Hidayatullah.com–Sebuah survei di Provinsi Kandahar yang didanai Angkatan Darat AS menunjukkan, 94% responden lebih memilih jalur negoisasi daripada perang untuk menghadapi Taliban. Sebanyak 85% menyebut Taliban sebagai saudara mereka.
Survei itu dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta Amerika Desember tahun lalu, di daerah-daerah yang tidak dikuasai Taliban, yaitu wilayah kota Kandahar, Distrik Arghandab, Zhari, pinggiran kota Kandahar, dan Panjawayi.
Hasil survei yang menunjukkan penolakan rakyat Afghanistan atas kehadiran pasukan asing yang memerangi Taliban, sangat bertolak belakang dengan perkiraan AS dan sekutunya bahwa para tetua suku di wilayah-wilayah tersebut akan menyambut hangat kehadiran pasukan AS dan NATO. Jenderal Stanley A. McChrystal merencanakan serangan militer paling besar selama perang Afghanistan pada bulan Juni mendatang.
Laporan hasil survei tersebut dipublikasikan Maret lalu oleh Glevum Associates, sebuah perusahaan di Washington yang dikontrak untuk program Human Terrain Systems di Afghanistan.
Pada pertemuan tanggal 4 April, para tetua suku dari seluruh Kandahar bertemu dan mengatakan kepada Presiden Hamid Karzai bahwa mereka tidak senang dengan operasi militer yang telah direncanakan itu.
Sembilan puluh satu persen responden mendukung digelarnya Loya Jirga, pertemuan masal para pemimpin Afghanistan untuk mengakhiri konflik, dengan 54% di antaranya mengatakan sangat mendukung. Angka ini bisa menjadi gambaran dukungan atas usulan Karzai untuk menyelenggarakan “Jirga damai”, dan mengundang Taliban ikut serta di dalamnya.
Hasil survei Glevum juga menunjukkan, bagi orang-orang Kandahar pos-pos pemeriksaan yang dijaga oleh Angkatan Darat Afghanistan dan Polisi Afghanistan beserta kendaraan patrolinya, merupakan ancaman terbesar bagi keamanan perjalanan mereka dibandingkan bom dan pos pemeriksaan Taliban.
58% mengatakan, pos penjagaan tentara dan polisi Afghanistan merupakan ancaman keamanan terbesar bagi mereka. Sementara 56% mengatakan, kendaraan patroli mereka lebih berbahaya. 44% mengatakan yang paling berbahaya adalah konvoi pasukan AS dan NATO. Angka yang sama mengatakan, bom pinggir jalan berbahaya.
Bandingkan dengan hanya 37% yang mengatakan pos pemeriksaan Taliban mengancam keamanan perjalanan mereka.
Di kota Kandahar, tempat operasi militer besar-besaran akan dilakukan oleh Amerika dan kawan-kawan, selisih angka itu bahkan semakin tinggi.
65% responden di Kandahar mengatakan, pos tentara dan polisi Afghanistan paling berbahaya bagi mereka. Sementara 42% menganggap bom di jalanan adalah yang paling bahaya.
Militer AS melemparkan kesalahan pada pemerintah lokal yang dipimpin saudara kandung Presiden Karzai, Ahmed Wali Karzai. Menurut AS, pemerintahan Wali Karzai yang korup dan suka perang itu yang menyebabkan rakyat berpaling ke Taliban.
84% responden menyatakan korupsi adalah penyebab utama konflik yang ada, dan duapertiganya setuju, korupsi adalah alasan mereka “berpaling ke yang lain”. Ungkapan “berpaling ke yang lain” itu sengaja digunakan dalam daftar pertanyaan survei, untuk menggiring responden menyatakan alasan korupsi adalah penyebab mereka mendukung Taliban, tanpa mengutarakannya secara terang-terangan.
Lebih dari separuh responden (53%) menyatakan, Taliban “incorruptible”, bersih, tidak korup, dan tidak bisa disuap.
Penolakan rakyat Afghanistan, terutama mereka yang tinggal di distrik tempat McChrystal berencana mengirim lebih banyak pasukan, sebenarnya telah diungkap oleh Joe Klein dalam majalah Time edisi 15 April.
Joe Klein bersama Kapten Jeremiah Ellis, mengunjungi rumah seorang pemuda berusia 17 tahun yang akan dijadikan sebagai pos pengamatan militer. Ketika kapten tentara AS itu bertanya; bagaimana perang akan berakhir, pemuda itu menjawab, “Ketika Anda semua keluar dari sini, keadaan akan membaik. Para tetua akan duduk bersama Taliban, dan Taliban akan meletakkan senjata mereka.”
Ketidaksesuaian antara keinginan militer AS yang ofensif dengan rakyat Afghanistan yang menginginkan perundingan damai, sepertinya akan mendorong Obama untuk mendukung usulan Hamid Karzai sekarang, dan tidak menunggu hingga pertengahan tahun 2011 sebagaimana yang diusulkan militer AS sejak Desember tahun lalu.
Dalam sebuah rapat kabinet, Obama menilai negosiasi dengan Taliban perlu dilakukan, namun hal itu ditentang oleh Menteri Pertahanan Robert Gates dan Menlu Hillary Clinton, yang menolak semua upaya negosiasi sampai Jenderal McChrystal menunjukkan keberhasilannya untuk melemahkan Taliban.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan The Sunday Times, London, pemimpin Taliban Mullah Omar menyatakan siap untuk melakukan pembicaraan yang sungguh-sungguh dan jujur.
Dikatakan, tujuan Mullah Omar sekarang ini hanya terbatas pada penerapan kembali syariat Islam, pengusiran orang-orang asing, dan pemulihan keamanan. [di/ips/hidayatullah.com]