Hidayatullah.com — Lulus dari salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Banjarmasin, Kalimantan Tengah, tahun 2009 lalu, Yazid mulai bingung harus melanjutkan pendidikannya ke mana. Pasalnya, Yazid memiliki minat besar di bidang agama. Ia juga ingin sekali menghafal al-Qur’an yang telah dicita-citakanya sejak lulus sekolah menengah.
Ia sebenarnya sudah mendengar banyak informasi hal ihwal sekolah pendidikan yang bisa mewadahi minatnya itu, tapi rupanya Yazid merasa ragu apakah sekolah yang kelak di pilihnya nanti benar benar kondusif bisa menyalurkan minatnya itu.
Hingga pada suatu hari, datanglah seorang ustadz mengabarkan bahwa ada sekolah yang barangkali cocok buat dirinya. Ustadz tersebut merujuk nama Lembaga Kaderisasi Iman dan Da’I (LKID) yang berada di bawah naungan Yayasan Wadi Mubarak. Tak perlu menungu lama, Yazid pun melabuhkan “cintanya” ke pilihannya tersebut.
“Alhamdulillah, 3 bulan bisa hafal 30 Juz,” aku Yazid ditemui hidayatullah.com sela sela kesibukannya muroja’ah (mengulang-ulang hafalan) di komplek LKID yang beralamat di Jalan Raya Puncak 1/1 Desa Kuta, Kecamatan Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Pria lajang kelahiran Barabai, 6-Juli-1988 ini mengaku mampu menyelesaikan hafalannya dalam tempo yang terbilang singkat itu lantaran ditopang dengan lingkungan LKID yang nyaman, jauh dari kebisingan kota lagi sejuk dengan nuansa alam pegunungan Pasundan.
“Yang terpenting adalah luruskan niat dan bermujahadah,” akunya, mantap.
Lain lagi yang dirasakan Saddam Husain Servao Katiri. Pria berusia 19 tahun asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, ini mengaku selalu pindah pindah pesantren di beberapa tempat di tanah jawa karena selalu tidak pas di hati sebelum akhirnya masuk ke LKID. Setelah karam LKID melalui salah seorang kerabatnya, ia pun sampai kini tetap betah.
Kurang lebih 10 bulan dia di LKID, Servao akhrinya sukses hafal 30 Juz. Selain sibuk belajar sehari hari, ia bertugas menjadi pelayan tamu di yayasan ini karena bahasa Arab-nya yang juga memang bagus.
Gratis Penuh
LKID adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan agama untuk tamatan SMA dan sederajat khusus putra. Berfokus pada pendidikan dan kaderisasi Imam dan da’I yang siap tandang ke gelanggang.
Jenjang pendidikannya hanya 2 tahun. Tahun pertama fokus pada pelajaran dan menghafal al-Quran, Lughah, Dirasat Islamiyah, dan Ulumul Syariah. Pada tahun kedua mulai fokus pada studi Dirasaat Islamiyah.
“Pada tahun pertama kan sudah paham pelajaran Al-Qur’an dan hafal. Nah, tahun keduanya tinggal pendalaman dan fokus Diraasat Islamiyah-nya,” jelas Direktur LKID Ustadz Didik Haryanto, Lc.
Selain mendapatkan ijazah dan sertifikat resmi, alumninya juga bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Sejumlah alumni LKID ada yang masuk ke Universitas Juanda Bogor, Universitas Cokrominoto Yogya, Universitas Trunojoyo, Bangkalan. Dan itu, “Semuanya gratis, full,” imbuh Didik.
Selain masuk ke jurusan umum, sebagan besar alumni LKID memilih masuk ke jurusan Ekonomi Syariah (SE.I). Hal itu tentu saja tidak mengherankan, sebab selama 2 tahun masa pendidikan di LKID, para santri memang telah dibina menjadi hafidz yang pengusaha.
Cetak Hafidz Sekaligus Pebisnis
Di komplek yayasan yang luasnya 8 hektare ini, ada puluhan ekor kambing dan domba yang dipelihara oleh santri. Jenis peliharaannya juga pilihan, yaitu jenis Marino (domba Afrika) dan Etawa (domba Australia).
“Selain dijual, susunya diambil untuk dikonsumsi para santri biar kuat,” kata Didik.
Selain usaha berternak domba, kambing, dan kelinci yang diurus oleh santri, mereka yang sudah hafal 15 juz dipersilahkan untuk ditempatkan bekerja di minimarket minimarket mitra Yayasan Wadi Mubarak untuk kegiatan magang.
Untuk kemandirian ekonomi, LKID punya minimarket 3 titik di Jakarta, yaitu di Cakung, Kemayoran, dan di Semper. Ada juga mitra usaha penyedia air minum kemasan yang siap mendidik santri LKID menjadi pebisnis. “Santri kita titipkan untuk memulai jadi penguasaha di sana,” jelas Didik.
LKID telah mendapat pengakuan (mu’adalah) dari Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Selain di Madinah, beberapa alumninya juga melanjutkan pendidikannya ke Yaman (setiap tahun 5 orang), Mesir (5 orang). LKID memang benar benar lembaga hafidz. Bahkan Kepala Bagian Peternakannya saja, Ustadz Taufik Lc, adalah hafidz.
Lembaga yang memiliki santri 110 orang, belum termasuk santri putri yang akan dimulai programnya pada tahun ajaran baru tahun ini, menyelenggarakan semua dengan gratis. Mulai dari asrama yang terbilang kelas bisnis nan ekslusif, konsumsi santri sehari hari pun lezat menentramkan perut.
Sesuai tagline-nya, “Pesantren Bintang Lima”, bangunan-bangunan di kampus pendidikan Islam di bilangan Desa Kuta ini terkesan mewah, bisa dibilang sekelas villa yang memang banyak bertengger di kawasan puncak.
Arsiteksi bangunannya elegan, kombinatif dan serasi dengan pepohonan dan hutan rindang di sekelilingnya. Santri dibuat betah menghafal dan belajar di kamar tidur sekalipun, dengan suasana alam yang sejuk dan asri. Konsep edukasi di kompleks Islamic Centre Wadi Mubarok ini di-setting sedemikian rupa. Setiap pengumuman, papan peringatan, spanduk maupun nama ruangan ditulis dengan bahasa asing.
Beberapa bulan sebelumnya, LKID mendapat kunjungan dari Univeristas Yala, Thailand, yang akan menerapkan konsep yang sama.
Sementara Juli ini akan dikunjungi dosen dan pengajar hafidz dari Singapura sebanyak 16 penghafala Qur’an dalam rangka studi banding.
Selain itu, dari dalam negeri, pernah mendapat kunjungan dari SMP IT Iqro Bekasi, untuk studi banding penanganan lembaga hafalan Qur’an.
Tahun ini LKID telah menyelenggarakan pendidikan khusus Sanad al-Qur’an dengan serttfikasi resmi. Atas program ini, LKID pun mendatangkan pakar sanad Qur’an dari Yaman yaitu Syaikh Ibrahim Al Ammad.
Untuk pembiayaan, lembaga pengkaderan da’I ini sejak awal telah mendirikan PT. Nur Ramadhan, sebuah perusahaan tour, haji, dan umrah. Seratus persen keuntungan dari usaha travel ini didedikasikan untuk pembiayaan lembaga tahfidz.*