Hidayatullah.com– DPR RI, dalam rapat paripurna pengambilan keputusan atas revisi Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme), tanpa adanya interupsi dan perdebatan, akhirnya secara aklamasi menyetujui untuk disahkan sebagai undang-undang (UU), di Jakarta, Jumat (25/05/2018).
Sebelumnya perdebatan panjang terjadi terkait definisi terorisme. Pembahasan RUU Terorisme ini telah molor hingga lebih dari satu tahun.
Pembahasan RUU ini pun dikebut pasca terjadinya rentetan kasus kekerasan di tanah air dalam sebulan ini. Antara lain, kerusuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 9 Mei 2018. Lalu serangan bom di tiga gereja di Surabaya dan ledakan di Sidoarjo, Jawa Timur, 13 Mei 2018. Disusul serangan bom ke Mapolrestabes Surabaya hari besoknya, 14 Mei 2018.
Pasca serangan bom atas gereja di Surabaya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Terorisme.
Hal tersebut ia sampaikan menanggapi serangan terhadap 3 gereja di Surabaya.
“Melihat kondisi ini kami berharap pihak DPR segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Terorisme yang sudah menunggu 1 tahun lebih,” ujar Tito di RS Bhayangkara, Surabaya, diberitakan hidayatullah.com, Ahad (13/05/2018).
Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafii mengungkapkan, pansus telah mencapai kesepakatan tertinggi dengan menyepakati adanya definisi tentang tindak pidana terorisme.
“Soal definisi ini merupakan pencapaian tertinggi dari pansus RUU Pemberantasan tindak pidana terorisme ini,” ujar Romo Syafi’i, sapaannya, kutip Antaranews, Jumat.
Dengan disetujuinya RUU Terorisme akan segera dimasukkan dalam lembaran negara sehingga sah sebagai UU.
Palu pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme atau RUU Antiterorisme itu diketuk oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto yang memimpin rapat paripurna, setelah sebelumnya meminta persetujuan kepada anggota dewan.
Sebelum pengesahan, Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii melaporkan seluruh hasil pembahasan dan poin-poin perubahan yang ada dalam revisi tersebut.
Baca: Ketua Pansus RUU Terorisme Sebut yang Diinginkan Pemerintah “Kebebasan Membantai”
Syafii juga melaporkan definisi terorisme yang telah disepakati setelah sempat menjadi bahan perdebatan antar fraksi di DPR RI.
Definisi terorisme yang disepakati yakni terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, atau ideologi, atau gangguan keamanan negara.
Dalam revisi UU itu memuat juga mengenai perluasan sanksi pidana terhadap korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengarahkan kegiatan korporasi bila tersangkut kasus terorisme.
Kemudian juga diatur tentang kelembagaan BNPT serta peran dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pengawasannya.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menegaskan, aksi kekerasan dan serangan bom yang baru-baru ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia, harus dipelajari lebih dalam asal muasalnya. Sehingga, dengan mengetahui asal muasalnya, dapat diketahui motif dari tindakan tersebut, apakah skenario yang ingin memecah belah Indonesia atau bukan.
“Kita harus memeriksa dan melihat dari mana tindakan terorisme ini muncul. Belakangan ini kita melihat keadaan cukup kondusif dan damai, kita harus melihat dari mana asal-muasalnya. Jangan sampai ini menjadi bagian dari suatu skenario, yang bisa saja dari luar untuk memecah belah Indonesia. Sehingga ini harus dipelajari,” ujar Fadli di ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/05/2018) diberitakan hidayatullah.com.*
Baca: Fadli: Jangan Sampai Terorisme Menjadi Bagian dari Suatu Skenario