oleh: Robert Fisk
KELUARGA Mubarak masih yakin bahwa Al Jazeera adalah biang keroknya. Tanpa liputan langsung saluran televisi Qatar tentang Lapangan Tahrir pada Januari dan Februari lalu, sehingga ceritanya mengalir terus, Kaisar Husni masih akan menduduki singgasana Mesir, rambutnya disemir sebagaimana titahnya, para gubernur bawahannya masih tergiur pada kebijaksanaannya, rezimnya masih menghasilkan berita palsu dan kementerian palsu, serta pemilihan umum palsu bagi rakyatnya. Adalah awak udara yang menerbangkan Kaisar Tunisia Ben Ali ke Arab Saudi — yang sekelebat melihat laporan berita Al Jazeera berbahasa Arab — tiba-tiba menyadari apa yang sedang terjadi, lalu segera merencanakan penerbangan pulang dan meninggalkan pria tua itu di sana. Adalah George W. Bush yang ingin mengebom markas besar Al Jazeera di Doha, sekitar 20 mil jauhnya dari pangkalan udara terbesar Amerika di Timur tengah.
Sekarang, Al Jazeera tua yang malang — atau Al Jazeera yang sangat kaya, yang ini lebih mendekati kebenaran — adalah saluran televisi yang sangat dibenci oleh rezim Presiden Bashar Al Assad. “Mereka bohong — Al Jazeera berusaha membunuh suriah,” seorang pejabat muda pemerintah Suriah ngotot kepada saya di Damaskus pekan lalu. “Mereka mengambil gambar-gambar YouTube ini, yang merupakan kebohongan, dan mereka berusaha menghancurkan kami semua” Saya sendiri sering muncul di Al Jazeera. Teman berbahaya. Ia [Al Jazeera] bahkan membiarkan saya mengutarakan pemikiran saya; bicara apa yang saya suka; guyon; mengolok-olok yang angkuh. Sedemikian buruk kah?
Ulang tahun ke-15nya dirayakan di bawah bayangan agak kelam. Wadah Khanfar, CEO-nya yang berani dan imajinatif, mengundurkan diri lebih dari sebulan lalu, beberapa hari setelah WikiLeaks mencuri arsip-arsip diplomatik yang mengungkapkan bahwa ia telah “melakukan kesepakatan” dengan staf Kedutaan Besar AS untuk membisukan berita-berita yang membuat Amerika marah — laporan-laporan AS yang ada tidak menyebut ia bertindak sebagai sensor tidak resmi, namun pembicaraan itu seharusnya tidak pernah terjadi (tidak, sekurang-kurangnya, dari sudut jurnalis manapun) dan saya sangat menaruh iba yang mendalam untuk sobat lamaku itu. Di Iraq, di mana Amerika berhasil membom kantor Al Jazeera dan membunuh kepala bironya saat invasi tahun 2003 — secara sengaja, menurut saya, karena Qatar telah memberikan peta yang tepat dari lokasi biro Baghdad itu agar tidak diserang kepada Kedutaan AS di Doha — Khanfar terus-menerus menerima ancaman verbal dari pihak berwenang AS. Saya memeriksa berita-berita Al Jazeera saat itu dan menemukan satu yang tidak biasa — Khanfar mengakui kesalahan yang menyebutkan bahwa pasukan AS telah mengikat seorang pria sebelum membunuhnya, sebuah kesalahan yang dibuat dengan itikad baik — [padahal] Al Jazeera selama ini menerapkan standar jurnalistik tertinggi (tentu saja saya bicara tentang “standar” versi Barat) dan Khanfar bertindak dengan intergritas dan keberaniannya.
Dia sendiri mengatakan bahwa ia telah merencanakan pensiunnya dan laporan WikiLeaks itu tidak berhubungan dengan kepergiannya. Saya ingin sekali berpikir bahwa itu benar. Hmmm.
