Hidayatullah.com–Berbagai kalangan menyarankan agar Indonesia belajar kepada Malaysia dalam pengelolaan haji. Menurut mereka, pengelolaan haji di negeri jiran itu relatif lebih baik ketimbang Indonesia.
Dalam hal pemondokan misalnya, Malaysia bisa mendapatkan tempat dekat Masjidil Haram. Paling jauh hanya 1 kilometer. Sedangkan Indonesia tempat pemondokan justru menjadi salah satu titik lemah. Disamping jauh juga kondisinya kurang layak. Hampir tiap tahun persoalan pemondokan ini mencuat ke permukaan.
Malaysia mendapatkan pemondokan lebih baik karena mereka berani kontrak dalam jangka panjang. “Kami kontrak hotel selama 10 tahun bayar di muka,” kata salah seorang staf Tabung Haji yang tak mau disebutkan namanya kepada hidayatullah.com, awal Februari lalu di kantornya, Kualalumpur.
Dari sisi biaya Malaysia juga lebih murah. Menurut staf Humas tersebut, tahun lalu ONH (Ongkos Naik Haji) Malaysia 14.360 RM (sekitar Rp 40 juta). Dari jumlah itu calon jamaah hanya membayar sekitar Rp 27 juta. Sisanya disubsidi oleh Tabung Haji. Bandingkan dengan ONH Indonesia sekitar Rp 30 juta.
Sudah biayanya lebih murah, Malaysia juga memberikan fasilitas manasik haji gratis selama 17 minggu.
Hanya saja daftar tunggu (waiting list) di Malaysia jauh lebih lama, 30 tahun. Sedangkan Indonesia masing-masing provinsi berbeda-beda. Paling lama, seperti Jawa Timur contohnya, sekitar 10 tahun.
Lamanya daftar tunggu di Malaysia bisa jadi karena kuota mereka yang sedikit. Hanya 28 ribu jamaah. Itu artinya hanya seperempat kuota Indonesia. Karena kuota yang lebih sedikit itulah, Malaysia tak mau dibandingkan dengan Indonesia. “Ya kami kuotanya kecil, Indonesia besar. Repot ngurusnya,” kata staf tadi merendah.
Haji di negeri jiran ini diselenggarakan oleh Tabung Haji yang berkantor pusat di Jl Tun Razak, Kualalumpur. Kantor itu berdiri megah dengan 22 lantai.
Setiap calon jamaah boleh membuka tabungan haji dengan setoran awal minimal 2 RM. Hingga kini, masih menurut keterangan staf Humas Tabung Haji, dana yang terkumpul mencapai 10 juta dollar AS.
Beda dengan Indonesia, di mana dana setoran awal jamaah ditumpuk di bank. Di Malaysia dana tersebut diinvestasikan antara lain pada empat sektor: perkembunan kelapa sawit, perbankan, properti dan travel.
“Syarat investasinya harus sesuai dengan syariat Islam. Misalnya bank, tak boleh pakai bunga,” katanya. Keuntungan dari investasi inilah yang dipakai untuk mensubsidi biaya haji.*/Bambang S