Hidayatullah.com–Dugaan keterlibatan Boykin dalam kasus-kasus penyiksaan dan penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan tawanan-tawanan di Iraq itu disampaikan dalam dengar pendapat Senat, Selasa (Rabu WIB).
Dalam musim panas lalu, Boykin dikatakan telah menyampaikan saran-sarannya kepada seorang pejabat tertinggi Pentagon mengenai cara-cara bagaimana supaya interogator militer di penjara-penjara Irak bisa memperoleh informasi lebih banyak.
Para pengecam kasus-kasus penyiksaan itu mengatakan, rekomendasi Boykin tersebut bisa dipegang oleh para bawahannya sebagai “izin tingkat senior” untuk penyiksaan-penyiksaan dan pelecehan tawanan Iraq.
Metode yang dilakukan tersebut, di antaranya menelanjangi, mengikat leher dengan tali seperti anjing, memerintahkan tawanan berhubungan seksual massal, serta melepaskan anjing untuk menyerang tawanan, dimaksudkan untuk “melemahkan” tawanan sebelum interogasi.
Organisasi-organisasi massa Islam di AS dan para asisten Kongres mengatakan keterlibatan Boykin dalam kasus-kasus penyiksaan tersebut akan memicu kekhawatiran baru di kalangan bangsa Arab dan Muslim seluruh dunia.
Apa yang dilakukan Boykin tersebut pada akhirnya akan memberi keyakinan kepada bangsa Arab dan Muslim seluruh dunia bahwa perang anti-terorisme AS sesungguhnya adalah perang melawan Islam, kata mereka.
Catatan militer AS menunjukkan Boykin memainkan peranan penting dalam operasi-operasi militer untuk stabiliasi Somalia tahun 1993 namun kemudian justru menimbulkan konflik yang menyebabkan Marinir AS harus ditarik karena terus menerus diserang.
Bahkan jauh sebelumnya, Boykin turut memainkan peranan penting pula dalam operasi penyelamatan sandera AS di Iran tahun 1980 yang dikenal dengan sebutan Operasi Lampu Biru (Blue Light). Operasi ini gagal total, menyebabkan puluhan serdadu AS tewas akibat helikopter Chinook pengangkut mereka saling bertabrakan sendiri dekat Teheran.
Boykin dikenal sebagai perwira tinggi AS yang sering berbicara terbuka dengan nada anti-Islam, termasuk ketika pada bulan Oktober tahun lalu ia berbicara perang melawan teror ialah pertempuran melawan “setan” dan AS menjadi sasaran “karena kita bangsa Kristen”.
Terkait dugaan itu, Mantan Menteri HAM Iraq Abdul Basset Turki mengatakan, penyiksaan dan pelecehan tawanan-tawanan Iraq oleh militer AS sudah berlangsung lama. Menurut dia, administrator sipil AS di Iraq, Paul Bremer, sekalipun tidak bisa mengatasinya.
Dalam wawancaranya dengan surat kabar mingguan Le Journal de Dimanche edisi Minggu (9/10), Abdul Basset mengatakan perlakuan buruk terhadap para tawanan Iraq tersebut masih terus terjadi sampai pekan lalu.
Abdul Basset mengatakan, ia sudah menyampaikan persoalan itu kepada Bremer, pada bulan November tahun lalu. Pengungkapan kasus itu oleh bekas pejabat Iraq itu sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Amnesty International dan Palang Merah Internasional.
“Laporan pertama saya terima menyangkut kota Umm Qasr, kemudian di zona penawanan di Bandara Baghdad dan terakhir yang terjadi di penjara Abu Ghraib. Selain itu, penyiksaan-penyiksaan terjadi di semua basis militer AS,” kata Abdul Basser kepada surat kabar Perancis tersebut.
Abdul Basset, yang berhenti dari jabatannya bulan lalu terkait sikap penentangannya terhadap aksi-aksi pasukan AS di Fallujah, sampai dengan pekan lalu — setelah skandal-skandal penyiksaan dan pelecahan diketahui dunia.
Ia mengatakan, meski Bremer telah diberitahu, namun ia cepat mengetahui kalau Bremer ternyata “tidak punya kekuasaan untuk meminta militer supaya mengubah metode-metodenya.” “Kalau ia punya kekuasaan lebih besar, saya percaya segalanya tak akan keluar kendali seperti ini.”
