Hidayatullah.com– Insiden islamofobia – termasuk serangan fisik, pelecehan verbal, caci maki dan ancaman pemerkosaan – meningkat lebih dari dua kali lipat kurun dua tahun terakhir, dengan anak perempuan dan wanita Muslim di Australia paling banyak mejadi korban, menurut hasil riset terbaru.
Laporan kelima insiden islamofobia di Australia memaparkan 309 insiden yang langsung dialami korban antara Januari 2023 dan Desember 2024 – yang menunjukkan peningkatan 2,5 kali dibandingkan periode pelaporan sebelumnya. Sementara insiden islamofobia yang terjadi secara online atau daring bertambah menjadi 366.
Anak perempuan dan wanita Muslim mencakup tiga perempat korban dari keseluruhan insiden dan mereka lebih sering mengalami serangan fisik dibandingkan anak lelaki dan pria Muslim.
“Tampak sekali itu merupakan islamofobia berdasarkan gender,” kata Dr Nora Amath, direktur Islamophobia Register. “Mayoritas korban adalah wanita Muslim dan kebanyak pelaku adalah laki-laki. Hal itu sangat nyata dan sangat mengkhawatirkan.”
Hasil riset yang dilakukan oleh Islamophobia Register, Universitas Deakin dan Universitas Monash tersebut dirilis hari Kamis (13/3/2025). Laporan itu memaparkan kenaikan terbesar insiden islamofobia sejak pelaporan dimulai sebagai unggahan di laman Facebook pada 2014. Islamophobia Register merilis laporannya setiap dua tahun.
Dalam banyak kasus anak-anak juga ada di lokasi dan menyaksikan kejadiannya ketika ibu mereka “dicekik, dipukul, ditonjok atau dipanggil dengan sebutan-sebutan yang mengerikan”, kata Amath, seperti dilansir The Guardian.
Seorang wanita Muslim diserang ketika sedang duduk bersama lima anaknya di sebuah food court di pusat perbelanjaan, tulis laporan itu.“Seorang wanita tak dikenal berteriak ‘f*ck Muslims’ dan meninju saya di bagian kepala, membuat saya terjatuh di depan anak-anak saya. Saya dibawa ke rumah sakit di mana hasil pemeriksaan CT scan menunjukkan hidung saya patah,” papar wanita tersebut kepada peneliti.
“Saya dan anak-anak mendatangi psikolog guna mengatasi trauma. Kami tidak keluar rumah kecuali ada keperluan penting karena kami takut peristiwa itu terjadi lagi.”
Seorang wanita lain menceritakan pengalamannya. “Ketika sedang berjalan kaki menuju stasiun kereta, seorang pria berkata, ‘Saya akan robek kerudungmu, menghancurkan kepalamu, dan memperkosamu’.”
Laporan itu juga menyebutkan bahwa dalam satu kasus, seorang pria memasuki ruangan masjid dan mengotorinya dengan tinja.Hampir setengah dari insiden islamofobia yang langsung dialami korban terjadi di New South Wales, negara bagian di Australia yang paling banyak populasi Muslim-nya.
Lebih dari seperempat insiden terjadi di jalanan atau di tempat parkir atau saat korban sedang berkendara. Tempat kejadian terbanyak kedua yaitu di tempat kerja, kemudian di sekolah, di pusat perbelanjaan, universitas dan transportasi umum.
Wanita melaporkan tiga kali lebih banyak insiden islamofobia di tempat kerja dibandingkan pria. Padahal, di Australia wanita Muslim yang bekerja jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan pria Muslim.
Sekolah satu-satunya tempat di mana anak lelaki Muslim melaporkan lebih banyak insiden dibandingkan anak perempuan Muslim, dengan anak lelaki menjafi korban 63% insiden islamofobia di sekolah, menurut laporan tersebut.
Terjadi lonjakan insiden islamofobia pada tiga pekan setelah serangan Hamas ke Israel 7 Oktober 2023 dan selama peperangan selanjutnya di Gaza. Tercatat kenaikan 1.300% insiden yang dilaporkan selama periode itu dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Islamophobia Register mendefinisikan islamofobia sebagai serangan terhadap Muslim atau orang yang dikira Muslim. Amath mengatakan bahwa dalam insiden itu ada beberapa korban yang bukan Muslim tetapi disangka Muslim.
“Bagi wanita Muslim, tempat paling berbahaya bagi mereka adalah tempat umum,” kata Amath.“
Dampaknya adalah para wanita menjadi takut untuk keluar rumah, sebagian bahkan ada yang sampai berhenti bekerja dan terlilit utang karena mereka tidak dapat bekerja. Di tempat kerja, mereka tidak menunjukkan dirinya secara penuh, mereka tidak bisa menunjukkan solidaritasnya terhadap Palestina.
Para penyusun laporan itu berkeyakinan angka yang mereka sajikan di bawah angka sesungguhnya, karena di Australia banyak insiden islamofobia yang tidak dilaporkan.*