Para koruptor yang terbukti di pengadilan harus dijadikan contoh: potong tangan-tangan mereka
Oleh: Dzikrullah W. Pramudya
Hidayatullah.com | MENCURI hak orang lain termasuk kategori dosa besar. Apalagi mencuri hak rakyat banyak dan negara.
Negeri yang kaya raya dengan sumberdaya alam, selama 80 tahun berdiri dan menyatakan diri bebas dari penjajahan, masih mengalami kemiskinan sistemik.
Yaitu kemiskinan dalam skala jutaan warga yang diakibatkan sistem yang memperpanjang kelaparan dan keterbelakangan pendidikan.
Anti-Corruption Learning Center (Pusat Edukasi Anti-Korupsi) lembaga di bawah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan ada empat jenis kemiskinan yang semakin disuburkan akibat adanya korupsi sistemik:
1. Kemiskinan absolut: warga tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan untuk hidup secara layak.
2. Kemiskinan relatif: warga yang mengalami ketimpangan pendapatan akibat kebijakan pemerintah yang salah.
3. Kemiskinan kultural: warga yang terbelenggu kemiskinan akibat tradisi kehidupan yang dipertahankan secara massal.
4. Kemiskinan struktural: warga yang tidak berdaya serta terjebak dalam sistem yang tidak adil yang dikuasai kelompok-kelompok tertentu.
Islam menghukum berat para pencuri. Apatah lagi pencurian yang direncanakan, didesain, dipersiapkan, disekongkolkan, dilestarikan, dilindungi, untuk memperkaya diri dan kelompok orang tertentu yang memegang simpul-simpul kekuasaan.
Karenanya, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوٓا۟ أَيْدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلًا مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surat Al-Ma’idah: 38).
Maka para koruptor yang terbukti di pengadilan harus dijadikan contoh: potong tangan-tangan mereka. Termasuk hakim-hakim yang terindikasi menerima suap sehingga menumpulkan sistem hukum atas kejahatan korupsi harus lebih dahulu dipotong tangannya.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah (diterbitkan oleh Markaz Ta’dzhim Al-Qur’an) di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur’an Universitas Islam Madinah menjelaskan makna kandungan Surah Al-Ma’idah ayat 38 di atas:
“Allah menjelaskan dalam ayat ini balasan orang yang mencuri dan (untuk) menebar rasa takut…”
Allah menyebutkan pencuri perempuan setelah menyebutkan pencuri laki-laki dalam ayat ini agar tidak ada yang beranggapan jika seorang perempuan mencuri maka tidak ada hukuman baginya sebagai bentuk rasa kasihan kepadanya.
Dan Allah mendahulukan penyebutan pencuri laki-laki daripada pencuri perempuan karena kaum laki-laki lebih berani melakukan kejahatan ini, dan kebanyakan kasus pencurian dilakukan oleh laki-laki.
Allah memerintahkan untuk memotong tangan kanan pencuri, yaitu pada pergelangan tangan sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sunnah.
Ini merupakan hukum yang adil yang tidak mengandung kezaliman, sebagai balasan bagi para pencuri dan pencegah bagi setiap orang yang hendak melakukan kejahatan ini.
Yang menetapkan hukum ini adalah Sang Pencipta Yang Maha Perkasa. Dalam syariat-Nya terdapat pemuliaan bagi para kekasih-Nya di dunia dan di akhirat, dan hinaan bagi orang-orang yang menyelisihi-Mya dan melanggar perintah-Nya. Dia Maha Perkasa sehingga tidak ada yang dapat menghalangi-Nya, dan Dia Maha Bijaksana dalam menetapkan syariat dan keten , Dia menetapkan hukum-hukum ini dengan penuh hikmah dan kebaikan.”
Langkah-langkah yang perlu diambil oleh Presiden yang memberantas korupsi:
- Membentuk “Tim Kajian Pelaksanaan Hukum Potong Tangan Koruptor” terdiri dari Ulama Syariah, Pakar Hukum Pidana, dan Pakar Kejahatan Korupsi. Tujuannya bukan mengasilkan “akan dilaksanakan atau tidak” melainkan “menyusun langkah-langkah teknis melaksanakannya” sehingga hukum potong tangan koruptor menjadi bagian dari vonis KUHP.
- Menyiapkan jajaran MK, MA, dan seluruh perangkat hukum untuk pelaksanaannya.
- Mengimplementasi hukuman ini selekas-lekasnya mengingat kedaruratan sistem korupsi yang sudah sangat parah sampai mengancam kedaulatan negara saat ini.
Semoga satu langkah ini, membuka kebaikan bagi menuju Baldatun Thoyibatun wa Robbun Ghofur. Negeri yang adil, makmur, sejahtera dalam ampunan Allah Tuhan Alam Semesta.*/Makkah, 27 Ramadhan 1446
Penulis guru madrasah dan wartawan