Tapi kreasinya — yang sebenarnya merupakan kreasi dari kenakalan, luar biasa cerdas dan berbahaya Amir Qatar — adalah fenomenal. Amerika membom kantor-kantornya di Kabul pada 2001, sama dengan yang mereka lakukan di Baghdad dua tahun kemudian, sama juga dengan yang direncanakan oleh Bush di Doha hingga akhirnya dibujuk oleh Lord Blair dari Kut al-Amara, yang kemudian mengatakan kepada staf redaksi Al Jazeera ( yang sebenarnya penasaran ingin tahu apakah Bush benar-benar bermaksud membunuh mereka) bahwa sudah “waktunya untuk beraksi lagi.” Ya Anda benar. Kali itu, Blair [PM Inggris Tony Blair ketika itu -red] benar-benar menyelamatkan nyawa orang. Bagi Amir Qatar sendiri, Al Jazeera telah menjadi simbol kekuatan. Kekayaan gas alam Qatar yang luar biasa kini diimbangi dengan sebuah stasiun televisi — atau beberapa stasiun, jika Anda menyadari cabang-cabangnya — dengan kekuatan yang sepadan.
Sekarang, jangan mengira bahwa semuanya benar-benar sangat bersih. Sementara saluran berbahasa Inggrisnya menyiarkan langsung revolusi Bahrain — yang sebenarnya bukan revolusi, kembaran bahasa Arabnya tetap diam; sengaja menghindari liputan tentang aksi protes mayoritas Syiah di jalan-jalan Manama yang menekan Raja Bahrain. Usamah bin Ladin bisa disiarkan tanpa diedit di Al Jazeera.
Ketika Blair mengudara, dia menjadi sasaran (cukup tepat, dalam istilah jurnalistik) kritik keras yang nyata dari reporternya di London.
Banyak staf yang melihat ke Doha saat BBC bahasa Arab yang asli dihentikan di bawah tekanan Saudi, tapi mereka paling tergungcang melihat ke-fair-an permainan sepakbola yang sekarang menjalar seperti kanker di BBC saat melaporkan kejahatan kemanusiaan, kebijakan luar negeri AS dan kebrutalan Israel. Pemuka-pemuka agama Muslim, kata para pengritik saluran itu, terlalu banyak mendapatkan porsi jam siar. Menurut saya para pengkritik itu benar. Tapi jika Al Jazeera memiliki 50 juta atau lebih pemirsa (tidak ada jajak pendapat resmi di dunia Muslim, jadi siapa yang tahu?), maka benar juga jika dikatakan bahwa Islam dan kekuatannya semakin dan makin membentuk narasi sejarah Timur Tengah.
Jika Al Jazeera tidak dapat bercermin dari sini, maka ia akan melorot ke standar liputan CNN/BBC/PBS yang rendah. Tidak dihargai oleh orang Timur Tengah — mungkin juga oleh Barat — adalah peringkat yang diterima Al Jazeera karena menampilkan berita Afrika terlalu serius dan mengesampingkan berita-berita Asia di luar laporan ekonomi raksasa China.
Jika banjir membunuh ribuan orang di Afrika, pasti Al Jazeera sudah lebih dulu ada di sana. Tidak perlu dikatakan, saat semuanya dimulai, Al Jazeera dipuji setinggi langit oleh semua yang biasa mencurigainya — politisi Amerika, Tony Blair dan lain-lain — dan saat ia menunjukkan dirinya menjadi sedikit usil dibanding menjadi corong kebebasan berbicara, demokrasi, kebebasan, dan lain-lain, dia dicap menjadi saluran “teroris” yang mendukung pembunuhan atas prajurit pemberani AS yang berusaha melindungi orang-orang baik di Aghanistan dan Iraq. Dalam hal ini, ia [Al Jazeera-red] tumbuh; menjadi dewasa. Ia tidak lagi menjadi koran kemarin sore, melainkan mapan, menjadi pencerita terpercaya tentang kebenaran yang tidak menyenangkan, kecuali yang menjadi kebenaran bagi orang-orang Qatar, dalam hal ini mereka tidak akan menampilkannya di layar.
