Hidayatullah.com–Jumlah orang asing yang pergi ke Swiss untuk melakukan bunuh diri berlipat ganda dalam kurun waktu empat tahun, demikian menurut hasil studi yang dimuat dalam Journal of Medical Ethics Kamis (21/8/2014), lansir Reuters.
Pada tahun 2012, 172 orang asing merenggut nyawa sendiri dengan bantuan orang lain di Swiss, negara yang memiliki aturan liberal soal euthanasia. Angka itu naik dari 86 di tahun 2009.
Menurut hasil penelitian itu, mereka yang minta dicabut nyawanya hampir separuh mengidap penyakit gangguan syaraf seperti lumpuh, penyakit syaraf penggerak, Parkinson’s dan multiple sclerosis.
Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan orang lain, dilegalkan di Swiss sejak tahun 1940an, jika dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki kepentingan langsung dengan kematian orang bersangkutan.
Meskipun demikian, peningkatan jumlah orang asing yang sengaja datang ke Swiss untuk minta dicabut nyawanya menimbulkan perdebatan hangat di negara mungil itu.
Tahun 2011, para pemilih di canton (daerah adminstratif) Zurich menolak usulan pelarangan euthanasia dan “pariwisata bunuh diri”. Setahun kemudian, parlemen menolak untuk memperketat kontrol praktek euhtanasia.
Analisa atas 611 kasus antara tahun 2008 dan 2012 mendapati bahwa orang asing yang datang ke Swiss untuk minta dibunuh berasal dari 31 negara berbeda. Usia tengah mereka adalah 69 tahun.
Hampir separuh dari mereka adalah orang Jerman, sementara 20 persen lainnya orang Inggris. Negara asal 10 tertinggi termasuk Prancis dan Italia, di mana jumlah wisatawan bunuh diri dari kedua negara ini menunjukkan peningkatan paling tinggi.
“Pembunuhan atas dasar kasih sayang” itu juga legal di Belanda, Luxembourg, Belgia dan sejumlah negara bagian di Amerika Serikat. Namun, euthanasia masih ilegal di banyak negara sehingga mendorong sebagian orang yang sakit dan kecil kemungkinannya sembuh pergi ke negara-negara tersebut, di mana mereka bisa mendapatkan bantuan untuk mati, tanpa khawatir keluarga, orang-orang yang mereka cintai atau dokternya akan dituntut secara hukum.
Beberapa bulan terakhir pengadilan di Inggris, Prancis dan Mahkamah HAM Eropa masih berdebat perihal euthanasia.*