Yang merusak atau membuat orang gagal dalam belajar adalah tergesa-gesa. Dan sifat tergesa-gesa untuk bisa itu datangnya dari syetan
Hidayatullah.com | Hampir menjadi pertanyaan setiap belajar bahasa Arab, termasuk di berbagai disiplin ilmu. Mau mulai dari mana? Pertanyaan ini seringkali juga terjadi terutama yang murni otodidak di dalam belajarnya.
Berbeda bagi yang sudah punya guru. Biasanya akan diarahkan oleh gurunya. Maka salah satu syarat bagi penuntut ilmu menurut Sayyidina Ali dan Imam Syafi’i adalah adanya petunjuk guru (Irsyadu Ustadz).
Guru akan menyesuaikan dengan tahapan ilmu, pengalaman guru dan kondisi peserta didik. Jalur yang seperti ini normalnya lebih cepat di dalam belajar.
Belajar bahasa Arab sebenarnya disesuaikan dengan kebutuhan. Jika kecakapan yang dibutuhkan adalah berbicara maka seharusnya dia belajar percakapan (muhadatsah / maharatul kalam).
Namun jika keperluannya adalah baca teks Arab tanpa harakat (kitab gundul) maka fokus belajarnya adalah kaidah (Nuhwu Sharf). Jika ingin bisa semua dan mudah maka mengikuti cara belajar bahasanya bayi yang alamiah.
Inilah yang terjadi juga kepada Rasulullah ﷺ. Salahsatu hikmah tinggal di kampung Bani Sa’ad beliau terbiasa dengan bahasa Arab yang murni dan tempat yang paling fasih waktu itu.
Mendengar (istima’) adalah urutan yang pertama. Sebagaimana seorang bayi banyak mendengar kosa kata dan percakapan ibunya.
Setelah banyak mendengar dia akan mulai bicara sedikit demi sedikit. Satu kata, 2 kata dan seterusnya hingga lancar berbicara kalimat yang panjang.
Karena dia sudah banyak perbendaharaan kosakata, selanjutnya adalah tahapan belajar membaca. Setelah banyak membaca maka dia akan menuangkan hasil bacaannya dalam sebuah tulisan.
Inilah tahapan yang terakhir, yakni menulis. Dari sini, kita akan mendapatkan 4 kecakapan (maharah). Yakni mendengar (istima’), berbicara (kalam), membaca (qiro’ah), dan menulis (kitabah).
Walaupun ada urutan mulai mendengar hingga menulis, bukan berarti tidak boleh belajar urutan yang setelahnya dalam satu waktu. Tapi, porsi terbanyak tentu sesuai urutan ataupun yang ditekuni.
Dan yang merusak atau membuat orang gagal dalam belajar adalah tergesa-gesa. Dan sifat tergesa-gesa untuk bisa itu datangnya dari syetan.
Sebagaimana dalam hadits :
التأنِّي من الله والعجلةُ من الشيطان
رواه البيهقي
”Tidak tergesa-gesa (ketenangan) datangnya dari Allah sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Abu Ya’la dan Al-Baihaqi).*/ Herman Anas, mahasiswa Pascasarjana UIN KHAS Jember Program Beasiswa Madin Pemprov Jatim sekaligus alumni Ponpes Annuqayah, Sumenep