Hidayatullah.com– Muhammad Keith-Kingsley Cunliffe, asal London. Ia adalah muallaf tertua yang pernah saya temui. Umurnya akan mencapai 90 tahun sebentar lagi, dan dia baru masuk Islam beberapa tahun yang lalu.
Saya bertanya tentang kisahnya. Awalnya dia diterima di Sandhurst Academy, akademi militer kerajaan Inggris. Namun, karena Perang Dunia II pecah, dia justru ditawari untuk ikut berperang dan akan mendapat promosi di militer, sebagai ganti studinya di Sandhurst.
“Aku tidak bisa ikut berperang karena aku tidak ingin membunuh orang lain,” ujarnya. Dia akhirnya menolak tawaran menggiurkan itu.
Setelah perang usai, di awal 1950-an, dia mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan Inggris untuk mengelola sebuah pabrik teh di Indonesia.
Di situlah, katanya, dia melihat orang-orang Muslim untuk pertama kali dalam hidupnya. Walaupun dia hanya bekerja di Indonesia beberapa tahun saja, ingatan akan orang-orang Muslim itu selalu tinggal di ingatannya. Setelah dia kembali, dia membeli sebuah cetakan Al-Qur’an dan membacanya beserta beberapa literatur Islam lainnya. Hal itu dia lakukan selama enam puluh tahun!
Dia bercerita bahwa dia selalu berkeinginan untuk masuk Islam, namun kesempatan itu tidak pernah datang.
Hingga suatu hari, ketika dia berjalan di salah jalan di London, dia menemukan sebuah stan dakwah yang dikelola oleh kawan saya, Abdurrahim Green, dan yang lainnya.
Terjadi sebuah percakapan yang diteruskan dengan beberapa pertemuan. Sampai akhirnya, di usianya yang sudah 80-an, Keith masuk Islam dan mengambil nama “Muhammad”, orang yang dia paling kagumi.
Salah satu penduduk setempat memberitahuku, bahwa Muhammad sangat berkeinginan untuk belajar Al-Qur’an sehingga dia menghadiri kelas di masjid setempat, yang sebenarnya diperuntukkan untuk anak-anak untuk belajar membaca tulisan Arab.
Jadilah saudara kita, Muhammad, di usianya yang hampir 90, duduk bersama anak-anak berumur 5 tahun untuk belajar membaca Al-Qur’an!
Dia mengaku padaku, dengan sedikit menyesal, “Aku bisa membaca sekarang, namun aku masih belum mengerti bahasa Arab”!
“Apa sebenarnya yang ada dalam para pekerja Indonesia itu, yang membuatmu kagum dan membuatmu begitu tertarik dengan Islam?” demikian perbertanya partanyaanku padanya.
“Budi pekerti mereka yang bagus, dan ibadah mereka. Aku pernah memperhatikan mereka berjalan ke sungai dan membersihkan diri mereka, dan aku bertanya apa yang mereka lakukan. Lalu, mereka memberitahuku bahwa mereka berwudhu untuk shalat,” demikian ujar Muhammad Keith.
Mari kita ambil pelajaran dari kisah ini dan jangan sekali-kali meremehkan kekuatan dari akhlak yang baik dan rohani yang kuat!
Para pekerja Indonesia itu mungkin tidak pernah memperkirakan pengaruh dari akhlak sederhana mereka terhadap atasan mereka.
Namun, tetap saja 60 tahun kemudian, sikap mereka yang periang, kejujuran, dan shalat mereka lah yang menyebabkan Keith untuk beriman kepada Rasulullah Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengubah namanya dengan nama orang yang paling dia cintai.*[Kisah ini diterjemahkan langsung dari akun Facebook Syeikh Dr.Yassir Qadhi, ulama Amerika keturunan Pakistan]