Nashirul Haq AR