Oleh: Ali Mustofa Akbar
Hidayatullah.com | MANUSIA diciptakan oleh Allah dilengkapi dengan naluri melestarikan keturunan (Gharizah Nau’). Sebagaimana tutur Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Nidzomul Islam. Perwujudannya adalah adanya kecenderungan seksual manusia kepada lawan jenis.
Disamping itu ada pula naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’), dan naluri beragama (gharizah tadayun). Disebutkan pula, selain naluri-naluri ini, manusia juga dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan pokok (hajjatul udhawiyah) seperti kebutuhan makan, minum, BAB, BAK, dst.
Bedanya, kalau kebutuhan-kebutuhan pokok itu tidak dipenuhi manusia maka implikasinya dapat mengganggu organ tubuh hingga dapat menyebabkan kematian, namun kalau naluri seperti gharizah nau’ ini tidak dipenuhi biidznillah tidak menyenyabkan mati, hanya mengakibatkan gelisahnya hati.
Betapa indahnya syariah Allah. Islam kemudian tidak menyumbat manusia dalam mengekspresikan naluri-naluri ini, tapi memberikan arahan bagaimana cara terbaik dalam memenuhinya. Hal ini berbeda dengan ajaran lain misalnya yang menyalahi fitrah manusia dalam fitahnya melanjutkan keturunan yaitu dengan melarang amatnya melakukan “hubungan cinta”. Tak heran jika sesuai fakta marak kasus asusila dibeberapa tempat ibadah mereka.
Atau disisi berbeda, ada ajaran lain yang dalam pemenuhan naluri ini dengan melegalkan zina, LGBT, atau seks bebas. Seks bebas ini bukan hanya berdampak pada rusaknya nasab keturunan, mengancam keharmonisan rumah tangga, tapi juga menodai moral sebuah bangsa.
Terkait hal ini, manarik kemudian membahas perihal Permendikbud no.30 tahun 2021 yang baru saja dikeluarkan oleh lembaga kementerian yang di pimpin Nadiem Makarim berupa Permen PPKS (Permendikbud Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) yang disinyalir banyak pihak ada pasal yang melonggarkan seks bebas.
Banyak disorot, pada pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 yang secara substansi tidak mempermasalahkan tindakan seks bebas di lingkungan kampus yang sudah masuk kategori dewasa, asal dilakukan suka-sama suka alias saling setuju. Pertanyaanya, apa yang terjadi selanjutnya jika sebelum permen ini muncul saja, dan kalau mau jujur seks bebas sudah marak, apalagi kalau hadir “legalitas”.
Problem Seks Bebas
Perlu diakui bahwa salah satu problem bangsa ini termasuk diantaranya baik itu kalangan remaja maupun kalangan setelahnya adalah seks bebas. Disamping permasalahan-permasalahan lain tentunya seperti kemiskinan, korupsi, kriminalitas, ketidakadilan, dst.
Dalam data SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017 mencatat diantara wanita dan pria yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah 59% wanita dan 74% pria. Melaporkan mulai berhubungan seksual pertama kali pada umur 15-19 tahun. Presentase paling tinggi terjadi pada umur 17 tahun sebanyak 19%. Diantara remaja yang telah melakukan hubungan seksual dilaporkan 12% wanita mengalami kehamilan tidak diinginkan dan 7% dilaporkan pria yang mempunyai dengan kehamilan tidak diinginkan.
Data JustDating, Hasil penelitiannya menunjukkan Indonesia menduduki peringkat kedua setelaah Thailand dalam perselingkuhan. Sebanyak 40% pasangan di Indonesia mengaku pernah main serong (liputan6.com, 03/12/2017)
Butuh Solusi Komprehensif
Memang, terkait masalah ini sudah ada peraturan tentang tindakan asusila di Indonesia dapat ditemukan dalam Bab XIV Buku II dan Bab VI Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang antara lain mengatur mengenai perzinahan, pencabulan, perkosaan, dan tindak pidana terhadap kesopanan kesusilaan. Namun, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana belum mengatur secara menyeluruh mengenai berbagai macam bentuk perzinahan, termasuk misalnya belum adanya penegasan terhadap perzinahan yang dilakukan oleh orang yang belum menikah. Belum lagi soal penegakkan hukum di dalamnya.
Karena itu diperlukan solusi yang komprehensif untuk memecahkan masalah ini dan dibutuhkan peran seluruh stakeholder yang ada. Baik itu pemimpin, penegak hukum, masyarakat, maupun sistemnya.
Tak ada salahnya, bahkan memang sudah seharunya negri ini untuk kembali melirik jalan Islam sebagai solusi terbaik.
Solusi Islam
Syariah Islam yang telah teruji selama berabad-abad menanggulangi problem indehoy memiliki seperangkat aturan yang begitu hebat. Di antaranya:
Pertama solusi preventif. Faktor keimanan yang melahirkan rasa diawasi Rabbnya dan rasa takut pada Allah ketika melanggar aturannya pada individu masyarakat menjadi benteng utama dalam menanggulangi perzinahan.
Pintu preventif selanjutnya diantaranya adalah perintah pakaian Islami, pengaturan interaksi pria-wanita, larangan berduan yang bukan mahrom, dan lain-lain.
Jika pintu-pintu itu masih jebol maka syariah Islam memiliki solusi efek jera, dimana penerapan sanksi tegas sekaligus menimbulkan efek jera bagi pelaku, calon pelaku. Sebagaimana sudah dijelaskan dalam nash dan sudah diterangkan oleh para ulama yakni hukuman dera bagi jomblo, dan rajam bagi non jomblo.
Selanjutnya fungsi pengawasan masyarakat juga punya andil besar dalam meminimalisir kasus ini dengan semakin digemakan budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.
Berikutnya tak kalah penting peran negara didalam menegakkan syiar agama dengan penerapan sistem Islam secara kaffah melalui penyelenggaraan pendidikan Islami, filterisasi budaya asing yang merusak moral bangsa yang masuk lewat media massa maupun pariwisata, dll. Termasuk menarik tentunya untuk diteladani ketika di masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz mengumumkan kabar gembira bagi para pemuda yakni adanya nikah gratis yang dibiayai negara untuk jomblowan dan jomblowati. Sungguh indahnya syariah Islam.
Karena itu, terkait Permendikbud ini, pak Nadiem perlu mendengarkan saran dari banyak pihak. Untuk Indonesia yang lebih baik. Wallahu A’lam.*
Penulis Buku