Tanda orang munafik ada tiga. Jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia tidak menepati, jika diberi amanah (kepercayaan) dia berkhianat, semoga banyak pejabat kita menjaga amanah rakyat dan nasabah
Hidayatullah.com | DI ANTARA tanda orang munafik ada tiga. Jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia tidak menepati, jika diberi amanah (kepercayaan) dia berkhianat. Begitulah sabda Rasulullah Muhammad ﷺ yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Rasullulah ﷺ telah menyandingkan urusan amanah dengan kemunafikan. Ini menunjukkan bahwa amanah adalah perkara yang tidak bisa diremehkan.
Amanah yang dimaksud disini adalah perkara umum, mencakup hal apapun. Baik amanah kekuasaan maupun harta. Dalam amanah kekuasaan misalnya, Allah melarang pengkhianatan penguasa kepada rakyat yang dikuasai, mulai dari tingkatan RT, RW, kota, bahkan negara.
Di antara bentuk pengkhianatan misalnya, korupsi yang dilakukan oleh banyak wali kota/bupati. Atau menggunakan anggaran daerah untuk pesta ulang tahunnya atau kepentingan pribadi lainnya. Contoh lain misalnya peselingkuhan antara penguasa dengan oligarki yang menghasilkan kebijakan atau Undang-Undang yang pro oligarki meski merugikan rakyat banyak.
Dalam amanah harta pun juga demikian. Setiap muslim, baik penguasa atau bukan, perorangan atau lembaga, memiliki kewajiban menjaga harta yang telah dipercayakan kepadanya. Yang dimasud dengan harta disini bukan sekedar uang, emas, perak atau yang semisalnya.
Di dunia digital seperti sekarang, data pribadi juga merupakan harta yang sangat berharga. Dalam rangka memenuhi amanah harta ini, orang atau lembaga yang telah diberi kepercayaan memiliki kewajiban untuk mengerahkan segala upaya agar harta yang dititipkan kepadanya senantiasa aman.
Karena upaya pengamanan tersebut adalah wilayah yang dia kuasai, dimana penerima amanah bisa memilih untuk memberi pengamanan yang serius atau memilih asal-asalan, maka upayanya ini kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
Data Nasabah
Beberapa hari ini masyarakat dibuat resah dengan peristiwa sebuah bank syariah plat merah yang menjadi korban kejahatan siber. Kejahatan ini bukan terjadi tanpa alasan.
Beberapa pengamat di bidang kejahatan siber menilai, bobolnya data pelanggan terjadi karena pihak bank tidak memiliki sistem keamanan yang mumpuni. Terlalu banyak celah sehingga malware bisa dengan mudah masuk ke sistem kemanan bank.
Alhasil, data pelanggan bocor karena berhasil dicuri dan dijual ke dark web. Padahal, data pelanggan telah dimanahkan secara khusus kepada pihak bank untuk digunakan seperlunya untuk kepentingan aktivitas perbankan di lembaga tersebut.
Lalainya pihak bank dalam menjaga amanah ini, tentu akan mendatangkan dosa besar bagi pelakunya sekaligus membawa bahaya besar bagi para nasabah. Padahal mendatangkan bahaya (dharar) adalah keharaman yang harusnya dijauhi oleh setiap muslim.
Dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” Dalam riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi ada tambahan, “Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.”
Karenanya, menjaga amanah adalah perkara besar bagi setiap muslim yang telah diberi amanah, baik itu amanah harta, apalagi kekuasaan. Semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.*
Ummu Naura,
Ibu Rumah Tangga, tinggal di Malang