Hidayatullah.com – Negara bagian paling padat India, Uttar Pradesh, telah mulai mengidentifikasi imigran yang mungkin memenuhi persyaratan kewarganegaraan di bawah undang-undang kewarganegaraan kontroversial seperti yang dilaporkan BBC pada Senin 13 Januari 2020.
Menteri Shrikant Sharma mengatakan kepada pada wartawan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi sekitar 32.000 orang di 21 dari 80 distrik negara bagian itu.
Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan (CAB) menawarkan kewarganegaraan kepada imigran non-Muslim dari tiga negara tetangga yang mayoritas Muslim.
Dalam demonstrasi yang menentang UU itu, 30 orang telah terbunuh di Uttar Pradesh saja.
Pemerintah nasionalis Hindu Partai Bharatiya Janata (BJP) mengatakan CAB akan melindungi orang-orang dari persekusi, tetapi kritik mengatakan itu adalah bagian dari upaya “nasionalis Hindu” untuk meminggirkan lebih dari 200 juta Muslim India.
Selain itu langkah lain pemerintah yang berjanji untuk melakukan tindakan untuk mengusir “para penyusup” dari negara-negara tetangga menambah kekhawatiran warga India. Mengingat tindakan yang berupa pendaftaran warga negara itu bergantung pada dokumentasi luas untuk membuktikan bahwa leluhur mereka hidup di India, banyak warga Muslim yang khawatir itu akan menyebabkan mereka kehilangan kewarganegaraan.
Uttar Pradesh, di mana pemerintah negara bagiannya juga dikuasai oleh BJP, memiliki populasi Muslim yang besar. Banyak dari mereka turun ke jalan untuk berdemo, dengan beberapa demonstrasi dibubarkan dengan kekerasan oleh polisi.
Pemerintah dituduh telah melakukan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran. Banyak dari mereka yang terbunuh diduga akibat tembakan polisi.
Terlepas dari kekhawatiran itu, Sharma mengatakan negara bagian telah mulai mengidentifikasi imigran berdasarkan UU, mengingat bahwa UU tersebut mulai berlaku pada awal bulan ini. Dia menambahkan bahwa prosesnya baru saja dimulai, dan dia memperkirakan jumlahnya akan bertambah karena lebih banyak data akan terkumpul dari distrik lain.
Undang-undang itu tentang apa?
Undang-undang itu menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim dari tiga negara tetangga yang mayoritas Muslim.
Ini mengubah UU kewarganegaraan India yang telah berumur 64 tahun, yang saat ini melarang imigran gelap menjadi warga negara India.
Ini juga mempercepat jalan menuju kewarganegaraan India bagi enam anggota agama minoritas – Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi dan Kristen – jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka berasal dari Pakistan, Bangladesh atau Afghanistan. Mereka hanya diharuskan tinggal atau bekerja di India selama enam tahun – bukannya 11 tahun – sebelum memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan.
Dikatakan juga orang-orang yang memegang kartu Warga Negara Asing India (OCI) – status imigrasi yang mengizinkan warga negara asing asal India untuk tinggal dan bekerja di Republik India tanpa batas waktu – dapat kehilangan status mereka jika mereka melanggar UU setempat untuk pelanggaran kecil atau besar.
Seberapa buruk protes menentang UU itu?
Protes terhadap UU itu telah menyebar di seluruh negeri, dan beberapa diantara berubah menjadi kekerasan.
Polisi dikecam karena menggunakan kekerasan terhadap mahasiswa di ibukota Delhi dan di Uttar Pradesh.
Setelahnya, pawai besar telah diselenggarakan sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswa dan menentang UU kontroversi itu.
Demonstrasi besar telah diadakan di ibukota Delhi, serta di kota-kota besar Mumbai, Kolkata (sebelumnya Calcutta), Bangalore dan Hyderabad.
Protes di kota utara Kanpur dan Muzzafarnagar menyaksikan kekerasan dan beberapa kematian.
Para kritikus mengatakan bahwa hukum tersebut melanggar sifat sekuler dari konstitusi India.*