RAMADHAN kali ini, 1437 H masih sama dengan tahun sebelumnya pas pada musim panas. Kairo, Ibu kota Mesir memiliki cuaca yang sedikit membuat para shoimun (orang-orang yang berpuasa) kepayahan sepanajang hari, minimal 40°C suhu panas menemani Kota Kairo, bahkan bisa sampai 47°C.
Puasa pada musim panas di Mesir sekitar 16 jam, mulai dari pukul 03.00 sampai pukul 19.00 waktu Kairo (CLT). Namun hal itu sudah menjadi hal lumrah bagi penduduk setempat. Panasnya cuaca dan lamanya waktu puasa, tidak menyurutkan semangat kaum muslimin dalam beribadah.
Masjid-masjid terlihat penuh oleh jamaah shalat tarawih, baik masjid ber-AC atau pun yang tidak. Anak-anak pun tidak ketinggalan ikut “memeriahkan”shalat tarawih di masjid. Bahkan setiap kali selesai shalat, mereka tidak langsung pulang, melainkan berdiam diri di masjid untuk tilawah al-Qur’an.
Pada hari pertama ramadhan, di masjid Rasul, sebuah masjid di salah satu district Kota Kairo, ada dua orang anak kecil bersaudara sekitar empat dan tiga tahunan ikut shalat tarawih bersama Sang Ayah.
Mereka ikut shalat berjamaah layaknya orang dewasa, tidak bermain atau bicara ketika shalat. Namun ketika sudah empat rakaat berlalu, setiap usai salam mereka langsung ribut bertanya kepada Sang Ayah.
“Aayah, kapan shalatnya selesai?”.
“Sebentar lagi, insyaallah,” hibur Sang Ayah. Orang-orang sekitar termasuk saya hanya tersenyum melihat tingkah anak-anaknya yang ribut bertanya kepada ayahnya kapan shalat tarawih ini selesai.
Entah apa yang menjadi dasar pertanyaan mereka kepada Sang Ayah. Namun yang jelas, masjid Rasul itu tidak ber-AC, hanya kipas angin saja. Memang rasanya sangat panas, apalagi yang shalat berjamaah sangat banyak. Hembusan angin dari luar masjid ketika musim panas, bukanlah semilir angin yang 1menyegarkan, tapi terasa begitu panas. Begitu juga kipas angin.
Sang Ayah tidak serta merta menuruti rengekan anaknya, namun dia tetap bangkit lagi melanjutkan shalat tarawih. Anak-anaknya pun mengikutinya, tanpa menghiraukan hawa panas yang membuat gerah semua jama’ah.
Rakaat demi rakaat berhasil dilalui oleh mereka, sampai rakaat ke sepuluh.
Setelah salam, mereka kembali bertanya. “Ayah, kapan shalatnya selesai, berapa rakaat lagi?”ujarnya kepada Sang Ayah.
Sang Ayah tetap santai dan teduh menjawab pertanyaan mereka, sementara aku dan orang yang di sekitar mereka hanya tersenyum kagum.
“Satu rakaat lagi insyaallah,” jawab Sang Ayah dengan senyuman manis.
“Satu rakaat lagi, Yah, satu rakaat?”Si Anak seolah tidak percaya dengan yang disampaikan Sang Ayah. Mereka pun bangkit untuk rakaat terakhir mengikuti Sang Ayah.
Setelah usai shalat tarawih, dengan sigap si anak langsung berdiri menghampiri Sang Ayah.
“Ayo, yah, bangun kita pulang,” seolah tidak sabar dengan cuaca panas di masjid yang membuat keringat mengucur tanpa diminta.
Mereka pun bangkit dan pulang dengan penuh kemenangan. Berhasil melalu shalat tarawih sempurna dengan cuaca yang panas.
Semoga kita tidak kalah dengan si anak dalam semangatnya beribadah. Dan semoga kita juga bisa mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah dengan memberikan suri tauladan yang baik bagi mereka.*/Jundi Iskandar (Mesir)