Hidayatullah.com—Tiga negara Baltik memiliki angka korban pembunuhan disengaja tertinggi dilihat dari populasinya dibanding semua negara anggota Uni Eropa, menurut statistik Eurostat.
Laporan yang menggunakan data dari tahun 2015 itu menunjukkan bahwa menurut catatan kepolisian 5.000 orang menjadi korban pembunuhan disengaja sepanjang tahun itu di Uni Eropa.
Lithuania mencatat negara yang paling banyak kasusnya, dengan 5,89 korban per 100.000 penduduk. Kemudian disusul berturut-turut oleh Latvia dengan 3,37 dan Estonia 3,19. Ketiganya adalah negara yang terletak di kawasan Baltik.
Mengikuti di belakang mereka Bulgaria dan Siprus, berturut-turut dengan 1,79 dan 1,77 korban pembunuhan disengaja per 100.000 penduduk. Keduanya merupakan negara di luar kawasan Baltik yang memiliki angka pembunuhan disengaja tertinggi, atau di posisi keempat dan kelima secara keseluruhan.
Dari segi jumlah korban tanpa memperhitungkan populasi, Prancis merupakan negara dengan angka korban pembunuhan disengaja tertinggi sepanjang tahun 2015 di Uni Eropa, yaitu 1.017 korban. Angka itu mencakup 21 persen dari total keseluruhan korban pembunuhan disengaja di Uni Eropa.
Namun, jika memperhatikan populasi negara, maka Prancis menduduki peringkat ketujuh secara keseluruhan.
Setelah Prancis, jumlah korban pembunuhan disengaja terbanyak ada di Jerman (682 orang atau 14%), Polandia (530 atau 11%) dan Italia (469 atau 10%).
Apabila memperhatikan populasi, di Austria terdapat 0,51 korban pembunuhan disengaja per 100.000 penduduk. Sementara di Belanda ada 0,62 korban, Spanyol 0,65 korban, Republik Ceko 0,75 korban dan Italia 0,77 korban per 100.000 penduduk.
Publikasi laporan Eurostat itu menandai European Day for Victims of Crime, lansir Euronews Kamis (22/2/2018).
Vera Jourova, komisioner kehakiman Eropa, dalam pernyataannya mengutarakan penyesalan mendalamnya karena sebagian negara anggota Uni Eropa belum sepenuhnya beralih ke Arahan Perihal Hak-hak Korban sejak November 2015.
“Saya menyeru sekali lagi agar negara-negara ini mengambil tindakan tanpa ditunda-tunda lagi. Ini sama saja ketidakadilan ganda bagi korban,” ujar wanita itu.
Data yang digunakan dalam laporan Eurostat tersebut diambil dari catatan nasional negara anggota Uni Eropa, yang kemungkinan terpengaruh dengan perbedaan sistem peradilan dan pencatatan masing-masing negara.*