Kompleksitas problema pendidikan di Indonesia yang ibarat benang kusut, seakan menjadi cerita bersambung yang hangat dan tiada putus untuk dibicarakan.
Oleh: Zainal Arifin
Hidayatullah.com | Pendidikan semestinya menjadi pranata kehidupan manusia secara utuh, sehingga peserta didik mampu memahami tujuan hidupnya di dunia fana ini. Karakteristik dalam kurikulum pendidikan Islam harus dapat mentransformasikan beragam ilmu kehidupan secara comprehensive.
Sayangnya, hingga detik ini pendidikan bernuansa Islami khususnya di Indonesia belum mampu mengimbangi perubahan apalagi menjadi counter-ideas dari globalisasi zaman. John Hedrik Meuleman melihat adanya kelemahan tradisi ilmiah di kalangan Muslim, diantaranya: Adanya logosentrisme yang kemudian mengabaikan unsur tak tertulis dari agama dan kebudayaan Islam, sikap apologetik terhadap suatu aliran, adanya kecenderungan verbalistik dan tingginya sikap ekskulisivisme (Perta, 2002: 16-17).
Dinamika Pendidikan Indonesia
Kompleksitas problema pendidikan di Indonesia yang ibarat benang kusut, seakan menjadi cerita bersambung yang hangat dan tiada putus untuk dibicarakan. Catatannya, perubahan kurikulum pendidikan nasional yang tergolong sering di negeri kita belum mampu memberi solusi konkrit pada masalah yang dihadapi dunia pendidikan negeri ini.
Dalam sejarah pendidikan Indonesia, kurang lebih sudah 11 kali pemerintah Indonesia merombak kurikulum pendidikan nasional sejak proklamasi kemerdekaan RI. Adakah hasil signifikan dari sistem pendidikan selama bergulirnya masing-masing kurikulum tersebut?
Belum lagi dilema mafia pendidikan yang bergentayangan di tanah air kita ini, yang semata-mata mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan label pendidikan. Praktek-praktek kecurangan masih tumbuh subur dibelantika pendidikan nasional.
Akibatnya, membentuk pola pikir menyimpang pada generasi bangsa yang merupakan objek pendidikan, generasi yang cenderung bersifat pragmatis dan kapitalis dalam memandang setiap problematika hidup. Maka, tidak heran jika kita sering melihat oknum alumnus pendidikan yang tidak lagi mengedepankan etika kala berdebat dan menjabat, dan tidak lagi memakai logika iman saat menyelesaikan suatu urusan.
Hakikat Ilmu dalam Al-Quran
Jika manusia tidak memiliki tekad yang kuat dan kebiasaan menuntut ilmu yang baik, maka dapat dipastikan riwayat pendidikannya akan terdegradasi oleh kepentingan duniawi. Hal tersebut mendorong kita untuk memahami urgensitas ilmu terutama dalam proses menghambakan diri kepada Allah SWT.
Fakhruddin al-Razi dalam bukunya Aja ’ibul Qur’an menjelaskan bahwa ketaatan dapat dilaksanakan oleh seseorang manakala ia memiliki kesempurnaan ilmu dan pemahaman tentang Allah yang Maha Esa. Ilmu merupakan out-put dari proses pendidikan yang mengantarkan manusia meraih kemuliaan, maka menuntut ilmu adalah suatu keharusan tanpa batas waktu.
Dalam Islam, ilmu adalah faktor penting untuk dapat menjalankan ibadah dengan benar. Drs. M. Zainuddin, MA dalam bukunya “Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam” menyatakan, “Kedudukan ilmu adalah sebagai bagian dari agama dan fungsi dari ilmu adalah sebagai sarana memperoleh tujuan agama. Maka ilmu wajib dicari.” (Zainuddin, 2006 : 78).
Pernyataan yang relevan dengan hadits Rasulullah ﷺ, yang artinya: “Sedikit ilmu lebih baik daripada banyak beribadah (tetapi tidak berdasarkan ilmu).” (Riwayat Tirmidzi).
Lebih jauh, manfaat ilmu dapat kita lihat dalam Al-Qur’an Surat al-Mujaadilah [58] ayat 11, Allah SWT berfirman;
انْشُزُوۡا فَانْشُزُوۡا يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِيۡرٌ
“Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Terjemah Arti: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ilmu dalam Islam juga tidak dimaksudkan hanya untuk keperluan duniawi, tetapi jauh lebih besar adalah terpenuhinya keperluan duniawi dan ukhrawi secara utuh (QS: al-Qashash [28]: 77). Oleh karena itu, ilmu yang benar menurut Muadz bin Jabal adalah ilmu yang jika dipelajari menghasilkan takwa kepada Allah SWT.
