Hidayatullah.com–Pernah menonton film Enemy of The State? film yang bercerita tentang kehebatan agen rahasia NSA (National Security Agency). Film yang bercerita seputar intrik-intrik spionase, serta kecanggihan peralatan penyadapan ini dimainkan Will smith (sebagai Robert Clayton).
Dalam cerita, pengacara kulit hitam Clayton diburu secara membabi-buta oleh intel NSA karena telah menyimpan informasi penting tentang pembunuhan.
Dengan alat-alat deteksi canggih, Clayton diburu selama 24 jam penuh oleh agen NSA. Tanpa disadari, sekujur tubuhnya sudah dipasangi alat penyadap canggih. Mulai pulpen, sepatu, jas, arloji dan kancing celana. Bahkan untuk kepentingan intelijen pula, aparat-aparat intel itu harus membunuh siapa saja yang ditemui jika dianggap perlu.
Intelijen merupakan salah satu unsur dari manajemen yang telah digunakan oleh manusia sejak zaman prasejarah. Ilmu intelijen bahkan berkembang menjadi salah satu unsur manajemen perang sejak 400 tahun sebelum masehi.
Salah satu tugas pokok dari intelijen adalah kemampuan menggambarkan perkiraan keadaan yang akan terjadi secara tepat, sehingga selain mendapatkan informasi penting juga diharapkan mampu memenangkan peperangan. Selain itu, fungsi intelijen juga memperkecil resiko yang timbul baik terhadap manusia (pasukan) maupun peralatan (logistik). Kirka secara sederhana mencakup empat hal penting, yakni terhadap pasukan sendiri (intern), terhadap pasukan lawan, terhadap medan atau lokasi di lapangan dan terhadap cuaca.
Dalam perkembangannya, kegiatan mata-mata seperti ini telah melahirkan teknologi dan peralatan informasi yang begitu canggih. Dalam Perang Dunia (PD) II, misalnya, bahkan pernah dikenal tehnik Radio Direct Finding (RDF), teknik yang dipakai untuk melacak sinyal pemancar-pemancar “clandestine”.
Dinas rahasia Jerman dan Swiss pernah juga pernah menggunakan perangkat teknologi RDF, memaksa pemancar-pemancar lain untuk menghilang dari udara dengan jalan memancarkan sinyal super kuat. Taktik yang dipakai armada Jerman adalah menyebarkan kapal-kapal selam kecil yang dikenal dengan u-boat ratusan mil menyeberangi samudra untuk mencari konvoi kapal perang musuh. Bila sebuah konvoi berhasil dideteksi u-boat, maka pesawat radio u-boat mengabarkannya dan tentu saja juga kepada u-boat lain yang berdekatan. Intelejen Naval sekutu mampu melakukan RDF terhadap pancaran dari u-boat yang memberi probabilita 50% bahwa u-boat tersebut berada dalam radius diameter 100 mil laut. Perangkat RDF yang dipasang pada kapal-kapal konvoi memastikan lebih baik hasil-hasil DF bahkan intelejen Naval dapat menginformasikan saat-saat u-boat tersebut muncul ke permukaan laut dan di sana sebuah pesawat tempur yang dilengkapi radar telah siap menantika kehadiran ‘sang musuh’.
Inti dari pekerjaan intelijen adalah memenangkan informasi. Dalam doktrin militer, informasi merupakan bagia integral dari komando dan kendali yang merupakan kunci setiap operasi. Dulu, konsep intelijen hanya sebatas tentang penginderaan di batas-batas wilayah, kegiatan lalulintas manusia, kapal laut dan udara, sistem deteksi dan peringatan dini atau radar surveilance untuk di darat, laut dan udara. Termasuk remote sensing dan sistem navigasi udara.
Di era 90-an, dengan kemajuan teknologi komputer melahirkan konsep Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Intelijen (K4I). Tetapi, belakangan ini, konsep baru yang diterapkan adalah; Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, dan Manajemen Pertempuran (command, control, communications, computers, intelligence and battle management) atau sering disebut (K4I/MP). Ini menunjukan, teknologi baru dalam penerapan teknik berperang juga menggunakan prinsip manajemen. Yakni manajemen pertempuran. Karenanya, di era modern, infrastructure telecommunication and computer network begitu amat berharga.
Semenjak perkembangan teknologi informasi menjadi sangat pesat, maka barang siapa menguasai informasi, menguasai dunia. Inilah yang mendorong negara adi daya untuk berlomba-lomba memasuki medan peperangan yang baru yaitu perang informasi terutama dengan memanfaatkan media masa dan jaringan informasi global. Karena itulah, wajar bila mantan presiden AS, Ronald Reagan pernah mengeluarkan gagasan ‘Perang Bintang’.
Kemajuan teknologi informasi menyebabkan terjadinya pergeseran konsep memenangkan perang. Janganlah heran bila kemudian Amerika Serikat (AS) tiba-tiba memiliki data foto satelit tiga dimensi tentang kondisi Propinsi Aceh Darussalam (NAD). Foto satelit, adalah diantara teknologi informasi modern yang dipakai dalam dunia intelijen.*/bersambung “Katanya Intelligence, tapi tak Pintar..