Itulah yang bisa Anda saksikan. Kelompok-kelompok lobi di AS dan Kanada — jangan tanya saya yang mana, karena kita semua tahu — masih terus berupaya sekuat tenaga untuk menjauhkan Al Jazeera dari ruang-ruang keluarga AS. Saya dapat mengerti alasannya. Mereka pasti akan gagal, seperti halnya Mubarak yang tidak dapat menutup teknologi moderen di akhir masa kekuasaannya.
Dia [Mubarak-red] pernah berkunjung ke Doha dan melihat markas besar saluran televisi ini yang berukuran kecil. “Semua masalah ini berasal dari kotak korek api seperti ini?” tanyanya.
Masalah! Kotak korek api!
Seperti terlihat dilayar: Kejadian yang membentuk saluran TV Al Jazeera
*1 Nopember 1996: al Jazeera diluncurkan
Terima kasih atas sumbangan $140 juta dari amir Qatar, saluran televisi ini mengudar untuk pertama kali dari markasnya di Doha.
*1 Januari 1999: Penambahan jam siar menjadi 24 jam
Dengan jumlah pemirsa global diperkirakan mencapai angka 50 juta, al Jazeera memperluas operasi penyiarannya dari enam jam menjadi 24 jam sehari.
*7 Oktober 2001: Menyiarkan Usamah bin Ladin
Dua jam setelah serangan udara pimpinan Amerika Serikat terhadap Afghanistan dimulai, Al Jazeera menyiarkan pernyataan dari Usamah bin Ladin, di mana ia menggambarkan mantan Presiden AS George Bush sebagai ‘kepala orang kafir” dan mengatakan AS telah menyatakan perang dengan Islam.
*13 Nopember 2001: Kantor Kabul dihancurkan
Sebuah rudal Amerika Serikat menghantam kantor Al Jazeera di Kabul. Satu orang terluka. Operasi pemberitaan BBC dan AP di kota itu juga terpukul.
*15 Desember 2001: Kameramen dikirim ke Teluk Guantanamo
Kameramen keturunan Sudan Sami al-Hajj ditangkap di Pakistan setelah bekerja untuk Al Jazeera di Afghanistan. Pasukan AS kemudian menerbangkannya ke Teluk Guantanamo, antara lain untuk menginterogasi tentang pekerjaannya di jaringan berita Arab itu, menurut kabel WikiLeaks yang dipublikasikan tahun ini. Ia akhirnya dibebaskan pada Mei 2008.
*10 Mei 2002: Bahrain melarang Al Jazeera
Negara Teluk itu melarang stasiun televisi ini selama dua tahun setelah menuduhnya menyiarkan “bias Zionis”.Bahrain menjad salah satu negara Timur Tengah yang pernah menyensor stasiun televisi itu sejak kemunculan pertamnya.
*8 April 2003: Rudal AS membunuh wartawan
Sebuah serangan udara Amerika menghantam kantor Al Jazeera di Baghdad, Irak, menewaskan seorang reporter Palestina yang bekerja untuk jaringan itu, Tariq Ayyub.
*20 Januari 2004: Dituduh menyiarkan propaganda ekstrimis
Presiden AS ketika itu George W. Bush menuduh Al Jazeera menjadi sumber “propaganda kebencian” dari dunia Arab.
*15 Nopember 2006: Meluncurkan saluran berbahasa Inggris
Al Jazeera dalam bahasa Inggris disiarkan dari Kuala Lumpur, dengan Sir David Frost sebagai salah satu penyiar beritanya.
*6 Desember 2010: Diklaim mendapat pengaruh dari Qatar
Kabel-kabel diplomatik Kedutaan Amerika Serikat yang dipublikasikan WikiLeaks mengklaim jaringan tersebut mengusung agenda diplomatik Qatar.
*20 September 2011: Bosnya mengundurkan diri
Setelah bertugas selama 8 tahun pemimpin Al Jazeera, Wadah Khanfar, digantikan oleh seorang anggota Kerajaan Qatar, Syeikh Ahmad bin Jassim bin Muhammad Al Thani.****
Diambil dari tulisan kolom Robert Fisk di The Indepandent tanggal 2 Nopember 2011, berjudul “Al Jazeera – 15 years in the headlines