Hidayatullah.com–Seorang penyelam profesional asal Malaysia merasakan beberapa kejadian aneh ketika menyelam di perairan Pulau Weh, dekat Banda Aceh, beberapa detik sebelum tsunami menghantam Aceh pada 26 Desember lalu. Menurutnya, di dasar laut, dia merasakan banyak kejadian aneh. Meski begitu dirinya tak menyadari, bahwa di atas, telah terjadi gelombang besar yang kemudian telah menyapu salah satu propinsi Indonesia itu.
“Memang laut kelihatan tenang tetapi saya melihat kehidupan laut berkeliaran dan berlarian secara tiba-tiba.
“Ikan dan belut di celah batu karang dan pasir meninggalkan tempat persembunyian secara tiba-tiba,” kata Mohd Hanee Abdul Munir, 27, seperti dikutip Harian Metro Malaysia, (3/1), hari Senin ini.
Lebih jauh, Hanee mengatakan, saat menyelam, di sekitar episentrum gempa itu, memang ada tanda getaran. Namun dia tak meyakini bila getaran itu kemudian akan mengorbankan ratusan ribu nyawa.
Ketika itu, Mohd Hanee mendengar suara seperti sebuah perahu bot besar di kawasannya menyelam. “Telinga saya sakit dan pipi pula bergetar beberapa kali. Kira-kira 10 menit kemudian, saya naik ke perahu dan bertanya kepada empat rekan tetapi mereka menjawab tidak mengetahui apapun. Tetapi perahu bergoyang,” katanya saat mengenang kembali saat-saat mencemaskan di dasar laut Pulau Weh, 33 kilometer dari Banda Aceh.
Hanee menyangka, getaran itu disebabkan oleh efek gelombang kapal besar yang akan melewati kawasan itu. “Ini membuat empat teman saya itu terpaksa menaikkan tanda dan signal sebagai petunjuk terdapat penyelam di situ dengan harapan kapal besar itu dapat menjauhi kawasan tersebut.
Tetapi saat dia dan rombongan penyelam itu kembali ke perairan Kampung Iboih di pulau itu, sudah tak ada lagi bangunan. Yang ada, semua rata dan hanya terlihat kepanikan penduruk yang melarikan diri.
“Selepas itu, air surut ketika perahu kami tiba di Kampung Gapang. Melihat keadaan semakin cemas, teman saya dari Jepang, Akido Tada, mengarahkan perahu kami tidak menghampiri daratan,” katanya.
Untung tak dapat ditolak, rombongan penyelam itu selamat mendarat di Jeti Gapang. Saat itu air sudah tenang kembali. Mereka kemudian membantu korban tsunami yang parah akibat ditindih timbunan kayu.
Hari Sabtu lalu, Mohd Hanee kemudian pulang setelah menghubungi keluarganya di Malaysia. Menurutnya kejadian menyelam di perairan Banda Aceh baginya sebuah kenangan yang tak akan pernah dilupakan.
“Saya anggap Pulau Weh syurga penyelam. Saya pergi ke situ 22 Desember lalu bersama dua warga Malaysia, dua Belanda, seorang Kanada dan seorang Jepang.
“Saya tidak menyangka beberapa kejadian aneh yang saya lihat di dasar laut adalah petanda buruk menimpa Banda Aceh.
“Bayangkan gempa bumi berukuran 9 skala Richter dan bersyukur karena saya hanya sakit telinga dan pipi,” katanya.
Sementara itu, ibu Mohd Hanee, Datin Noharizan Daud, mengatakan, dia tidak selera makan sepanjang anak sulungnya itu berada di Banda Aceh.
“Saya berpuasa tiga hari dan sentiasa menghadap televisi untuk mengetahui perkembangan lanjut bencana tsunami. Syukurlah, mimpi ngeri saya berakhir saat Mohd Hanee menghubungi kami mengabarkan dia selamat. (Harian Metro/cha)