Hidayatullah.com–Dua organisasi Islam terkemuka Indonesia, Pengurus Besar NU (PBNU) dan Muhammadiyah mengutuk keras perlakuan polisi Thailand terhadap demonstran Muslim di negara itu yang akhirnya menyebabkan meninggalnya 84 warga Muslim. Apalagi, kata PBNU, itu dilakukan saat mereka tengah berpuasa.
Karena itu, PB Nahdlatul Ulama mengutuk keras sikap represif pemerintah Thailand terhadap demonstran Muslim pada Senin kemarin. “Pembantaian terhadap orang-orang yang dalam keadaan lemah karena tengah menjalankan puasa sungguh bertentangan dengan kaidah masyarakat beradab mana pun,” kata Wakil Katib PBNU Masdar F Mas’udi.
Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif menyatakan, tragedi di Thailand Selatan ini merupakan nasib umat Islam yang “menjadi umat terkutuk” setelah terjadinya serangan teror ke AS pada 11 September 2001.
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyatakan prihatin amat mendalam atas kasus pembantaian 84 Muslim di Thailand Selatan ini. “Atas nama MUI, kami menyatakan prihatin dan meminta pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas memrotes tindakan tersebut. “Itu tindakan brutal,” kata Dien Syamsuddin mewakili Muhammadiyah. “Apa yang terjadi adalah terorisme negara. Kami dengan keras mengutuk tindakan itu” , ujarnya.
Suara Dunia
Tak urung, peristiwa ini mengundang kecaman seluruh dunia.Sejumlah kelompok penegak hak asasi manusia (HAM) meminta agar peristimwa itu diusut secara independen. Permintaan tersebut dilontarkan di tengah keluhan lama mengenai kebrutalan pasukan keamanan di wilayah Selatan yang mayoritas berpenduduk Islam.
Di Kuala Lumpur, PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengatakan Malaysia prihatin atas kejadian di Thailand Selatan ini. Dia menawarkan bantuan bila diperlukan demi meredakan konflik antara rakyat dan pihak penguasa daerah setempat.
Hatta Ramli, seorang pejabat senior Partai Islam Se-Malaysia, mengatakan para korban yang tewas itu adalah korban ‘pembantaian yang harus dipertanggungjawabkan pemerintah Thai.”
Dia mengatakan Malaysia seharusnya mengambil inisiatif diskusi antar negara Islam guna mendesak Thailand agar melakukan perundingan damai dengan para pemimpin Muslim lokal. Partai Islam Se-Malaysia, kelompok oposisi terbesar Malaysia, yang berkuasa di negara bagian Kelantan, Malaysia Utara, yang berbatasan dengan provinsi Thailand Selatan yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Sementara itu, PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, mengatakan dia telah berbicara dengan PM Thai Thaksin Shinawatra Rabu dan mendesaknya untuk menjamin bahwa kerusuhan telah berakhir. Pembunuhan itu yang dilakukan pada bulan suci Ramadhan dapat menyebabkan kemarahan di kalangan umat Islam, kata Abdullah kepada para wartawan.
Pemimpim oposisi Malaysia di Parlemen, Lim Kit Siang, mengatakan ASEAN harus mengirimkan satu misi pencari fakta ke Thailand Selatan. Pimpinan Majelis Ulama Islam menyebutkan aksi militer Thailand itu ‘tidak berperikemanusiaan yang dilakukannya dalam bulan suci Ramadhan.’
Ahli politik Thailand, Panitan Wattanayakorn, mengatakan, tindakan aparat justru membuat Thailand menjadi jauh lebih rawan. “Keadaan justru lebih berbahaya ketimbang sebelumnya,” katanya.
Protes juga datang dari Komisi HAM Asia (ARHC) yang berbasis di Hongkong. Menurut ARHC, kematian itu merupakan konsekuensi langsung dari aksi sengaja aparat serta lemahnya kontrol atas polisi dan tentara dalam dua tahun terakhir ini. “Hal tersebut tidak bisa ditoleransi,” demikian ARHC.
