DI SELA kehadiran peserta Miss World yang sudah mulai berdatangan di Indonesia, sejumlah protes masyarakat atas kegiatan penyelenggaraan ini terus bermunculan. Senin (02/09/2013) lalu, elemen-elemen organisasi perempuan Indonesia, mendirikan Forum Persaudaraan untuk Anak dan Perempuan (FPUAP) di Jakarta. Yang menarik, kehadirannya untuk membatalkan acara yang diklaim akan berdampak pada pariwisata ini. Hidayatullah.com, sempat mewawancarai Rita Subagyo, Ketua Forum Persaudaraan untuk Anak Dan Perempuan (FPUAP), di Jakarta Senin (02/09).
Alasan apa yang membuat FPUAP begitu ingin membatalkan Miss World?
Ini ikhtiar kami, upaya kami untuk menghentikan Miss World atas beberapa alasan. Salah satunya karena kegiatan ini bertentangan dengan konstitusi negara. Pertama UUD 45 pasal 32 ayat 1 yang bunyinya negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Kedua, bertentangan dengan Pancasila sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab.
Lho kan Panitia Miss World sudah menjelaskan ini tidak mengekploitasi wanita mereka justru ingin memajukan pariwisata?
Konsep dasar kegiatan ini sudah berangkat dari filosofi yang salah. Suka atau tidak suka kenyataannya kegiatan ini memang berangkat dari kontes bikini. Semangat yang dibawa oleh kegiatan ini adalah materialisme bukan yang lain. Jadi kegiatan ini jelas-jelas mengeksploitasi wanita.
Bagaimana jika yang menang Miss World adalah wanita berjilbab sebagaimana Fatin?
(Rita tersenyum). Kita tidak bisa menjadikan kebiasaan menjadi kebenaran. Jangan jadikan Fatin ukuran membenarkan Miss World. Kalaupun panitia Miss World mewajibkan pesertanya bercadar, kegiatan ini tetap harus dibatalkan.
Ini bukan lagi isu satu agama tapi semua agama memang melarang yang namanya eksploitasi wanita. Jadi masalahnya bukan di jilbab atau bikini semata tapi ini tentang melindungi perempuan dan dampak pemikiran ke anak-anak kita.
Bagaimana jika kegiatan Miss World tetap diadakan?
Kami hanya berikhtiar, hasilnya kami serahkan kepada Allah. Sebagai orangtua yang memilini anak, kita tidak boleh tinggal diam. Ini sangat berdampak pada pemikiran anak-anak kita di masa yang akan datang. Seseorang dikatakan berperadaban bukan sekedar karena paham mana yang buruk atau tidak, tapi ia juga harus menjaga lingkungannya dari keburukan itu. Kita harus kawal pemikiran masyarakat kita dari serangan budaya ini.*