Hidayatullah.com–“AS melakukan pembasmian etnik dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Iraq,” kata kantor berita Anatolia mengutip ucapan Mehmet Elkatmis, yang memimpin komisi hak asasi manusia parlemen.
Elkatmis meminta Washington untuk mengakhiri “pembantaian dan kebrutalan” di Fallujah, yang menjadi sasaran sejak 8 November dari operasi militer AS terbesar sejak diumumkan berakhirnya perang.
Dengan menyebut gambar TV yang menayangkan seorang Marinir AS yang menembak mati seorang yang terluka, warga Irak yang tak bersenjata di sebuah masjid di Fallujah, Elkatmis mengatakan, “pembasmian etnik seukuran itu dilakukan pada masa Musslolini, atau Hitler”, yang menunjuk pada diktator Perang Dunia II, secara berturut-turut, seorang fasis Italia dan Nazi Jerman.
Ketika berbicara di hadapan sidang luar biasa dari komisinya, yang diminta (sidang) untuk membicarakan situasi di Iraq, anggota parlemen itu ingin tahu apakah pasukan AS tidak “menggunakan bom atom” di Fallujah.
“Mereka mungkin menggunakan senjata itu,” katanya, “karena kami diberi tahu bahwa ratusan ribu orang mati di Iraq”.
AKP pimpinan Perdana Menteri Tayyip Erdogan adalah partai konservatif yang memiliki akarnya dalam gerakan Islam yang sekarang dilarang di negara mayoritas muslim tapi sekuler itu. Parlemennya juga tahun lalu memutuskan menolak mengizinkan AS menggunakan wilayahnya untuk membuka front utara dalam perang terhadap Iraq pimpinan Saddam Hussein.
Jajak pendapat rakyat secara berkala menunjukkan bahwa mayoritas melimpah penduduk Turki menentang kehadiran AS di Iraq, yang berbatasan dengan Turki di selatan.
Sementara di Iraq, pasukan AS, kemarin, terlibat dalam pertempuran sengit di “segi tiga kematian” dalam upaya merebut kantong-kantong perlawanan sebelum pemilu Januari nanti, yang akan diikuti oleh lebih dari 200 kelompok politik.
Operasi itu merupakan kelanjutan dari serangan besar-besaran di Fallujah, yang terbesar sejak invasi AS ke Iraq tahun lalu. Kota itu menjadi pusat perlawanan sejak April lalu dan merebut kota itu dianggap penting untuk menyukseskan pemilu tersebut.
Areal yang terletak di antara segi tiga itu –Fallujah, Ramadi, dan Mosul — dihuni oleh kaum Islam Suni yang sangat anti Amerika. Sebagian besar dari 300.000 warga Fallujah telah kabur dari kota itu sebelum serangan dimulai 8 November lalu. Namun dengan masih adanya beberapa kantong perlawanan yang harus direbut, kebutuhan kemanusiaan di dalam kota itu masih belum diketahui. (media indonesia)