Hidayatullah.com– Persidangan 16 anggota kelompok ekstremis kanan-jauh yang dituduh berpartisipasi dalam konspirasi teror, dimulai di Prancis hari Selasa (10/6/2025). Para terdakwa, yang diduga berencana untuk melakukan serangan brutal terhadap Muslim, membantah adanya maksud teror.
Para terdakwa – 13 pria dan 3 wanita – dituduh mempersiapkan serangan-serangan brutal terhadap Muslim di Prancis antara 2017 dan 2018.
Mereka merupakan anggota kelompok Action des Forces Operationnelles (AFO, “action of operational forces”) – yang sudah dibubarkan pemerintah pada 2018.
Menurut Kantor Kejaksaan Anti-Terorisme Nasional (Pnat), AFO merupakan sebuah organisasi yang memiliki struktur dan hirarki yang bertujuan untuk melakukan “tindakan nyata berupa kekerasan di tempat-tempat simbolis seperti masjid” atau dengan menarget makanan halal.
Para terdakwa memiliki latar belakang beragam – bekas anggota kepolisian, dealer barang antik, guru, perawat dan bahkan diplomat. Beberapa bahkan memiliki latar belakang militer atau pernah mengutarakan ketertarikannya untuk menjadi tentara.
Pihak kejaksaan mengatakan mereka bersatu dalam satu tujuan yang sama, yaitu memerangi pengaruh Muslim di Prancis.
Para terdakwa menyebut dirinya sendiri sebagai patriot atau pejuang perlawanan, “membantah memiliki niat pribadi untuk melakukan tindakan kekerasan,” kata Pnat, seperti dilansir RFI.
Namun, pihak kejaksaan mengatakan bahwa hasil investigasi menunjukkan adanya rencana rahasia untuk menyerang anggota komunitas Muslim, yang didorong oleh ketakutan mereka akan kebenaran teori yang disebut “Great Replacement” – yang menyatakan bahwa orang-orang kulit putih Eropa secara sengaja sedang digantikan oleh para imigran non-kulit putih.
Rencana serangan yang mereka buat antara lain “Operation Halal”, yang bermaksud meracuni produk halal yang dijual di supermarket dengan sianida atau racun tikus, dengan tujuan merusak makanan yang biasa dikonsumsi Muslim. Para terdakwa juga memiliki rencana untuk melemparkan granat ke mobil-mobil orang Arab dan membunuh “200 imam radikal”.
Rencana lain adalah menyerang penyanyi rap Medine atau tokoh Muslim Tariq Ramadan, serta meledakkan tempat usaha pembuatan makanan kuskus dari jauh.
Saat melakukan penggerebekan, petugas berhasil menemukan senjata api, ribuan butir amunisi dan bahan-bahan untuk pembuatan bom.Awalnya tindakan-tindakan para terdakwa dianggap kriminal atau pidana serius, tetapi kemudian diubah dan tindakan mereka dianggap pelanggaran ringan menyusul adanya permintaan dari Pnat.
Pnat beralasan bahwa meskipun mereka bermaksud untuk melakukan banyak tindak kekerasan brutal, tetapi rencana-rencana itu belum dilakukan.
Semua 16 terdakwa hadir dalam persidangan di bawah pengawasan pengadilan dan tetap berstatus bebas dari tahanan selama proses persidangan yang dijadwalkan akan digelar sampai 27 Juni.
Beberapa waktu belakangan Prancis mengalami kenaikan insiden serangan anti-Muslim dan anti-Semit, terutama sejak Zionis Israel melancarkan serangan terhadap Gaza.
Pekan lalu, seorang pria Prancis didakwa melakukan penembakan hingga mati seorang tetangganya di sebuah desa di bagian selatan yang berasal dari Tunisia. Pembunuhan yang dilakukannya dianggap sebagai tindakan terorisme, yang didorong oleh kebenciannya terhadap latar belakang korban.*