Hidayatullah.com—Tumbangnya rezim Husni Mubarak ternyata masih tak memuaskan hari kaum Nashrani di Mesir. Bagi kalangan Kristen, Al Ikhwan al Muslimun (Ikhwan) yang aktif di seluruh dunia Islam dikhawatirkan akan mengambil alih revolusi, apalagi saat ini, partai politik yang pernah ditindah Mubarak itu terus mendapatkan pengaruhnya di Mesir, demikian ditulis media Kristen The Christian Broadcasting Network (CBN), Sabtu (26/3).
Perkembangan ini terlihat dari wajah sekuler selama protes berlangsung yang menggandeng Islam, terutama dalam referendum nasional terbaru yang mengubah bentuk struktur politik Mesir.
Sebulan yang lalu, Mohammed Elbaradei yang dianggap seorang pahlawan revolusi, namun pada hari referendum, massa melemparkan justru batu kepada Elbaradei, mengutuknya, bahkan menghalangi dirinya untuk memberikan suara pada referendum.
Ramez Attalah, Direktur Lembaga Alkitab di Mesir meyakini, jika ada pemilu demokratis, ia pastikan kalangan Islam akan memenanginya.
“Demokrasi dalam konteks kami memberikan akar bagi kaum minoritas – melalui pemilu – bagi Islam yang sangat radikal seperti Hizbullah di Libanon dan Hamas di Gaza. Kami pikir jika ada pemilu demokratis, maka Islam radikal akan mengambil alih negeri ini,” jelasnya.
Kalangan Kristen Mesir khawatir, jika Islam yang menang mereka akan menjadi warga negara kelas dua.
“Kekuatiran kami lebih bersifat jangka panjang,” ujar Attalah. “Kami mengkuatirkan pemilihan ini dan empat tahun mendatang setelah pemilihan. Karena apa yang kita lihat saat ini adalah wajah yang manis namun kami kemudian akan melihat pendekatan yang berbeda. Sejarah masa lalu mengindikasikan bahwa apa yang kami lihat sekarang bukanlah apa yang akan kami lihat di masa depan.”
Attalah mengatakan kenyataan baru di Mesir tidak berarti akan adanya kemerdekaan yang lebih bagi orang Kristen. Namun kondisi ini akan menghasilkan sebuah gereja yang kuat.
“Saya secara pribadi percaya jika orang Kristen di Mesir berada di bawah tekanan dan dalam situasi yang lebih sulit, iman mereka akan berkembang dan dan hal ini akan lebih baik bagi pemberitaan Injil. Jika kami mendapatkan kemerdekaan seperti yang kami rindukan, maka Injil sebagai pesan dan juga gaya hidup akan melemah,” ujarnya.*