Hidayatullah.com—Perdana Menteri (PM) ‘Israel’ Benyamin Netanyahu mengatakan ‘Israel’ akan menunda pembebasan 602 tahanan Palestina yang seharusnya dilakukan hari Sabtu, sebuah pelanggaran kesepakatan yang dilakukan ‘Israel’.
Dalam pernyataan singkat Netanyahu dari kantor Perdana Menteri ‘Israel’ mengatakan keputusan itu dibuat “mengingat pelanggaran berulang oleh Hamas – termasuk ritual yang merendahkan martabat tahanan kami dan penggunaan politik sinis mereka untuk propaganda”.
Otoritas penjajah sebelumnya mengatakan pembebasan akan ditunda “hingga pembebasan sandera berikutnya dijamin”, dan “tanpa upacara yang merendahkan” saat penyerahan tawanan ‘Israel’ di Gaza.
Pembebasan 620 tahanan Palestina telah ditunda selama beberapa jam dan seharusnya terjadi tepat setelah enam sandera ‘Israel’ dibebaskan pada hari Sabtu.
Kendaraan yang tampaknya membawa tahanan Palestina akhirnya meninggalkan gerbang penjara Ofer yang terbuka, hanya untuk berbalik dan masuk kembali.
Penundaan tersebut semakin membebani gencatan senjata, yang berada pada saat yang sangat rentan, antara fase pertama dan kedua. Fase pertama akan berakhir Sabtu depan, tetapi negosiasi pada fase kedua belum dimulai.
Juru bicara Hamas Abdel Latif al-Qanou mengeluarkan pernyataan yang menuduh perdana menteri ‘Israel’ melakukan “taktik menunda-nunda dan mengulur-ulur waktu”.
“Kegagalan penjajah [‘Israel’] untuk mematuhi pembebasan tahanan gelombang ketujuh dalam kesepakatan pertukaran pada waktu yang disepakati merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian tersebut,” kata al-Qanou.
Sementara mayoritas warga ‘Israel’ menginginkan pembebasan sandera yang tersisa menjadi prioritas pemerintah, ada penolakan dari sayap kanan koalisi pemerintahan Netanyahu, yang menginginkan perang dilanjutkan dengan tujuan melenyapkan pejuang Hamas.
Para sandera yang dibebaskan oleh Hamas hari Sabtu termasuk seorang warga ‘Israel’ kelahiran Ethiopia dan seorang pria Badui, keduanya adalah tawanan yang diabaikan ‘Israel’ selama 10 tahun yang oleh kelompok HAM, sebagai korban rasisme ‘Israel’ karena berkulit hitam.
Penundaan ini ditengarai akibat ‘kekahalan propaganda’ pihal penjajah ‘Israel’ menghadapi kecedikan pejuang Hamas.
Banyak media Zionis marah ketika Hamas melepaskan para tawanan ‘Israel’ –Omer Wenkert, Omer Shem Tov, dan Eliya Cohen—dalam sebuah upacara, dimana salah satu tawanan Shem Tov dengan wajah gembira mencium kepala dua pejuang di depan publik.
“Klaim ‘Israel’ itu salah dan lemah serta bermaksud untuk menghindari kewajiban sesuai kesepakatan,” kata pemimpin Hamas, Ezzat Al Rishq, dalam sebuah pernyataan.
“Upacara penyerahan tidak menghina tawanan, tetapi menunjukkan perlakuan manusiawi terhadap mereka,” kata dia.
‘Israel’ mengatakan akan menunda pembebasan hingga penyerahan sandera berikutnya dilakukan tanpa upacara “yang merendahkan”.
“Penghinaan sesungguhnya adalah perlakuan terhadap tahanan Palestina dalam proses pembebasan mereka, yang kerap melibatkan penyiksaan, pemukulan, dan penghinaan yang disengaja hingga saat-saat terakhir,” kata Rishq.
“Para tahanan Palestina dibebaskan dengan tangan diborgol dan mata tertutup, keluarga mereka diancam agar tidak merayakan kepulangan mereka,” kata dia.
Rishq menuduh pemimpin ‘Israel’ Benjamin Netanyahu sengaja menyabotase kesepakatan Gaza.
Utusan khusus AS, Steve Witkoff, telah mendorong para pihak untuk maju ke tahap kedua, yang akan melibatkan pembebasan sekitar 60 sandera yang tersisa (setidaknya setengahnya diyakini oleh otoritas ‘Israel’ telah meninggal), serta ratusan tahanan dan tahanan Palestina lainnya, dan penarikan penuh ‘Israel’ dari Jalur Gaza.
Sementara Donald Trump tetap menawarkan dukungan kepada Netanyahu jika ia memilih untuk kembali berperang, dengan merujuk pada insiden yang melibatkan jenazah Bibas.
“Ia tidak bimbang. Ia ingin masuk,” kata Trump kepada Fox News Radio pada hari Jumat.
“Ia hanya sangat marah dengan apa yang terjadi kemarin dan memang seharusnya begitu.”
Genosida telah menyebabkan lebih dari 48.300 warga Gaza syahid, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan menghancurkan wilayah kantong Palestina itu.
Mahkamah Pidana Internasional pada November mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penjajah ‘Israel’ juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkannya di Jalur Gaza.
Meski ‘Israel’ berhasil menghancurkan Jalur Gaza rata dengan tanah, namun banyak pengamat menilai penjajah kalah meraih simpati publik dibanding pejuang Hamas, setelah banyak para tawanan yang dibebaskan dari Gaza terlihat sehat dan terjaga dengan baik.
Seorang pakar advokasi dan pengaruh, mantan eksekutif di TikTok, dan mantan direktur informasi untuk pemerintah ‘Israel’, Barak Hershkowitz, pernah mengatakan, ‘Israel’ mungkin menang di medan perang, tetapi kalah di area lain.
“Rencana media Hamas diterjemahkan ke dalam perilaku yang diperhitungkan yang secara bertahap mendapatkan lebih banyak simpati global, yang pada gilirannya akan diterjemahkan menjadi tekanan pada ‘Israel’ untuk menghentikan agresi yang sedang berlangsung, dengan menyebarkan gambar-gambar horor dan ketakutan yang datang dari Gaza untuk memicu konten ekstremis terhadap ‘Israel’,” tambahnya dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Channel 12.
Perlakukan simpatik Hamas dinilai telah berhasil menjadi perang yang sama sekali berbeda, yang hampir tidak mampu dijawab pihak ‘Israel’, hal inilah yang membuat penjajah marah.*/tgd,trt