Juru Bicara Deplu Amerika Serikat Edgar Vasquez mengatakan, otoritas Thailand bertanggung jawab atas kejadian itu. Juru Bicara Deplu Filipina Bert Asuque menyatakan, pemerintah sedih atas kejadian tersebut.
Kelompok Pembela Hak Azasi Manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch juga menunjukkan kemarahannya. “Lokasi penahanan itu menunjukkan bahwa pasukan keamanan ingin untuk menggunakan kekuatan terlalu berlebihan,” kata Brad Adams, direktur eksekutif Divisi Asia Human Rights Watch.
Sementara itu, PM Thailand menyatakan penyesalan atas kematian 84 Muslim yang ditangkap aparat keamanan dan ditumpuk di dalam sejumlah truk, menyusul kerusuhan, Senin lalu. Namun dia menyatakan bahwa pasukan keamanan terpaksa beraksi untuk mengatasi kerusuhan.
“Kami akan membentuk komite penyelidikan, mengapa mereka ditumpuk di truk-truk sampai mereka tidak dapat bernapas,” kata Thaksin kepada anggota DPR Thailand kemarin.
Bukan Pertamakali
Sebagaimana diketahui, 84 Muslimin di Tak Bai, Provinsi Narathiwat, Thailand, mati lemas dan beberapa lehernya patah ketika hampir 1.300 orang dijejalkan ke dalam kendaraan-kendaraan selama sekitar enam jam. Mereka ditahan setelah pasukan keamanan menggunakan tembakan gas air mata, air, dan tembakan senjata dalam upaya membubarkan para pemrotes di wilayah Selatan yang mayoritas Muslim.
Senin (26/10), sekitar 2.000-3.000 Muslim di Tak Bai melakukan aksi demonstrasi di depan kantor polisi setempat. Mereka memprotes atas penahanan enam rekan mereka yang dituduh menjual senjata kepada pejuang Muslim di Thailand Selatan. Mereka menuntut keenamnya dibebaskan.
Petugas keamanan yang terdiri atas polisi dan tentara mencoba membubarkan para demonstran yang terus berteriak-teriak. Namun, mereka bukannya membubarkan diri. Malah, jumlah para demonstran bertambah banyak.
Aparat pun kehilangan kesabaran dan mulai menembaki para demonstran dengan gas air mata, senjata api, dan senjata air. Militer Thailand juga menangkapi para demonstran dan memasukkannya ke dalam enam truk yang sudah disiapkan untuk dibawa ke kamp militer Inkayuth Bariharn, Pattani.
Saat diangkut, sebanyak 1.300 tawanan itu ditumpuk-tumpukkan dengan tangan terikat ke atas. Perjalanan itu sendiri memakan waktu empat sampai lima jam. Dalam perjalanan, sebanyak 78 Muslim tewas akibat tubuh mereka ditumpuk-tumpuk. Enam lainnya meninggal pada saat bentrokan dengan aparat.
Jumlah penduduk Muslim sekitar 5 persen dari 70 juta penduduk Thailand, yang didominasi Buddha dan pada umumnya tinggal di Provinsi Narathiwat, Pattani, dan Yala. Mereka sudah lama mengeluh soal diskriminasi yang terus-menarus dilakukan Pemerintah Thailand hingga kini.
Lima dari provinsi Thailand selatan awalnya adalah bagian dari kerajaan Melayu Hindu, yang kemudian menjadi pemeluk Islam pada pertengahan abad ke-13 dan pada tahun 1920 dianeksasi oleh Thailand.
Kekerasan terhadap Muslimin Thailand oleh penguasa Thailand ini bukan yang pertama terjadi. April lalu, militer Thailand menyerbu sebuah masjid di selatan dan menewaskan 108 orang. Sejak Januari 2004, sedikitnya 400 Muslim meninggal atas kekerasan yang dilakukan penguasa Thailand. (cha, berbagai sumber)