Abdul Basset menambahkan persoalan-persoalan tersebut membuktikan bahwa Amerika telah gagal melindungi demokrasi di Iraq.
Terkait pengungkapan itu, akhir pekan lalu Amnesti International mengatakan pihaknya sudah mengingatkan perlakuan brutal tentara AS terhadap para tawanan Iraq sejak setahun lalu namun tidak pernah ditanggapi Washington.
Hussein Ibish, direktur komunikasi Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika, mengatakan organisasinya dan beberapa kelompok lain telah berulangkali menyerukan supaya Boykin untuk sementara dialihtugaskan dulu ke pekerjaan yang kurang rawan sampai inspektur jenderal Pentagon menyelesaikan tugasnya menyelidiki kasus-kasus pernyataan Boykin sebelumnya.
Ketua Komisi Angkatan Bersenjata Senat John Warner dan para anggota Kongres dari Partai Demokrat telah pula mendesak Boykin agar mengundurkan diri. Namun Pentagon membla Boykin dengan argumentasi jenderalnya itu punya kebebasan untuk berbicara.
Para pejabat Pentagon mengatakan penyelidikan, yang dimulai menjelang akhir tahun lalu, hampir tuntas dan laporan tertulisnya sudah akan bisa dikeluarkan bulan depan.
Ibish menambahkan pihaknya tidak mengatakan Boykin bertanggung jawab langsung dalam kasus-kasus penyiksaan itu, namun “ada kegagalan kolektif” dalam hal itu.
“Ada toleransi tertentu dalam masyarakat kita, media kita untuk membenci retorika kalau itu diarahkan terhadap orang-orang Arab dan kaum Muslim,” kata Ibish yang menambahkan iklim demikian, yang tentu dirasakan pula kalangan Senat, menciptakan kondisi bahwa “tidak masalah melecehkan Muslim dan orang-orang Arab.”
Ibrahim Hooper, juru bicara Dewan Hubungan Islam Amerika, juga mengecam Pentagon karena tidak cepat mendisiplinkan Boykin dan penundaan berlama-lama turun tangannya para petinggi militer untuk menyelidiki kasus pelecehan tawanan tersebut.
“Itu menciptkan iklim di mana …para pelakukany percaya mereka melaksanakan kebijakan-kebijakan dari mereka yang di atas, baik kebijakan-kebijakan tersebut jelas atau tidak,” kata Hooper.
Letjen William G Boykin dalah Deputi Wakil Menhan bidang Intelijen AS. Ucapannya yang sangat kontroversial pernah dilontarkan ketika mengatakan, perang melawan terorisme adalah perang antara Kristen dan Islam radikal yang disebutnya sebagai ”setan”.
Boykin juga pernah menyinggung dengan mengatakan Tuhan orang Islam sebagai berhala, sementara Tuhan dia (Kristen) benar-benar nyata. Dia mengungkapkan hal itu dalam berbagai kesempatan ceramah di gereja-gereja Evangelis. Seringkali, dalam ceramahnya, dia mengenakan seragam militer lengkap.
Foto dan berita tentara Koalisi menyiksa para tahanan Irak menumbuhkan kebencian di Iran terhadap pemerintah Amerika dan Inggris. Protes mahasiswa setempat digelar dengan membakar bendera AS dan Inggris.
Merebak Protes
Sementara itu, protes keras atas skandal penganiayaan tahanan Iraq terus melanda berbagai negara. Kemarin, giliran mahasiswa Iran menyuarakan kecaman terhadap ulah pasukan Amerika Serikat tersebut. Demonstrasi para mahasiswa dengan membakar bendera AS dan Inggris itu digelar di luar Gedung Kedutaan Inggris di Teheran, ibu kota Iran, Rabu (12/5) waktu setempat.
Foto dan berita tindakan brutal yang dilakukan tentara Koalisi kepada para tahanan Iraq kini menumbuhkan kebencian di Iran terhadap pemerintah Amerika dan Inggris Iraq.
Bagi warga Iran yang kebanyakan adalah Syiah, isu penting lain mengenai situasi Iraq terkini adalah pertempuran yang terjadi di sekitar Kota Karbala dan Kota Najaf. Di dua kota itulah terletak masjid dan situs suci bagi muslim Syiah. Sementara pada saat yang sama, masjid yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian imam Syiah Muqtada Al Sadar itu kini dikepung pasukan penjajah. [Ant/cha]