Bahkan Imam Hasan al-Bashri mengatakan bahwa orang dikatakan berilmu apabila ia zuhud terhadap dunia, antusias terhadap akhirat dan rajin beribadah kepada Rabb-nya. Oleh karena Al Quran telah menyatu dalam diri Rasulullah, maka Allah pun menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai teladan bagi seluruh umat manusia hingga hari akhir.
Sebagaimana Allah telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ahzab [33] ayat 21, yang artinya:
لَقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِىۡ رَسُوۡلِ اللّٰهِ اُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنۡ كَانَ يَرۡجُوا اللّٰهَ وَالۡيَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيۡرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Surat Al-Ahzab [33]: 21).
Sungguh, Al-Quran merupakan lautan ilmu kehidupan yang banyak berisi ajaran untuk menyembah Allah semata. Berbagai hikmah yang terkandung di dalamnya senantiasa berisi pendidikan yang membimbing manusia untuk menghambakan diri pada Sang Penciptanya.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS: Lukman: 13).
Pendidikan yang disampaikan Luqman al-Hakim kepada anaknya sebagaimana termaktub pada ayat tersebut, merupakan bagian dari kegiatan Luqman al-Hakim dalam mendidik umat manusia untuk tidak meninggalkan unsur Ilahiyah dari kehidupan. Artinya, segala jenis pendidikan yang dipraktekkan manusia harus mempunyai tujuan luhur yang kaffah, yakni mencetak generasi umat yang cerdas pada urusan duniawi juga ukhrawinya.
Hakikatnya, ilmu sebagai product of education harus berorientasi pada Al-Quran dan mengandung kurikulum Qurani yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia, baik itu pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan kata lain, pendidikan Qurani tidak sekedar transfer of knowledge, namun juga menanamkan akidah, memelihara akhlak dan memperbaiki tatanan sosial masyarakat.
Karakteristik Pendidikan Berbasis Tauhid
Hakikat ilmu hanya akan diperoleh dari pendidikan yang berorientasi Qurani. Karena, pendidikan Qurani menekankan pengenalan dan pengakuan terhadap Allah yang diajarkan secara progresif kepada umat manusia, serta menjelaskan hal-hal yang sebenarnya mengenai tempat dari segala sesuatu dalam tahapan penciptaan.
Maka eksistensi pendidikan Qurani harus ditumbuh-kembangkan dan terus dijaga agar tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan Allah SWT. Begitu ideal kurikulum dalam Al-Quran yang menitik-beratkan nilai-nilai tauhid sebagai landasan pendidikan mulai dari awal hingga akhir kehidupan ini.
Pendidikan berbasis tauhid dapat disimpulkan dalam tiga karakter khusus, yaitu: adab, integral dan fitrah. Secara garis besar tiga karakteristik tersebut dapat dijelaskan dalam mengenal adab sebelum ilmu, bersifat integral dan kembali pada fitrah.
Adab Sebelum Ilmu
Memahami dan meyakini bahwa ilmu itu datang dari Allah SWT, sedangkan manusia tidak mengerti apapun tanpa wahyu dari-Nya (kandungan QS al-Alaq). Dalam implementasinya, berilmu dengan adab berarti dalam menuntut ilmu terlebih dahulu diawali dengan persiapan spiritual. Baik pendidik maupun peserta didiknya sama-sama istiqomah dalam upaya meluruskan pemikiran dan perilaku, kemudian ikhlas semata-mata karena Allah, selanjutnya tuma’ninah (dapat diartikan kesabaran) demi menjaga konsentrasi agar pikiran tetap jernih.
Pendidikan integral merupakan pendidikan yang memanfaatkan seluruh aspek kehidupan dalam teaching and learning process. Integral yang juga berarti menyeluruh, adalah metode yang mengaplikasikan pelbagai unsur dalam pendidikan.
Contohnya religius ilmiah, empiris dan rasional, deduktif dan induktif, subyektif dan objektif, teori dan praktek, dan masih banyak lagi tanpa menjadikan salah satu ada yang lebih dominan. Karena kita semua mengetahui bahwa pendidikan tidak hanya cukup diukur dari nilai akademis saja, tanpa melibatkan aspek spiritual dan kecakapan hidupnya.
Konspirasi politik dalam dunia pendidikan hanya menjebak pola pikir manusia dalam tataran birokrat semata, sehingga sedapat mungkin hal tersebut dihindarkan demi memurnikan kembali tujuan pendidikan nasional Indonesia. Wallaahu a’lam bi showab!
Guru SMP Islam Integral Luqman Al-Hakim 02 Batam dan Dosen STKIP Hidayatullah Batam